Susahnya cari rumah murah di Jakarta dan sekitarnya
Minimnya peluang mengembangkan properti hunian di Jakarta membuat pengembang beralih menuju kota satelit.
Pesatnya pertumbuhan DKI Jakarta membuat ruang lapang dihiasi pepohonan menjadi suatu pemandangan mahal. Jakarta telah dipenuhi gedung menjulang. Rindangnya pepohonan telah disulap menjadi beton-beton tebal. Kondisi ini menjadi bukti seksinya daya tarik properti Ibu Kota Indonesia ini.
Minimnya peluang mengembangkan properti hunian di Jakarta membuat pengembang beralih menuju kota satelit. Tingginya kebutuhan para pekerja di Jakarta akan hunian membuat pertumbuhan properti di kota satelit menggeliat.
Curhatan seorang warga Depok, Caesara Ayu Larasati (22) menjadi salah satu bukti. Bekerja di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat membuatnya pontang-panting untuk sampai ke lokasi kerja dari tempat tinggalnya kini. Namun apa boleh buat, tingginya harga rumah di wilayah sekitar kantornya tidak sebanding dengan pendapatannya.
"Maunya sih tinggal dekat-dekat kantor. Tapi harganya kan sudah pada tinggi-tinggi," keluh Laras kepada merdeka.com, pekan lalu.
Mau tidak mau, sudah lebih dari setahun dia terpaksa bertahan dalam kondisi yang melelahkan ini. Beruntung ada akses kereta api yang membantu aktivitasnya sehari-hari ini.
Para pengembang sebenarnya sangat menyadari mahalnya lahan di DKI Jakarta dan sekitarnya. "Lokasi bagi perumahan pekerja ini yang dekat kerjaannya (di daerah Jakarta), dari aspek affordability pasti tidak akan terjangkau. Karena lahan yang sudah mahal dan susah, apalagi di tengah Jakarta," kata Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) DPD DKI Jakarta Iskandar kepada merdeka.com, pekan lalu.
Dia menjelaskan, berkaca pada masalah tersebut, para pengembang lantas saat ini menyasar daerah pinggiran Jakarta. Namun, tetap tingginya permintaan rumah hunian, membuat persaingan mendapatkan lahan menjadi sulit.
Selain lahan, masalah pendapatan masyarakat juga menjadi hambatan bagi masyarakat dalam mendapatkan hunian layak. Tingginya pertumbuhan harga properti tiap tahunnya belum sebanding dengan gaji pekerja DKI Jakarta.
Rata-rata pertumbuhan harga properti dalam tiga tahun belakangan bisa mencapai 30 persen sampai 40 persen per tahunnya. "Masalah utamanya itu harga. Pertumbuhan harga properti memang gila-gilaan. Tidak sebanding kenaikan gaji karyawan yang naik syukur-syukur bisa naik 10 persen tiap tahunnya," jelas Pengamat properti Anton Sitorus, kemarin.
Walau dirundung segudang masalah, gencarnya pemerintah pusat dan daerah membangun sarana transportasi, membuat para pengembang tetap optimis. Menurut Iskandar, pengusaha makin bernafsu melebarkan sayap ke kota-kota penyangga Jakarta karenanya.
"Supporting dari pemerintah sudah bagus. Di daerah Bodetabek sudah dihubungkan dengan akses kereta. Artinya ini relatif masih bisa dijangkau bagi daerah pinggiran," terang Iskandar.