Profil
Muhammad Ade Irawan
Muhammad Ade Irawan ada pianis muda kebanggaan Indonesia. Betapa tidak, banyak musisi internasional mengakui bakat pemuda kelahiran Colchester, Inggris pada 15 Januari 1994 ini. Mengenal musik jazz dan telah bermain piano mainan sejak berusia 3 tahun, Irawan membuat terperangah dunia musik internasional dengan kemampuannya dalam bermusik. Uniknya, keindahan seorang Ade Irawan justru terpaut erat dengan kekurangan fisik yang melekat pada sosoknya, tunanetra.
Dan tidak seperti manusia kebanyakan, Irawan tidak perlu dua bola mata untuk melihat dunia. Sejak lahir, musisi ini seperti sudah dirancang untuk mencerap dunia sekitar langsung dengan jiwanya. Ketika orangtuanya mengajak 'menonton' konser musik jazz pada usia 5 tahun, Irawan merekam semua peristiwa musikal di panggung langsung melalui jiwanya dan kelak akan menyalurkan ke semua jemarinya di atas tuts piano.
Memang, meski memiliki postur tubuh atletis dan wajah tergolong rupawan, bukan dua kelebihan fisik ataupun kekurangan lainnya yang membuat pianis ulung ini selalu bersemangat menjalani kehidupan. Adalah musik yang menyatu dalam jiwa yang mampu mengubah sosok pendiam Ade Irawan menjadi salah satu musisi jazz handal kebanggaan dunia internasional.
Bisa dibilang 'mata' Ade Irawan semua berpindah ke 5 pasang jari di tangannya ketika memencet papan kunci piano. Ditambah kemahiran membuat bunyi berirama melengking bak terompet dari mulut dan kemampuan melantunkan scatting [improvisasi suku kata nir-makna untuk meniru atau mengiringi bunyi nada - pen.] yang banyak dipelajari dari musisi dan penyanyi jazz legendaris George Benson, serta totalitas bermusik yang dilatih secara otodidak dari berbagai panggung jazz di Chicago, Amerika; lahir sudah mukjizat musikal bernama Muhammad Ade Irawan yang telah banyak diakui para musisi jazz terkemuka di Amerika Serikat sebagai salah satu pianis jazz terbaik di dunia.
Musisi tunanetra ini mulai jatuh cinta kepada musik jazz sejak berusia 9 tahun setelah mendengar banyak kaset rekaman musisi jazz kenamaan, Bobby chen. Bakat Irawan kian terasah ketika tinggal selama 4 tahun di Chicago, Amerika Serikat, mengikuti sang ibu yang bertugas sejak 2004.
Berada tepat di pusat musik jazz dan blues berkembang pesat, Irawan secara tetap naik ke panggung Jazz Links Jam Session di Chicago Cultural Center saat usianya baru menginjak 12 tahun. Pada 2006 - 2007, pianis ajaib ini mulai bermain di berbagai panggung festival kota Chicago seperti Chicago Winter Jazz Festival dan Chicago Jazz Festival di Millennium Park Chicago. Dan setiap tahun, mulai 2004 hingga 2007, Irawan juga selalu meraih gelar juara pertama lomba cipta lagu antarsekolah di negara bagian Illinois.
Tak heran jika kerja keras Ade Irawan berlatih dan bermusik jazz kemudian membawanya bertemu sederet 'pakar' jazz dan blues kenamaan dari Amerika Serikat seperti Coco Elysses-Hevia, Robert Irving III, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ernie Adams, dan Ryan Cohen. Kelihaian jemari dan kehalusan musikal Ade Irawan membuatnya dipercaya sebagai pianis tetap pada acara musik Farnsworth School di Chicago dan pengisi tetap Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center.
Ketika kembali ke tanah air pada 2008 lalu, penampilan Ade Irawan langsung membuat jatuh hati pianis klasik, komposer, penulis, karikaturis dan pembawa acara Jaya Suprana. Tak urung, 'bakul jamu Cap Jago' ini berkomentar bahwa keindahan musikal Ade Irawan merupakan tanda keberadaan Tuhan. Dengan gaya tuturnya yang unik, pendiri MURI (Museum Rekor Indonesia) ini bahkan menantang para atheis untuk menyaksikan penampilan Irawan dan, sambil berharap tentu saja, segera sadar bahwa makhluk musikal seindah Irawan tidak mungkin menjadi luaran dari pekerjaan usil atau iseng sistem evolusi.
Dan sejak kembali ke Indonesia, Ade Irawan sering tampil bersama musisi jazz nasional seperti Idang Rasjidi Sync., termasuk berkeliling bersama Jaya Suprana School of Performing Arts untuk tampil di Warsawa, Polandia yang notabene merupakan pusat pianis dunia pada 2011 baru lalu.
Riset dan analisis: Desti Ayu Ruhiyati - Mochamad Nasrul Chotib