Waspada, Investasi Bodong dan Pinjol Ilegal Ancam Millennial dan Gen Z
Generasi muda di Indonesia memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah.
-
Mengapa investasi penting untuk Gen Z? Untuk melindungi keuangan di masa depan, sangat penting untuk mulai merencanakan keuangan sejak dini.
-
Bagaimana cara Gen Z berinvestasi dengan bijak? Penting untuk kembali ke tujuan investasi dan menghindari pikiran yang hanya mengikuti tren untuk berinvestasi tanpa terjebak oleh FOMO (Fear of Missing Out).
-
Apakah Gen Z itu? Generasi Z, atau Gen Z, adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kelompok orang yang lahir antara tahun 1996 dan 2012. Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital, di mana teknologi dan media sosial menjadi bagian penting dari kehidupan mereka.
-
Siapa yang bisa membantu Gen Z dalam investasi? Pertimbangkan untuk melakukan diskusi dengan ahli atau teman yang memahami investasi.
-
Siapa yang termasuk dalam generasi Gen Z? Kumpulan orang yang termasuk ke dalam generasi ini adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010.
-
Siapa saja yang termasuk dalam Gen Z? Generasi Z, yang juga dikenal sebagai Gen Z atau i-Gen, adalah kelompok individu yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Hal ini membuat mereka menjadi generasi yang tumbuh dan berkembang pada era teknologi yang terus berkembang pesat.
Waspada, Investasi Bodong dan Pinjol Ilegal Ancam Millennial dan Gen Z
Generasi Milenial dan Gen Z dinilai rentan menjadi korban dari investasi bodong dan pinjaman online (pinjol) ilegal. Rendahnya literasi keuangan dan gaya hidup konsumtif dianggap jadi faktor pendorongan generasi Millennial dan Gen Z terjebak pada investasi bodong dan pinjol ilegal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi menyebut generasi milenial dan generasi Z merupakan kelompok yang rentan terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal dan investasi bodong.
Generasi ini, kata Friderica merupakan kelompok yang rentan secara finansial dengan gaya hidup yang lebih banyak menghabiskan uang untuk kesenangan dibanding menabung maupun berinvestasi.
“Banyak generasi muda yang terjebak pada pinjol karena mengambil utang untuk kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana,” ujar Friderica di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM beberapa waktu lalu.
Friderica mengatakan generasi millenniall dan gen Z menghadapi persoalan keuangan termasuk investasi bodong akibat prinsip You Only Live Once (YOLO) juga Fear Of Missing Out (FOMO).
Gaya hidup FOMO menyebabkan seseorang merasa tertinggal apabila tidak mengikuti tren.
Sementara, lanjut Friderica, gaya hidup YOLO sering dikaitkan dengan cara menikmati hidup yang maksimal dan bebas. Kedua prinsip tersebut membawa generasi muda pada keputusan yang buruk, salah satunya tidak menyiapkan dana darurat.
Kerentanan generasi muda tersebut dikatakan Kiki juga dipicu kebiasaan mereka yang sering membagikan informasi pribadi melalui media sosial.
Perilaku tersebut sangat berbahaya namun mereka tidak menyadarinya. Misalnya, mengunggah KTP, alamat rumah, dan informasi pribadi lainnya yang dapat dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Friderica mengimbau mahasiswa agar memahami aspek perencanaan keuangan/ financial planning. Sebab, mahasiswa sebagai bagian generasi penerus yang akan membangun Indonesia. Dengan jumlah Generasi Z dan milenial yang mencapai lebih dari setengah penduduk Indonesia, tentu saja kelompok ini merupakan critical economy players yang harus dibekali tentang pemahaman keuangan yang memadai.
"Sikap FOMO juga membawa generasi muda terjebak pada investasi bodong. Sementara tanpa pemahaman keuangan dan investasi yang memadai, kelompok ini justru banyak menjadi korban terhadap iming-iming yang menggiurkan. Mereka kerap meniru apa yang dilakukan oleh influencer maupun tokoh idolanya, termasuk saran terkait keuangan," terang Friderica.
Friderica mengutip data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada 2022 mencatat generasi muda di Indonesia memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah.
"Tingkat literasi keuangan penduduk berusia 15-17 tahun berada di angka 43 persen sementara tingkat inklusi keuangannya di 69 persen. Angka tersebut jauh di bawah tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,7 persen dan 85 persen," urai Friderica.
"Peningkatan literasi keuangan dan inklusi keuangan bagi generasi muda penting untuk dilakukan. Langkah tersebut diharapkan dapat menjauhkan mereka dari jeratan investasi bodong dan pinjol illegal," imbuh Friderica.
Sementara itu Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama, dan Alumni, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Gumilang Aryo Sahadewo menyebut, Indonesia memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar. Untuk memenuhi hal tersebut, satu di antara syarat utama yang harus dipenuhi ialah produktivitas.
"Setelah menyiapkan manusia, kita siap dari sisi keterampilan dasar, SDM kita juga harus memiliki kompetensi dasar terkait literasi keuangan dan ada juga literasi investasi. Kita tidak memungkiri kebutuhan kehidupan akan semakin beragam sehingga penting sekali memiliki kemampuan pengelolaan keuangan serta investasi," ungkap Gumilang.