OJK Sebut Kerugian Rp139 Triliun dari Investasi Ilegal
Maraknya kejahatan di sektor keuangan digital juga dipengaruhi oleh indeks literasi keuangan di Indonesia yang masih rendah.
Maraknya kejahatan di sektor keuangan digital juga dipengaruhi oleh indeks literasi keuangan di Indonesia yang masih rendah.
- OJK Luncurkan 9 Peta Jalan IAKD untuk Pengembangan Keuangan Digital dan Aset Kripto
- Data OJK: Total Kerugian Akibat Investasi Ilegal Tembus Rp139,67 Triliun
- OJK Pungut Denda Rp3,6 Miliar dari Pelaku Pasar Modal Selama April 2024
- Cegah UMKM Jadi Korban Pinjol Ilegal, OJK: Ibu-Ibu Jangan Kenalan ya Sama Rentenir
OJK Sebut Kerugian Rp139 Triliun dari Investasi Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan kerugian masyarakat akibat investasi ilegal dan kegiatan usaha tanpa izin lainnya mencapai Rp139,04 triliun.
Total kerugian tersebut akumulasi periode tahun 2017 sampai 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menilai kerugian tersebut diakibatkan masyarakat yang belum begitu pintar dalam memilih entitas investasi maupun pinjaman online ilegal.
"Jadi masyarakat itu belum begitu smart dalam memilih dan memilah. Ini sangat mengerikan. Dari angka Rp139 triliun kerugian masyarakat tadi itu ada beberapa," kata Friderica dalam webinar Kominfo bertajuk Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital.
Kiki, sapaan Friderica menyebut kerugian tersebut termasuk kasus KSP Indosurya, pinjaman online, investasi ilegal dan gadai ilegal.
Menurutnya, kejahatan di sektor keuangan digital itu sangat luar biasa. Lantaran, yang terkena dampak bukan masyarakat menengah ke bawah saja, melainkan juga masyarakat menengah ke atas.
"Ini luar biasa kejahatannya dan korbannya pun luar biasa. Dan tidak cuman masyarakat kelas bawah yang terkena itu," kata dia.
"Terutama investasi ilegal, ini ada yang disebut casino mentality. Jadi, mental orang berjudi dalam setiap hal dia ingin cepat kaya dan tidak mikir resikonya, akhirnya kejeblos," beber Kiki.
Selain itu, adanya fenomena Fear of Missing Out (FOMO) yang berarti kecemasan jika kehilangan momen atau informasi. Biasanya yang FOMO itu mudah terbuai dengan keuntungan besar tanpa memperdulikan resiko.
"Ada fenomena FOMO anak muda, terutama yang menyebabkan kenapa sih ini sangat menjamur sedemikian pesat," ujar Kiki.
Maraknya kejahatan di sektor keuangan digital juga dipengaruhi oleh indeks literasi keuangan di Indonesia yang masih rendah yakni di angka 49,68 persen. Dia menambahkan kalau literasi digital juga baru sekitar 3,5 dari skala 1 sampai 5.
"Artinya masyarakat belum pintar-pintar banget. Portalnya sudah kebuka, tapi dia belum bisa membedakan mana sih informasi yang benar dan enggak benar," pungkasnya.