Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Peralatan Medis Langka, Rumah Sakit di AS Lakukan Ini Untuk Tangani Pasien Covid-19

Peralatan Medis Langka, Rumah Sakit di AS Lakukan Ini Untuk Tangani Pasien Covid-19 perawat amerika serikat di rumah sakit mount sinai west. ©Facebook

Merdeka.com - Saat ini belum masuk masa puncak infeksi Covid-19 di Amerika Serikat (AS) namun pasien terus melonjak setiap hari, sementara persediaan medis masih langka, rumah sakit dan dokter bersiap menghadapi tantangan yang hampir mustahil: memutuskan siapa yang harus mendapat ventilator yang bisa menyelamatkan jiwa dan siapa yang tidak perlu.

"Dokter yang bekerja di wilayah yang tidak memiliki sumber daya yang memadai harus membuat keputusan seperti ini bahkan mungkin secara rutin, tetapi dokter di Amerika Serikat tidak pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya," kata Direktur Pusat Bioetika Harvard Medical School, Dr Robert Truog.

"Ini akan sangat sulit,” lanjutnya seperti dilansir dari CNN, Minggu (5/4).

Orang lain juga bertanya?

Jika tingkat rawat inap saat ini terus melonjak di New York, Gubernur Andrew Cuomo mengatakan saat ini hanya tersisa ventilator untuk persediaan enam hari.

"Jika seseorang masuk dan membutuhkan ventilator dan Anda tidak memiliki ventilator, orang itu mati,” ujarnya saat pemaparan soal virus corona pada Kamis.

Permintaan ventilator meroket di unit perawatan intensif (ICU) di seluruh wilayah AS saat pasien virus corona melonjak. Biasanya pasien dewasa akan tetap ditempatkan di ICU dan dengan ventilator dalam waktu hanya tiga sampai empat hari, seperti dijelaskan salah satu dokter di Connecticut, padahal pasien Covid-19 memerlukan alat ini dalam dua sampai tiga pekan, sementara kebutuhan ventilator sangat tinggi.

Kerangka Kerja Dokter White

Truog mengatakan dia bekerja sepanjang akhir pekan membantu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang menentukan siapa yang menerima perawatan intensif selama darurat kesehatan masyarakat.

Dia mengatakan, salah satu kerangka kerja yang lebih baik untuk diikuti, adalah seperti yang dikembangkan Dr. Douglas White, seorang profesor kedokteran perawatan kritis di Universitas Pittsburgh dan Universitas Pusat Kedokteran Pittsburgh (UMPC).

Douglas White mengatakan, dia mulai mengembangkan kerangka kerjanya lebih dari satu dekade lalu saat epidemic flu burung.

Pada dasarnya ini adalah sistem poin yang menghitung kemungkinan pasien untuk mendapatkan manfaat dari perawatan ICU, berdasarkan dua pertimbangan: 1) menyelamatkan sebagian besar nyawa dan 2) menyelamatkan harapan hidup.

Semakin rendah skor pasien, semakin tinggi prioritas mereka untuk perawatan. Dalam skala delapan poin, empat poin pertama menggambarkan kemungkinan pasien untuk bertahan di rumah sakit, dan empat poin terakhir menilai apakah, dengan asumsi mereka selamat dari rawat inap, mereka memiliki kondisi medis yang terkait dengan harapan hidup kurang dari satu tahun atau kurang dari lima tahun.

Inklusif dan Tak Diskriminatif

Kerangka kerja White mengarahkan dokter untuk mempertimbangkan siklus hidup, dengan prioritas diberikan kepada pasien yang lebih muda.

"Ini adalah pilihan yang tragis dengan hanya ada pilihan buruk," kata White.

"Tapi satu-satunya hal yang lebih buruk daripada mengembangkan kerangka alokasi yang jelas adalah tidak mengembangkan kerangka kerja, karena keputusan yang dibuat selama krisis akan menjadi bias dan sewenang-wenang."

White mengatakan, kerangka kerjanya dimaksudkan untuk menjadi inklusif dan tidak diskriminatif terhadap para penyandang cacat.

"Sangat penting untuk memperjelas bahwa penilaian stereotip tentang kualitas hidup tidak memiliki peran dalam keputusan ini, dan tidak ada yang didiskualifikasi dari perawatan karena cacat," kata White.

Pada 2007, White mengatakan telah mengkaji rekomendasi yang ada untuk alokasi sumber daya perawatan kritis dan menyadari rekomendasi itu sering didasarkan pada "kriteria eksklusi," yang hanya menghalangi akses ke perawatan kritis untuk kelompok besar individu selama krisis kesehatan masyarakat.

"Usia lanjut, gangguan kognitif parah, dan penyakit jantung dan paru kronis semua digunakan sebagai kriteria eksklusi. Itu tampaknya tidak etis bagi saya. Kriteria eksklusi mengirim pesan yang salah bahwa ada beberapa nyawa yang tidak layak diselamatkan," kata White.

Ini bisa mengarah pada persepsi ketidakadilan, katanya, selama darurat kesehatan masyarakat di mana kepercayaan sangat penting. Sebaliknya, kerangka kerja yang dikembangkan White dan timnya memastikan tidak ada yang didiskualifikasi dari perawatan kritis sejak awal.

"Setiap orang yang biasanya memenuhi syarat untuk perawatan intensif tetap memenuhi syarat dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat," kata White.

Diadopsi Ratusan Rumah Sakit

Ratusan rumah sakit di seluruh AS telah mengadopsi kerangka kerja ini. Rumah sakit seperti Johns Hopkins dan Medstar mulai mengadopsi sistem ini sejak artikel perihal ini terbit pada 2009.

Namun sejak awal Maret tahun ini, surelnya telah dibanjiri permintaan panduan rumah sakit. UPMC mengkonfirmasi 40 rumah sakitnya telah mengadopsi kerangka kerja tersebut, dan White mengatakan negara bagian Pennsylvania telah menerapkan panduan sementara ke rumah sakit umum berdasarkan kerangka kerjanya.

Di Harvard, Truog, yang mendukung kerangka kerja White, baru-baru ini menerbitkan artikel di New England Journal of Medicine dan Boston Globe untuk membantu menyiapkan rumah sakit, dokter, dan masyarakat dalam menghadapi krisis pandemi virus corona ini.

Menurut White, hal persiapan itu sangat penting sehingga dokter yang menghadapi pandemi tidak harus berjuang dengan pertanyaan etis yang mengerikan kasus per kasus. White percaya komite triase harus dibuat dari dokter yang bertugas di luar garda terdepan dalam krisis ini, untuk "meningkatkan objektivitas, menghindari konflik komitmen, dan meminimalkan tekanan moral."

Dr. Ira Byock, seorang dokter perawatan paliatif di Los Angeles dan pendiri Institute for Human Caring yang berbasis di Providence Trinity Care Hospice di California, mengatakan etika klinis yang biasa bagi para dokter berubah selama krisis kesehatan masyarakat.

"Untuk pertama kalinya dalam pengalaman kami, kami harus menyeimbangkan kesehatan masyarakat dengan kesehatan setiap pasien, yang biasanya menjadi satu-satunya fokus kami," kata Byock.

Namun dengan panduan etis yang diberikan dalam kerangka kerja itu, Truog mengatakan tanggung jawab berarti jalan yang akan dihadapi para dokter AS tak mudah.

"Bisa jadi dalam beberapa hari ke depan para dokter harus membuat keputusan yang mereka bahkan tidak pernah renungkan sebelumnya, pungkas Truog.

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perlu SDM Unggul, Wamenkes: Rasio Dokter Indonesia di Bawah Standar WHO
Perlu SDM Unggul, Wamenkes: Rasio Dokter Indonesia di Bawah Standar WHO

Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di 2022.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 di Indonesia Kembali Meningkat
Kasus Covid-19 di Indonesia Kembali Meningkat

mengonfirmasi tren kasus mingguan Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.

Baca Selengkapnya
Beda Penggunaan AI di Negara Maju dan Berkembang di Sektor Kesehatan
Beda Penggunaan AI di Negara Maju dan Berkembang di Sektor Kesehatan

Ada perbedaan mencolok penggunaan AI di sektor kesehatan negara maju dibandingkan negara berkembang.

Baca Selengkapnya
Perusahaan Alat Kesehatan Dalam Negeri Tumbuh 8 Kali Lipat, Ini Pemicunya
Perusahaan Alat Kesehatan Dalam Negeri Tumbuh 8 Kali Lipat, Ini Pemicunya

Kemenperin mencatat angka perusahaan alat kesehatan dalam negeri mencapai 1.199.

Baca Selengkapnya
FOTO: Penyakit Misterius Mirip Influenza Melonjak di China: RS Penuh, Banyak Anak Terinfeksi
FOTO: Penyakit Misterius Mirip Influenza Melonjak di China: RS Penuh, Banyak Anak Terinfeksi

Lonjakan kasus penyakit mirip influenza ini membuat sebuah RS di China penuh. Banyak pasien anak-anak yang terpaksa dirawat di koridor dan tangga rumah sakit.

Baca Selengkapnya
Jokowi Soroti Tak Ada Dokter Spesialis Jantung hingga Kanker di RSUD Tamiang Layang
Jokowi Soroti Tak Ada Dokter Spesialis Jantung hingga Kanker di RSUD Tamiang Layang

RSUD Tamiang Layang harus memiliki dokter sepesialis untuk penyakit-penyakit kritikal.

Baca Selengkapnya
Empat Strategi Menkes Hadapi Potensi Pandemi Selanjutnya
Empat Strategi Menkes Hadapi Potensi Pandemi Selanjutnya

Dari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.

Baca Selengkapnya
Jokowi ke Menkes soal Kasus Covid-19: Amati Betul Secara Detail Perkembangannya Seperti Apa
Jokowi ke Menkes soal Kasus Covid-19: Amati Betul Secara Detail Perkembangannya Seperti Apa

Informasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.

Baca Selengkapnya
Waspada Covid Lagi, Begini Imbauan dari Kemenkes dan Ahli
Waspada Covid Lagi, Begini Imbauan dari Kemenkes dan Ahli

Masyarakat diminta lakukan pola hidup bersih dan sehat

Baca Selengkapnya