Pemerintah perlu pertimbangkan penghentian pengiriman TKI di ASEAN
Lemahnya komitmen perlindungan tersebut terlihat dari keenggganan negara-negara ASEAN terutama Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam menyepakati skema perlindungan buruh migran yang mengikat.
Direktur Kerjasama Sosial Budaya ASEAN Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) George Lantu mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan penghentian pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor informal di negara-negara ASEAN, menyusul lemahnya komitmen dari negara-negara ASEAN terhadap perlindungan pekerja migran.
Menurut George, lemahnya komitmen perlindungan tersebut terlihat dari keengganan negara-negara ASEAN terutama Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam menyepakati skema perlindungan buruh migran yang mengikat. Bagi ketiga negara, perlindungan hanya sebatas morally binding.
"Pemerintah perlu mempertimbangkan penghentian pengiriman TKI ke negara ASEAN. Khususnya Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura," kata George, Jumat, (05/5).
Sedangkan pertimbangan tersebut tercetus saat Pertemuan Pejabat Senior Ketenagakerjaan ASEAN yang berlangsung di Singapura yang berlangsung dari 3 hingga 6 Mei. Sekaligus, memperkuat pernyataan Presiden Joko Widodo dy Forum KTT ASEAN ke-30 di Manila 29 April lalu, yang mengingatkan pentingnya peraturan yang mengikat untuk melindungi pekerja migran.
Di forum yang diikuti 10 negara tersebut, Indonesia mendesak adanya peraturan yang mengikat (legally binding) untuk melindungi pekerja migran dan keluarganya. "Kalau hanya morally binding, itu sangat lemah," kata George.
Pengalaman saat ini menunjukkan, Indonesia mengalami hambatan dalam memberikan advokasi pada TKI yang mengalami masalah seperti pemerkosaan, pembunuhan, gaji tak dibayar dan sebagainya. Kondisi serupa akan berbeda jika ada dokumen peraturan yang mengikat terkait perlindungan pekerja migran.
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudharmanto yang juga hadir dalam forum tersebut mengatakan, Indonesia terus mengupayakan agar negara ASEAN bersedia menyepakati perlindungan pekerja migran sebagai dokumen yang legally binding.
"Karena perlindungan terhadap TKI di baik di dalam maupun di luar negeri adalah amanat konstitusi. Nawacita Pemerintahan Presiden Jokowi memerintahkan negara harus hadir dalam melindungi pekerja," ujarnya.
Meski forum di Singapura belum mencapai kesepakatan, namun Indonesia berharap masalah ini akan dibahas lebih serius dalam pertemuan setingkat menteri.
"Jika tetap tidak ada kesepakatan, perlu kiranya dipertimbangkan penghentian pengiriman TKI ke ASEAN, khususnya Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam," ujarnya.
Dalam forum tersebut, Malaysia dan Brunei Darussalam yang notabene sebagai negara terbesar di ASEAN penerima pekerja migran asal Indonesia hanya berkomitmen secara moral dalam perlindungan buruh migran. Sikap tersebut diikuti sejumlah negara lain seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar dan Laos.
Singapura sebagai tuan rumah pertemuan yang juga banyak menerima pekerja migran asal Indonesia menyatakan tidak bersedia membahas perdebatan antara legally binding atau morally binding. Adapun Filipina sebgai negara yang juga banyak mengirim pekerja migran, dalam forum tersebut bersikap netral. Sikap ini tak lepas dari kepentingan Filipina selaku ketua ASEAN periode saat ini menginginkan kepemimpinannya aman.