Mengenal Apa Itu Rasis dan Dampaknya pada Kesehatan Tubuh dan Mental

Merdeka.com - Rasisme telah menjadi fenomena yang meresap dalam sejarah manusia, menyisakan bekas luka dan konflik yang mendalam. Dalam masyarakat yang semakin terhubung secara global, penting bagi kita untuk memahami apa itu rasis, masalah yang telah menghancurkan kehidupan dan membagi manusia menjadi kelompok-kelompok yang tidak adil.
Apa itu rasis adalah proses di mana sistem dan kebijakan, tindakan, dan sikap menciptakan peluang dan hasil yang tidak adil bagi orang-orang berdasarkan ras. Rasisme lebih dari sekedar prasangka dalam pikiran atau tindakan. Ini terjadi ketika prasangka ini – baik individu maupun institusional – disertai dengan kekuatan untuk mendiskriminasi, menindas atau membatasi hak orang lain.
Apa itu rasis dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kesetaraan. Rasisme dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, termasuk sikap merendahkan, diskriminasi dalam kesempatan kerja, akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, perlakuan buruk dalam sistem peradilan pidana, serta kekerasan fisik atau verbal yang didasarkan pada ras.
Dalam artikel kali ini, dibahas lebih lanjut tentang apa itu rasis dan bagaimana dampaknya pada kesehatan orang yang mengalaminya.
Apa Itu Rasis?
Meski sudah menjadi pembahasan bagi masyarakat luas, beberapa orang mungkin masih bingung dengan makna apa itu rasis.
Apa itu rasis adalah sebuah keyakinan bahwa manusia dapat dibagi menjadi entitas biologis yang terpisah dan eksklusif yang disebut “ras”. Dikutip britannica.com, pembagian ini dipercaya memiliki hubungan kausal antara ciri-ciri fisik yang diwariskan dengan ciri-ciri kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan ciri-ciri budaya dan perilaku lainnya; dan bahwa beberapa ras secara bawaan lebih unggul dari yang lain.
©Shutterstock.com/ra2studio
Istilah ini juga diterapkan pada lembaga dan sistem politik, ekonomi, atau hukum yang terlibat sehingga makin melanggengkan diskriminasi atas dasar ras atau memperkuat ketidaksetaraan ras dalam kekayaan dan pendapatan, pendidikan, perawatan kesehatan, hak-hak sipil, dan bidang lainnya.
Rasisme institusional, struktural, atau sistemik seperti itu menjadi fokus khusus penyelidikan ilmiah pada 1980-an dengan munculnya teori ras kritis, cabang dari gerakan studi hukum kritis. Sejak akhir abad ke-20 gagasan ras biologis telah diakui sebagai penemuan budaya, tanpa dasar ilmiah sama sekali.
Secara historis, mereka yang secara terbuka menganut atau mempraktikkan rasisme berpendapat bahwa anggota ras berstatus rendah harus dibatasi pada pekerjaan berstatus rendah dan bahwa anggota ras dominan harus memiliki akses eksklusif ke kekuasaan politik, sumber daya ekonomi, pekerjaan berstatus tinggi, dan hak sipil tak terbatas.
Pengalaman hidup rasisme bagi anggota ras yang dianggap rendah mencakup tindakan kekerasan fisik, penghinaan, dan tindakan serta ekspresi verbal yang menghina dan tidak hormat. Semua tindakan tersebut memiliki efek mendalam pada harga diri dan hubungan sosial orang yang mengalaminya.
Dampak Kesehatan dari Rasisme
Tinjauan sistematis tahun 2015 mengumpulkan hasil dari hampir 300 penelitian untuk meneliti bagaimana rasisme memengaruhi kesehatan fisik dan mental orang Amerika Asia, Amerika Afrika, dan Amerika Latin.
Kesehatan FisikDikutip dari Medical News Today, tinjauan di atas menemukan bahwa mengalami rasisme berhubungan dengan kesehatan mental yang buruk dan, pada tingkat yang lebih rendah, berakibat pada kesehatan fisik yang buruk.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa stres akibat rasisme dapat memiliki efek fisik jangka panjang. Stres dapat meningkatkan tekanan darah dan melemahkan sistem kekebalan tubuh, yang pada gilirannya meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan jangka panjang.
Rasisme memiliki kaitan dengan tingkat stres yang lebih tinggi, sehingga orang dengan kulit berwarna berisiko lebih tinggi tekanan darah tinggi. CDC melaporkan bahwa orang kulit hitam lebih cenderung menderita hipertensi daripada kelompok ras atau etnis lainnya.
Juga, sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa pengalaman rasis juga dapat meningkatkan peradangan pada orang Afrika-Amerika, meningkatkan risiko mengembangkan kondisi kronis seperti penyakit jantung dan penyakit ginjal.
Studi lain menemukan bahwa perlakuan tidak adil terhadap orang kulit berwarna secara signifikan memengaruhi pola tidur dan fungsi fisiologis di usia paruh baya.
Banyak penelitian mengutip rasisme struktural dalam perawatan medis sebagai faktor kunci dalam kesehatan fisik yang buruk. Misalnya, sebuah studi tahun 2016 tentang bias rasial dan pengelolaan nyeri menemukan hubungan antara nyeri yang tidak diobati pada pasien kulit hitam dan keyakinan biologis yang salah, seperti, "kulit orang kulit hitam lebih tebal daripada kulit orang kulit putih."
Kesehatan MentalMeta-analisis 2015 menemukan bahwa hubungan antara rasisme dan kesehatan mental dua kali lebih kuat dari hubungan antara rasisme dan kesehatan fisik. Dari sampel peneliti tersebut, BIPOC (Black, Indigenous, and people of color) yang melaporkan pengalaman rasisme juga mengalami masalah kesehatan mental berikut:
Kebencian terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik melonjak selama pandemi COVID-19, dan studi tahun 2021 menemukan bahwa diskriminasi ras/etnis terkait COVID-19 berkaitan dengan risiko depresi, kecemasan, menyakiti diri sendiri, dan pikiran bunuh diri yang lebih besar di antara siswa Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik.
Sebuah makalah tahun 2018 menyatakan bahwa ketakutan akan rasisme itu sendiri berbahaya dan dapat merusak karakteristik kesehatan mental yang baik, seperti ketahanan, harapan, dan motivasi. Makalah tersebut juga menggarisbawahi bagaimana serangan verbal dan fisik dapat menyebabkan PTSD.
Pentingnya Melawan Rasisme
©AFP PHOTO
Melawan rasisme adalah suatu keharusan yang mendesak dan memiliki banyak alasan penting. Berikut adalah beberapa alasan pentingnya untuk melawan rasisme:
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya