Viral karena Jadi Ajang Pamer, Ini Filosofi Tahlilan Kematian yang Sering Digelar Masyarakat Jawa
Tahlilan digelar setiap hari hingga tujuh hari kematian.
Tahlilan digelar setiap hari hingga tujuh hari kematian.
Viral karena Jadi Ajang Pamer, Ini Filosofi Tahlilan Kematian yang Sering Digelar Masyarakat Jawa
Baru-baru ini, warganet Madura digegerkan dengan tulisan di sebuah media yang mengungkap bahwasanya tahlilan kematian di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur jadi ajang pamer antartetangga. Mengutip Instagram @bangkalan.ku, penulis, Siti Halwah menyatakan bahwa biaya tahlilan kematian di perdesaan Bangkalan setara dengan biaya pesta pernikahan. Mahalnya biaya tahlilan dikarenakan keluarga yang berduka harus membeli suguhan hingga isian berkat. Tak jarang mereka saling berlomba menunjukkan isi berkat paling mewah. Tulisan ini pun menuai pro kontra.
Pro Kontra
Unggahan Instagram @bangkalan.ku dibanjiri komentar warganet. Sebagian memperkuat opini Siti Halwah bahwa tahlilan kematian memang menguras harta. Namun, tak sedikit juga yang kontra dengan opini tersebut. Mereka memberi kesaksian bahwa banyak masyarakat di Bangkalan yang menggelar tahlilan kematian sesuai kemampuan mereka dan tidak bermewah-mewahan sekadar untuk ajang pamer.
Filosofi
Tahlilan merupakan tradisi Islam Nusantara untuk menyatakan simpati dan empati kepada keluarga yang ditimpa musibah kematian.
Mengutip Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan UIN Jambi (2017), tahlilan merupakan ajaran yang dibawa Sunan Ampel dari Champa, Vietnam. Said Aqil Siraj mengungkapkan, secara geneologis ajaran Islam yang ada di Champa pada
waktu itu adalah ajaran Islam yang dibawa dari Timur Tengah. Prosesi yang dilakukan
dalam tradisi tahlilan semuanya memiliki landasan (dalil), baik dari Al-Qur’an maupun hadis.
Ahmas Mas'ari dan Syamsuatir menegaskan bahwa ajaran dan nilai-nilai Islam masuk dalam tahlilan kematian. Di antaranya sedekah, membaca Al-Qur’an, zikir, doa, tahlil, dan tausiyah. Cendikiawan Muslim, Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa tahlilan banyak manfaatnya. Di
antaranya: keluarga yang mendapatkan musibah merasa
terhibur dengan kedatangan tamu untuk ikut mengadakan doa bersama bagi
almarhum yang meninggal maupun keluarga yang ditinggal. Kedua, tahlilan juga menjadi ajang silaturahmi antartetangga dan teman dekat.
Ketiga, doa yang
dipanjatkan beramai-ramai dan tulus untuk almarhum InsyaAllah didengar dan dikabulkan Tuhan, sehingga dipermudah
perjalanan rohnya menuju tempat yang lebih membahagiakan.
Tradisi
Mengutip situs resmi Desa Dero Kabupaten Ngawi, tahlilan biasanya dilakukan pada malam pertama setelah seseorang meninggal dunia dan pada malam-malam tertentu setelah itu, seperti pada hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1.000 setelah kematian.
Ada juga yang menggelar tahlilan setiap hari hingga tujuh hari kematian. Kebiasaan ini berbeda di masing-masing daerah.
Pelaksanaan
Pada malam pertama, tahlilan yang digelar di rumah almarhum biasanya dihadiri keluarga dan tetangga. Selama acara tahlilan, dibacakan doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur'an untuk memohon ampun dan rahmat Allah SWT. Selain itu, tahlilan juga sering diisi dengan pembacaan selawat dan zikir untuk menguatkan iman dan mendekatkan diri pada Allah.
Pada hari ke-7 setelah kematian, tahlilan dilakukan untuk memberikan penghormatan terakhir dan memperkuat iman keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, tahlilan hari ke-7 juga dianggap sebagai hari yang penting dalam mempersiapkan almarhum menghadap Allah SWT.
Pada hari ke-40 setelah kematian, tahlilan dilakukan untuk menandai berakhirnya masa berkabung yang dianggap masa paling berat bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sedangkan pada hari ke-1.000 setelah kematian, tahlilan dilakukan oleh keturunan atau keluarga terdekat yang masih hidup sebagai bentuk penghormatan dan mengenang almarhum.