Profil
I Gusti Ngurah Gede Pemecutan
Mempunyai bakat melukis sejak kecil, I Gusti Ngurah Gede Pemecutan mulai diarahkan orang tuanya untuk melukis bersama pelukis wayang kenamaan, Anak Agung Putra Gede. Sejak ia duduk di bangku sekolah dasar hobinya adalah melukis. Ia bahkan biasa melukis di dinding kelas dan dinding dapur rumahnya. Nilai pelajaran keseniannya pun selalu tertinggi.
Lahir di Denpasar, 4 Juli 1936, Ngurah sempat bercita-cita untuk menjadi dokter karena dirinya sering sakit-sakitan. Namun, meski ia sering sakit dan dirawat di rumah sakit, semangatnya untuk menulis tak pernah padam. Ia bahkan mulai mempelajari aneka aliran seni lukis dari berbagai macam aliran. Menginjak usia SMP, ia diarahkan oleh guru seni lukisnya pada seni lukis corak pita maha. Tak hanya melukis sesuai arahan gurunya, ayah dari Anak Agung Sagung Meliawati dan Anak Agung Ngurah Bagus Mahaputra ini juga gemar melihat dan mengamati gaya pelukis lain yang akhirnya mempengaruhi gaya lukisnya. Saat itu, ia mulai terpengaruh dengan gaya lukis pelukis Bali kenamaan yang ada saat itu, I Gusti Made Deblog dan pelukis asal Jerman, Walter Spies.
Berbeda dengan jaman SMP, saat duduk di bangku SMA Ngurah mulai tertarik dengan seni lukis gaya potrekan yang ada pada majalah dan koran. Berlanjut ketika ia bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang ekspor impor barang seni dan kerajinan, PT Usindo, di sana ia banyak bertemu dengan para pengrajin yang akhirnya mempengaruhi gaya melukisnya. Ia juga terpengaruh dengan gaya lukis seorang pelukis jebolan ASRI Jogjakarta yang menjadi guru lukisnya kemudian, Wayan Kaya.
Menjadi murid Wayan Kaya, suami dari Anak Agung Sagung Sayu Alit Puspawati ini tak hanya fokus pada satu gaya lukis. Di saat yang sama, ia juga mulai mencontoh gaya lukis pelukis Affandi yang saat itu sering bertandang di rumah pelukis Bambang Sugeng yang letaknya tepat berada di depan rumahnya, kawasan Tanjungbungkak dan dr. Moerdowo, seorang dosen yang juga pelukis. Dari Affandilah aliran gaya lukisnya yang dikenal dengan aliran poitilisme lahir. Gaya lukis Ngurah berasal dari gaya seni lukis sidik jari di mana lukisannya bermula dari ujung telunjuk yang kemudian melahirkan guratan-guratan lukisan penuh warna.
Gaya seni lukis pointilisme adalah gaya seni lukis yang menyatukan titik-titik sebagai elemen dasar untuk membangun visualisasinya. Kebanyakan, para pelukis aliran ini mengawali membentuk titik dengan menggunakan kuas, sedangkan Ngurah konsisten menggunakan sidik jari telunjuknya. Hal inilah yang membuat nama Ngurah menjadi satu-satunya pelukis yang melukis menggunakan telunjuk saat itu.
Banyak berkontribusi dalam dunia lukis modern, nama Ngurah tak banyak diberitakan sehingga otomatis tak banyak orang berminat untuk menjajal jenis gaya lukisan ini. Padahal, Ngurah sempat menjadi penata lukisan koleksi istana presiden Tampaksiring di era Bung Karno. Ia seolah dianggap sebagai seorang otodidak yang belajar menekuni seni lukis dengan sendirinya.
Mengumpulkan seluruh lukisan yang telah ia buat sejak SMP, sesuai dengan cita-citanya, Ngurah akhirnya membangun museum seni lukis yang secara khusus memajang karya-karyanya pada tahun 1995. Museum yang ia beri nama Museum Lukisan Sidik Jari Ngurah Gede Pamecutan tersebut tak hanya berisi karya-karyanya, tapi juga berisi benda-benda kerajinan, termasuk peralatan melukis dari ijuk, bulu ayam, hingga kuas yang sempat digunakan Ngurah saat melukis. Museum ini tak hanya menampilkan karya lukis Ngurah, tapi juga sebagai ajang pameran seni rupa lain secara berkala, tempat sarasehan, diskusi, kursus melukis dan tari. Pengunjung yang datang ke museum peraih Piagam Werdi Budaya dari Kepala Taman Budaya Denpasar tahun 1987 ini pun tidak dikenakan biaya.
Riset dan Analisis: Atiqoh Hasan