Fakta Unik Kelenteng Hok An Kiong Muntilan, Punya Tempat Menancapkan Dupa Terbesar di Asia Tenggara
Perkembangan Kota Muntilan sebagai salah satu pusat perekonomian di Kabupaten Magelang tak bisa lepas dari keberadaan kelenteng itu.

Berada di antara Kota Magelang dan Yogyakarta, Muntilan merupakan kota kecil bersejarah. Di kota itu, toleransi umat beragama begitu terjaga. Bahkan di sana ada sebuah gereja Katolik yang berdiri di tengah kampung Muslim.
Ada pula sebuah pondok pesantren yang berdiri berdampingan dengan bangunan candi. Di sana pula ada kawasan pecinan yang di tengah-tengahnya berdiri sebuah keleteng bersejarah. Kelenteng itu bernama Hok An Kiong. Perkembangan Kota Muntilan sebagai salah satu pusat perekonomian di Kabupaten Magelang tak bisa lepas dari keberadaan kelenteng itu.
Lalu seperti apa sejarah pembangunan Kelenteng Hok An Kiong? Apa hal yang Istimewa dari keleteng itu? Berikut selengkapnya:
Sejarah Pembangunan Kelenteng Hok An Kiong

Mengutip Beritamagelang.id, Kelenteng Hok An Kiong berdiri pada tahun 1878. Awalnya kelenteng itu dibangun di sebelah selatan Jalan Pemuda. Saat itu bangunannya masih terbuat dari anyaman bambu. Pada tahun 1906, bangunan kelenteng dipindahkan ke sebelah utara Jalan Pemuda hingga sekarang.
Pembangunan kelenteng itu tak bisa dilepaskan dari perkembangan Kota Muntilan yang menjadi pusat perekonomian daerah. Saat itu banyak orang Tionghoa datang ke Muntilan untuk membuka usaha perdagangan. Selaras dengan berkembangnya usaha mereka, komunitas Tionghoa juga membutuhkan tempat beribadah sesuai dengan kepercayaan tradisional yang mereka anut.
Hio-lo Terbesar se-Asia Tenggara

Salah satu keunikan yang dimiliki Kelenteng Hok An Kiong adalah keberadaan Hio-lo atau tempat menancapkan dupa yang terbesar se-Asia Tenggara. Hio-lo itu terbuat dari bahan perunggu dan didatangkan langsung dari Negeri China. Hio-lo yang dibuat pada tahun 2002 itu memiliki panjang 158 cm, diameter 188 cm, dan berat 3,8 ton.
Mengutip Beritamagelang.id, Kompleks Kelenteng Hok An Kiong berada di atas tanah seluas 3.120 meter persegi. Bangunan utamanya memiliki luas 299,25 meter persegi dengan panjang 28,5 meter dan lebar 10,5 meter. Bangunan utama ini dibagi menjadi tiga pelataran kecil yang dibatasi pagar.
Ruang utama berfungsi sebagai tempat upacara ritual dan sembahyang. Di bagian ini ada arca dewa, piranti upacara, dan sesaji. Di sisi timur dan barat ada pagoda kecil sebagai tempat untuk membakar toa kim yang digunakan setelah sembahyang. Toa kim merupakan uang emas atau kertas sembahyang yang merupakan salah satu sarana dalam melaksanakan ibadah.
Altar Buat Gus Dur

Pegiat budaya asal Magelang, Aris Munandar, mengatakan bahwa Kelenteng Hok An Kiong menjadi tempat yang tepat untuk mempelajari sejarah dan pluralisme di Magelang. Ia menjelaskan, kelenteng itu menjadi sebuah tempat ibadah dari lima ajaran sekaligus, yaitu kepercayaan rakyat, ajaran tradisi kebudayaan, Kong Hu Cu, pemeluk agama Buddha, dan penganut Taoisme.
Sementara itu, Kyai Afifudin, salah seorang aktivis kerukunan beragama di Magelang mengatakan bahwa di Kelenteng Hok An Kiong terdapat altar khusus yang didedikasikan kepada tokoh keberagaman sekaligus Presiden ke-4 Republik Indonesia Gus Dur. Sementara itu tokoh politik dan calon Bupati Magelang, Sudaryanto, mengaku sengaja datang ke kelenteng itu untuk belajar toleransi.
“Sekaligus untuk pembelajaran bahwa ketika masuk ke salah satu tempat ibadah, manusia tidak secara otomatis berpindah keyakinan. Karena bisa saja seseorang itu ingin belajar hal baik. Bukankah hal baik ada di semua tempat,” ujar Sudaryanto dikutip dari Liputan6.com pada Jumat (18/10).