Profil
Mohammad Hoesni Thamrin
Thamrin adalah tokoh Betawi yang memiliki darah Belanda dari kakeknya, sedangkan ayahnya seorang Wedana tahun 1908 di bawah Bupati. Setelah menyelesaikan pendidikannya di sebuah sekolah Belanda Koning Willem II, Thamrin bekerja di kepemerintahan sebelum akhirnya bekerja di perusahaan perkapalan Koniklijke Paketvaart-Maatschappij tahun 1927.
Thamrin terpilih menjadi Dewan Kota Jakarta di tahun 1919 kemudian tahun 1935 dipercaya menjadi anggota Volksraad dewan rakyat mewakili kelompok Probumi/Inlander, tahun 1939 melalui mosinya meminta Indonesia, Indonesisch, dan Indonesier (Indonesia, Bahasa Indonesia, dan Rakyat Indonesia) digunakan sebagai pengganti Nederlands Indie, Nederlands Indische dan Inlander. Berasal dari keluarga menengah dengan sebagian darah Belanda mengaliri tubuhnya tak membuat luntur Thamrin membela rakyat Indonesia, di dalam Volksraad sering kali dia menunjukkan perlawanan akan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Indonesia dan hanya menguntungkan Belanda seperti pembangunan perumahan elit Menteng dengan anggaran prioritas daripada perbaikan perkampungan kumuh, juga penetapan harga beli komoditas hasil rakyat yang lebih rendah daripada hasil perkebunan swasta Belanda, juga terkait pajak serta anggaran untuk angkatan perang yang jauh lebih tinggi daripada anggaran untuk pertanian.
Sahabat Soekarno ini juga aktif di organisasi Partai Indonesia Raya (Parindra) sejak bergabung tahun 1935 bahkan tahun 1938 terpilih sebagai Ketua saat dokter Sutomo. Husni Thamrin merupakan salah satu pelopor bergabungnya 4 organisasi nasional dalam 1 nama Gaboengan Politiek Indonesia (GAPI) di bulan Mei 1939 yang memiliki 4 tujuan utama: Indonesia menentukan nasib sendiri, persatuan nasional, pemilihan secara demokrasi, dan solidaritas antara warga Indonesia dan Belanda untuk memerangi fasisme.
Pada 6 januari 1941 atas tuduhan bekerja sama dengan Jepang, Husni thamrin dikenakan tahanan rumah dan tidak boleh mendapat kunjungan dari siapapun hingga 5 hari kemudian meninggal tanggal 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta
Riset dan analisa oleh Eko Setiawan