Profil
Bank Lippo
Lippo bank dulunya merupakan bank terbesar ke-9 di Indonesia berdasarkan jumlah aset yang dimilikinya. Bank yang berdiri pada tahun 1948 ini dipimpin oleh Mochtar Riady bersamaan engan Lippo Group. Pemerintah Indonesia menjual sahamnya di Bank Lippo demi mengurangi defisit budget pemerintah akibat krisis keuangan 1997 di Asia. Swissasia global membeli 52,1 persen saham dari Bank Lippo pada Februari 2004 dari Indonesian Bank Restructuring Agency seharga $142 juta. Badan inilah yang mengambil alih Bank Lippo dari pemilik sebelumnya, keluarga Riady, setelah pemerintah menyuntikkan dana ke pemberi pinjaman pada tahun 1999 untuk meningkatkan modal. Keluarga Riady masih memegang saham minoritas dan memiliki hak kendali.
Pada tanggal 26 Agustus 2005, pemegang saham bank dan Bank Indonesia menyetujui penjualan saham pengendali 52,05% yang dimiliki oleh Swissasia Global pada Santubong Investment BV yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Khazanah Nasional Berhad. Penjualan mulai berlaku pada tanggal 30 September pada tahun yang sama. Karena Khazanah, memiliki saham sebanyak 93 persen di Lippo Bank melalui Santubong Investment BV dan Greatville Pte. Ltd, dan juga memiliki 64 persen dari Bank CIMB Niaga melalui Bumiputra-Commerce Holdings, Bank Niaga dan Lippo Bank harus digabung untuk mematuhi "single presence policy". Pada tanggal 1 November 2008, Lippo Bank resmi bergabung dengan Bank CIMB Niaga dan dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk dan menjadi anak perusahaan Indonesia dari CIMB Group.
Dengan bergabungnya LippoBank ke dalam Bank CIMB Niaga, Bank CIMB Niaga kini menawarkan nasabahnya layanan perbankan yang komprehensif di Indonesia dengan menggabungkan kekuatan di bidang perbankan ritel, UKM dan korporat dan juga layanan transaksi pembayaran. Penggabungan ini menjadikan Bank CIMB Niaga menjadi bank terbesar ke-5 dari sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang.
Riset dan Analisa oleh Kustin Ayuwuragil D.