Profil
Kuntowijoyo
Kuntowijoyo adalah seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan dari Indonesia. Semasa hidupnya, Kuntowijoyo adalah guru besar sejarah di Universitas Gadjah Mada. Ia juga dikenal sebagai pengarang berbagai judul novel, cerpen dan puisi, pemikir dan penulis beberapa buku tentang Islam, kolomnis di berbagai media, aktivis berintegritas di Muhammadiyah, dan sangat sering menjadi penceramah di masjid.
Pria yang telah menulis lebih dari 50 buku ini merupakan sastrawan dan budayawan yang sangat arif, dia juga pemikir Islam yang cerdas, jujur dan berintegritas. Sebagai dosen, meski dalam kondisi sakit, ia tetap mau merelakan waktunya untuk membimbing mahasiswanya.
Minat belajar sejarah Kuntowijoyo sudah terlihat sejak ia masih kecil. Ketika ia masih belajar di madrasah ibtidaiyah, Kunto kecil sangat kagum kepada guru mengajinya, Mustajab, yang pandai menerangkan peristiwa sejarah Islam secara dramatik. Ia merasa seolah-olah ia ikut mengalami peristiwa yang dituturkan sang Ustad tersebut. Sejak saat itu, Kunto pun tertarik dengan sejarah.
Di bangku kuliah, Kunto akrab dengan dunia seni dan teater. Ia pernah menjabat sebagai sekretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi) dan ketua dari Studi Grup Mantika hingga tahun 1971, sehingga ia berkesempatan bergaul dengan beberapa seniman dan budayawan muda, seperti Arifin C. Noer, Syu'bah Asa, Ikranegara, Chaerul Umam dan Salim Said.
Kemampuan menulis Kunto diakuinya diasah dengan cara banyak belajar membaca dan menulis sekaligus. Ia kemudian berhasil melahirkan sebuah novel berjudul Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari dan dimuat di Harian Jihad sebagai cerita bersambung.
Selain menjadi seorang sejarawan dan seniman, Kunto juga seorang kiai. Ia ikut membangun dan membina Pondok Pesantren Budi Mulia pada 1980 dan mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta di tahun yang sama. Dia menyatu dengan pondok pesantren yang menempatkan dirinya sebagai seorang kiai.
Kunto merupakan seorang aktivis Muhammadiyah dan pernah menjadi anggota PP Muhammadiyah. Bahkan ia pernah melahirkan sebuah karya Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru. Menurut ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. Syafii Maarif, Kunto merupakan sosok pemikir Islam yang sangat berjasa bagi perkembangan Muhammadiyah karena kritiknya cukup pedas tetapi merupakan pemikiran yang sangat mendasar.
Anak kedua dari sembilan bersaudara ini menghembuskan napasnya yang terakhir akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare, dan ginjal yang diderita setelah beberapa tahun mengalami serangan virus meningo enchephalitis. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak.