Pemerintah kesulitan tentukan pajak PT Freeport
Meski pemerintah dan PT Freeport Indonesia telah sepakat mengenai divestasi saham sebesar 51 persen dan perubahan izin usaha dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun pemerintah belum menentukan fasilitas perpajakan yang akan diberlakukan untuk perusahaan tambang asal Amerika Serikat terse
Meski pemerintah dan PT Freeport Indonesia telah sepakat mengenai divestasi saham sebesar 51 persen dan perubahan izin usaha dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), namun pemerintah belum menentukan fasilitas perpajakan yang akan diberlakukan untuk perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pihaknya masih kesulitan dalam menyusun kebijakan tersebut. Sebab, masing-masing undang-undang atau regulasi memiliki komposisi input yang berbeda satu sama lain, termasuk kebijakan perlakuan pajak yang juga memiliki dasar hukum sendiri.
"Dalam komposisi ini yang paling menantang, masing-masing komposisi punya input UU yang berbeda. di UU Minerba lebih dikasih keleluasaan semua boleh dinegoisasikan asalkan penerimaan negara bisa lebih besar. Ini untuk landasan kepastian rezim fiskalnya. Kita lihat tim untuk lihat di UU Perpajakan apakah itu bisa dikasih kepastian," ujar Sri Mulyani di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8).
Untuk itu, pemerintah masih terus menggodok mengenai peraturan fasilitas perpajakan bagi perusahaan pemegang IUPK. Sehingga, nantinya pemerintah bisa memberikan kepastian bagi perusahaan minerba, termasuk PT Freeport.
Terlebih lagi, Freeport melaporkan akan berinvestasi sebesar USD 20 miliar, di mana sebagian besar dana tersebut dianggarkan untuk pengembangan tambang bawah tanah. "Mereka butuh kepastian dari pemerintah soal kepastian investasi," imbuhnya.
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan perubahan bentuk kontrak serta fasilitas perpajakan yang regulasinya masih digodok tidak akan mengurangi porsi penerimaan negara.