Ditiadakan Tahun Ini, Begini Makna di Balik Tradisi Grebeg Syawal di Hari Lebaran
Merdeka.com - Grebeg Syawal merupakan acara rutin yang diselenggarakan Kraton Yogyakarta dalam memperingati Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Tak hanya punggawa kerajaan, acara ini juga bisa diikuti masyarakat umum. Tradisi ini diadakan sebagai bentuk rasa syukur “Ngarso Dalem” terhadap berakhirnya masa puasa di Bulan Ramadan.
Salah satu ciri khas acara ini adalah adanya prosesi Gunungan, yaitu setumpuk makanan yang disajikan dalam bentuk gunung yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat.
Sebelum dibagikan ke masyarakat, gunungan terlebih dahulu diarak dari Pagelaran Kraton Yogyakarta ke halaman Masjid Gede Kauman yang berjarak kurang lebih 1 kilometer. Dalam acara ini, total ada tujuh gunungan yang diarak.
-
Bagaimana Grebeg Syawal dirayakan? Kegiatan Grebeg Syawal diawali dengan masuknya keluarga keraton ke pintu Bangsal Pasujudan, Keluar di pintu Penganten dan berakhir di Bangsal Pesanggrahan untuk beristirahat.
-
Kapan Grebeg Syawal diadakan? Grebeg Syawal merupakan tradisi Kraton Yogyakarta yang digelar tepat pada Hari Raya Idul Fitri. Tradisi itu konon sudah dilaksanakan sejak abad ke-16.
-
Kapan Festival Upacara Adat Sleman diselenggarakan? Festival ini dilaksanakan selama dua hari yaitu dari tanggal 19-20 Juni 2024.
-
Apa yang dirayakan di Hari Raya Galungan? Hari Galungan dan Kuningan adalah hari diperingati untuk merayakan kemenangan dharma atau kebaikan melawan adharma atau kejahatan.
-
Apa acara yang dirayakan? Acara gender reveal diadakan serentak dengan ulang tahun Michael di Bali.
-
Bagaimana cara warga Banjarnegara sambut Ramadan dengan grebeg gunungan? Berbagai gunungan berisi buah-buahan, sayur mayur, serta palawija diarak keliling pusat Kota Banjarnegara.
Digelar Setelah Salat Ied
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Prosesi keluarnya 'Gunungan' dimulai pada pukul 10.00 WIB, usai salat ied. Namun sebelum waktu tersebut, ribuan orang sudah berduyun-duyun mendatangi Alun-Alun Utara, tempat acara Grebeg Syawal akan berlangsung.
Setelah melalui prosesi doa, gunungan kemudian dilepas untuk diperebutkan oleh masyarakat. Inilah bagian yang ditunggu-tunggu di mana masyarakat berebut mendapatkan bagian sebanyak mungkin.
Wujud Rasa Syukur
©2019 Merdeka.com
Dilansir Menpan.go.id, Tradisi Grebeg Syawal diselenggarkan sebagai bentuk rasa syukur dan sedekah dalam bentuk pertanian. Oleh karena itulah pada hakikatnya bukan dilihat dari seberapa banyak bagian gunungan yang berhasil didapat, namun seberapa banyak manfaat dan keberkahan dari hasil bumu tersebut.
Selain itu Tradisi Grebeg Syawal merupakan simbol hajat dalem yang bermakna sebagai bentuk kedermawanan Sultan terhadap rakyatnya. Pada saat tradisi tersebut dilaksanakan, Sultan berkenan memberikan sedekah berupa makanan dari berbagai hasil bumi yang disusun seperti gunung.
Telah Berlangsung Ratusan Tahun
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Tradisi Grebeg Syawal telah diadakan selama ratusan tahun. Dalam tradisi ini, Kraton Jogja biasanya mengeluarkan tujuh gunungan dengan rincian lima gunungan untuk ditaruh di Masjid Gede, satu untuk ditaruh di Pura Pakualaman, dan satu lagi ditaruh di Kepatihan.
Menurut Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat, gunungan yang akan dibagikan itu sudah dido’akan sebelumnya, sehingga akan mendatangkan manfaat bagi yang menerimanya.
“Sesuatu yang sudah didoakan itu Insya Allah mempunyai nilai lebih. Tapi kalau makanan sudah dido’akan, Insya Allah manfaatnya jauh lebih besar. Harapan kita memang seperti itu,” jelas KRT Akhmad Mukshin dikutip Merdeka.com dari Menpan.go.id.
Bagian dari Nilai Historis Jogja
©2017 Merdeka.com/Purnomo Edi
Menurut Bupati Sepuh Kadipaten Puro Pakualaman KRT Projoanggono, tradisi Grebeg Syawal merupakan bagian dari nilai historis Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia juga menyampaikan pesan pada masyarakat untuk tetap menjaga tradisi tersebut.
“Semoga acara ini terus menjadi spirit bagi DIY karena Kraton Ngayogyakarta dan Puro Pakualaman menjadi pusat kebudayaan DIY. Semestinya tradisi ini terus dijaga,” ujar KRT Projoanggono dikutip dari Jogjaprov.go.id.
(mdk/shr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Banyak makna filosofis yang terkandung dalam tradisi ini
Baca SelengkapnyaTradisi syawalan di Pulau Jawa telah berlangsung lintas generasi.
Baca SelengkapnyaAcara Grebeg Maulud digelar setiap tahun. Setiap perayaan itu menyimpan momen sejarahnya masing-masing.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaSetiap wilayah di Indonesia punya caranya masing-masing dalam menyambut Hari Lebaran
Baca SelengkapnyaKawasan wisata Bromo ditutup untuk wisatawan mulai 21-24 Juni 2024.
Baca SelengkapnyaMengawali acara besar Grebeg Mulud, Keraton Yogyakarta melakukan tradisi menyebar udhik-udhik. Animo masyarakat untuk mengikuti prosesi ini cukup besar.
Baca SelengkapnyaTradisi ngirab selalu dilaksanakan untuk memperingati hari Rebo Wekasan.
Baca SelengkapnyaUpacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Baca SelengkapnyaAda banyak cara yang dilakukan warga Jateng dalam menyambut datangnya Bulan Suci Ramadan
Baca SelengkapnyaTradisi Lebaran bukan cuma soal mudik dan makan ketupat. Di berbagai daerah banyak sekali tradisi dilakukan secara turun temurun dan hanya ada saat Lebaran.
Baca SelengkapnyaPerbedaan hari Lebaran tidak pernah mereka permasalahkan.
Baca Selengkapnya