Fidyah untuk Orang yang Sudah Meninggal, Ini Penjelasannya Berdasarkan Dalil
Pemberian Fidyah
Dalam Islam, utang puasa harus dibayarkan meskipun orang yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Fidyah untuk Orang yang Sudah Meninggal, Ini Penjelasannya Berdasarkan Dalil
Bagi orang yang meninggal tapi memiliki utang puasa, maka pilihannya ada dua, membayar utang melalui kerabat, atau dengan fidyah.
-
Mengapa fidyah dibayarkan untuk orang yang sudah meninggal? Dari hadis riwayat Ibnu Umar RA, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda tentang Muslim yang wafat dan masih punya utang puasa, sebaiknya dibayar dengan cara memberi makan untuk orang miskin.
-
Apa itu fidyah untuk orang meninggal? Fidyah adalah cara alternatif untuk membayar utang puasa di bulan Ramadan. Puasa Ramadan merupakan salah satu ibadah wajib bagi seluruh umat Muslim yang tak boleh ditinggalkan. Namun ada beberapa situasi yang membuat seseorang tak bisa berpuasa Ramadan. Misalnya sakit keras atau haid dan nifas bagi wanita.
-
Bagaimana cara keluarga membayar fidyah untuk almarhum? Tata cara fidyah untuk orang yang sudah meninggal adalah para ahli waris memperkirakan jumlah hari puasa yang ditinggalkan almarhum/ah. Mengutip pondokyatim.or.id, fidyah dibayarkan dalam ukuran 2 mud di mana 1 mud memiliki ukuran kurang lebih 7 ons atau 700 gram. Oleh karena itu jumlah fidyah yang dapat dibayarkan adalah 1,5 kg beras untuk setiap orang yang menerimanya.
-
Kenapa orang Islam perlu bayar Fidyah? Fidyah sendiri merupakan denda yang wajib dibayarkan karena meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan.
-
Siapa saja yang wajib membayar fidyah? Fidyah diperintahkan bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit parah atau lanjut usia yang tidak memungkinkan untuk berpuasa, serta ibu hamil atau menyusui yang khawatir akan kondisi diri atau bayinya jika berpuasa.
-
Kenapa orang membayar fidyah? Fidyah sendiri merupakan denda yang wajib dibayarkan karena meninggalkan kewajiban puasa Ramadhan.
Fidyah adalah denda yang harus dibayar oleh seorang muslim karena tidak bisa berpuasa Ramadan karena alasan tertentu, seperti sakit menahun, tua renta, hamil atau menyusui.
Fidyah berasal dari kata “fadaa” yang berarti mengganti atau menebus. Fidyah dapat berupa memberi makan orang miskin sebanyak satu mud (1,25 kg) makanan pokok untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Dalil Mengganti Puasa Orang yang Meninggal
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang mempuasakan dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil lainnya
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Ada seseorang pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari dan Muslim).”
Tapi yang harus diketahui adalah hadis di atas diperuntukkan bagi orang yang tidak puasa karena ada uzur (seperti sakit) lalu masih memiliki kemampuan dan waktu untuk mengqadha’ ketika uzurnya hilang sebelum meninggal dunia.
Namun bagi yang tidak berpuasa karena uzur lantas tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang puasanya dan meninggal dunia sebelum hilangnya uzur atau meninggal dunia setelahnya, dan tidak memiliki waktu untuk mengqadha’ puasanya, maka tidak ada qadha’ baginya, tidak ada fidyah dan tidak ada dosa untuknya.'
Berkaitan dengan hal ini, Imam Nawawi berkata,
“Barangsiapa masih memiliki utang puasa Ramadan, ia belum sempat melunasinya lantas meninggal dunia, maka perlu dirinci. Jika ia menunda utang puasanya karena ada uzur lantas ia meninggal dunia sebelum memiliki kesempatan untuk melunasinya, maka ia tidak punya kewajiban apa-apa.
Karena ini adalah kewajiban yang tidak ada kesempatan untuk melakukannya hingga meninggal dunia, maka kewajiban itu gugur sebagaimana dalam haji.
Al-Majmu’, 6:367
Beliau melanjutkan,
Sedangkan jika uzurnya hilang dan masih memiliki kesempatan untuk melunasi namun tidak juga dilunasi hingga meninggal dunia, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin, di mana satu hari tidak puasa memberi makan dengan satu mud.”
Al-Majmu’, 6:367
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia lantas ia masih memiliki utang puasa sebulan, maka hendaklah memberi makan (menunaikan fidyah) atas nama dirinya bagi setiap hari tidak puasa.” (HR. Tirmidzi)
Dalil dibolehkannya melunasi utang puasa almarhum dengan fidyah
Berapa standar pemberian fidyah?
Syaikh Musthafa Al-Bugha memiliki pendapat terkait hal ini sebagaimana yang ada dalam At-Tadzhib halaman 115, yaitu:
Standar fidyah
“Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya, yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman, dan buah-buahan. Karena saat ini makanan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau sejenisnya. Fakir miskin saat ini biasa menyantap khubz (roti) atau nasi, dan kadang mereka tidak menggunakan lauk daging atau ikan. Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fikih (fuqaha) di masa silam. Karena apa yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka.”