Ditiadakan Tahun Ini, Begini Makna di Balik Tradisi Grebeg Syawal di Hari Lebaran

Merdeka.com - Grebeg Syawal merupakan acara rutin yang diselenggarakan Kraton Yogyakarta dalam memperingati Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Tak hanya punggawa kerajaan, acara ini juga bisa diikuti masyarakat umum. Tradisi ini diadakan sebagai bentuk rasa syukur “Ngarso Dalem” terhadap berakhirnya masa puasa di Bulan Ramadan.
Salah satu ciri khas acara ini adalah adanya prosesi Gunungan, yaitu setumpuk makanan yang disajikan dalam bentuk gunung yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.
Sebelum dibagikan ke masyarakat, gunungan terlebih dahulu diarak dari Pagelaran Kraton Yogyakarta ke halaman Masjid Gede Kauman yang berjarak kurang lebih 1 kilometer. Dalam acara ini, total ada tujuh gunungan yang diarak.
Digelar Setelah Salat Ied
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Prosesi keluarnya 'Gunungan' dimulai pada pukul 10.00 WIB, usai salat ied. Namun sebelum waktu tersebut, ribuan orang sudah berduyun-duyun mendatangi Alun-Alun Utara, tempat acara Grebeg Syawal akan berlangsung.
Setelah melalui prosesi doa, gunungan kemudian dilepas untuk diperebutkan oleh masyarakat. Inilah bagian yang ditunggu-tunggu di mana masyarakat berebut mendapatkan bagian sebanyak mungkin.
Wujud Rasa Syukur
©2019 Merdeka.com
Dilansir Menpan.go.id, Tradisi Grebeg Syawal diselenggarkan sebagai bentuk rasa syukur dan sedekah dalam bentuk pertanian. Oleh karena itulah pada hakikatnya bukan dilihat dari seberapa banyak bagian gunungan yang berhasil didapat, namun seberapa banyak manfaat dan keberkahan dari hasil bumu tersebut.
Selain itu Tradisi Grebeg Syawal merupakan simbol hajat dalem yang bermakna sebagai bentuk kedermawanan Sultan terhadap rakyatnya. Pada saat tradisi tersebut dilaksanakan, Sultan berkenan memberikan sedekah berupa makanan dari berbagai hasil bumi yang disusun seperti gunung.
Telah Berlangsung Ratusan Tahun
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Tradisi Grebeg Syawal telah diadakan selama ratusan tahun. Dalam tradisi ini, Kraton Jogja biasanya mengeluarkan tujuh gunungan dengan rincian lima gunungan untuk ditaruh di Masjid Gede, satu untuk ditaruh di Pura Pakualaman, dan satu lagi ditaruh di Kepatihan.
Menurut Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat, gunungan yang akan dibagikan itu sudah dido’akan sebelumnya, sehingga akan mendatangkan manfaat bagi yang menerimanya.
“Sesuatu yang sudah didoakan itu Insya Allah mempunyai nilai lebih. Tapi kalau makanan sudah dido’akan, Insya Allah manfaatnya jauh lebih besar. Harapan kita memang seperti itu,” jelas KRT Akhmad Mukshin dikutip Merdeka.com dari Menpan.go.id.
Bagian dari Nilai Historis Jogja
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Menurut Bupati Sepuh Kadipaten Puro Pakualaman KRT Projoanggono, tradisi Grebeg Syawal merupakan bagian dari nilai historis Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia juga menyampaikan pesan pada masyarakat untuk tetap menjaga tradisi tersebut.
“Semoga acara ini terus menjadi spirit bagi DIY karena Kraton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman menjadi pusat kebudayaan DIY. Semestinya tradisi ini terus dijaga,” ujar KRT Projoanggono dikutip dari Jogjaprov.go.id.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya