Rieke Diah Pitaloka Minta Maaf Tak Bisa Perjuangkan Hak Mat Solar Soal Tanah Sengketa Rp 3,3 Miliar
Rieke Diah Pitaloka, berduka atas meninggalnya Mat Solar, sekaligus memperjuangkan hak almarhum atas ganti rugi tanah senilai Rp 3,3 miliar.

Aktor senior Mat Solar (Nasrullah) meninggal dunia pada 17 Maret 2025 pukul 22.30 WIB di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, terutama bagi Rieke Diah Pitaloka, yang juga merupakan sahabat dan rekan Mat Solar dalam sitkom Bajaj Bajuri.
Namun, di balik kesedihan tersebut, terungkap sebuah permasalahan tanah seluas kurang lebih 1.300 meter persegi milik Mat Solar yang digunakan untuk pembangunan jalan tol dan belum mendapatkan ganti rugi yang seharusnya mencapai Rp 3,3 miliar.
Uang ganti rugi tersebut telah dititipkan di pengadilan oleh PT Cinere Serpong Jaya (bagian dari Jasa Marga) melalui Kementerian Pekerjaan Umum. Rieke, yang berperan sebagai Oneng dalam sitkom tersebut, merasa sangat terpukul karena uang tersebut merupakan hasil jerih payah Mat Solar yang dipersiapkan untuk masa pensiun dan anak-anaknya.
Ia bahkan telah menyampaikan permasalahan ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirut PT Jasa Marga pada tanggal 17 Maret 2025, sehari sebelum Mat Solar meninggal dunia.
Perjuangan Rieke untuk mendapatkan hak Mat Solar atas tanah tersebut bertepatan dengan kepergian sang aktor. Persidangan kasus ini baru akan digelar pada 19 Maret 2025, sementara Mat Solar telah meninggal dunia sehari sebelumnya.
Hal ini membuat Rieke sangat berduka dan menyampaikan permohonan maaf kepada Mat Solar karena belum bisa memperjuangkan haknya sepenuhnya. Dirut Jasa Marga menargetkan penyelesaian masalah ini sebelum Lebaran 2025.
Sengketa Tanah dan Air Mata Rieke Diah Pitaloka
Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR RI, secara terbuka mengungkapkan kesedihan dan kemarahannya terkait belum terselesaikannya pembayaran ganti rugi tanah milik Mat Solar. Ia bahkan menangis saat menceritakan permasalahan ini dalam rapat bersama Direktur Utama PT Jasa Marga. Rieke mengadu tentang uang ganti rugi tanah milik Mat Solar yang belum dibayarkan oleh PT Cinere Serpong Jaya, yang digunakan untuk pembangunan jalan tol Serpong-Cinere.
Tanah tersebut merupakan hasil kerja keras Mat Solar selama berkarir di dunia hiburan. Uang ganti rugi sebesar Rp 3,3 miliar telah dititipkan ke pengadilan, namun proses pembayarannya berjalan sangat lambat. Rieke merasa sangat kecewa dan prihatin atas lambannya proses tersebut, terutama karena uang tersebut sangat berarti bagi masa depan keluarga Mat Solar.
Dalam unggahan Instagramnya, Rieke menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan yang mungkin pernah dilakukan Mat Solar semasa hidupnya. Ia juga mengungkapkan penyesalannya karena belum dapat memperjuangkan hak Mat Solar sepenuhnya, dengan menuliskan, "Abang, maafin Oneng belum bisa perjuangin hak Abang." Ungkapan ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan Rieke dan Mat Solar, serta kepedulian Rieke terhadap almarhum.
Pemakaman Mat Solar dilakukan pada Selasa, 18 Maret 2025, di TPU Haji Daiman, Cimanggis, Ciputat. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia hiburan Indonesia.
Kronologi Lengkap Kasus Tanah Mat Solar
Kasus sengketa tanah ini bermula dari ketidaksepakatan terkait kepemilikan tanah yang terkena proyek jalan tol Serpong-Cinere. Mat Solar, sebelum meninggal dunia, masih berjuang untuk mendapatkan haknya atas ganti rugi tanah tersebut. Uang ganti rugi sebesar Rp 3,3 miliar tertahan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Rieke Diah Pitaloka, dalam rapat di DPR RI, sempat menyinggung permasalahan tanah Mat Solar, seakan sebuah firasat sebelum kabar duka datang. Meskipun sudah lama tidak bertemu Mat Solar, Rieke secara tiba-tiba membahas masalah ini dalam rapat bersama Direktur Utama Jasa Marga. Hal ini menunjukkan kepedulian dan persahabatan yang mendalam antara Rieke dan Mat Solar.
Perjuangan hukum Mat Solar terkait tanahnya belum berakhir. Rieke, sebagai sahabat dan rekan Mat Solar, akan terus memperjuangkan hak almarhum agar mendapatkan keadilan. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan kecepatan proses hukum dalam kasus ganti rugi tanah untuk proyek pembangunan infrastruktur.