Enam Gunung Api Berstatus Siaga dan Awas, Panglima TNI Bentuk Pasukan Reaksi Cepat
TNI juga telah membentuk dapur umum terkait erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto bakal membentuk Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRCPB) di setiap Kodam.
Hal ini terkait dengan beberapa gunung yang berstatus siaga antara lain, Gunung Awu (Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara), Gunung Ibu (Pulau Halmahera, Maluku) Gunung Iya (Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur), Gunung Marapi (Kabupaten Tanah Datar dan Agam, Sumatera Barat) dan Gunung Merapi (Jawa Tengah-D.I Yogyakarta).
"Dan nanti TNI akan membentuk PRCPB. Jadi, setiap Kodam nanti ada Bataliyon yang siaga untuk PRCPB dan apabila di wilayahnya terjadi bencana, pasukan itu yang bergerak cepat," kata Agus kepada wartawan di Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Senin (11/11).
TNI juga telah membentuk dapur umum terkait erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Tak hanya itu, TNI juga mengerahkan tim kesehatan lapangan bekerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk menangani korban.
"Dan TNI juga berkolaborasi dengan instansi lain seperti kepolisian, BNPB, dan kementerian lain, kementerian sosial, dan kementerian yang lain juga sudah berada di lokasi," ujar Agus.
Sebelumnya, Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terus menerus erupsi menjadi tontonan menyeramkan bagi para pengungsi di posko.
Sejak Sabtu (9/11) kemarin hingga Minggu (10/11) hari ini, total erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki sebanyak 17 kali sesuai laporan di grup WhatsApp Info Publik G. A Lewotobi, dengan ketinggian kolom abu maksimal 9.000 meter di atas puncak.
Seperti pada posko pengungsian di Desa Bokang, warga dengan bisa melihat detik-detik Gunung Lewotobi Laki-Laki memuntahkan lahar panas, disertai guguran abu vulkanik, pasir serta bebatuan.
Para pengungsi berharap kondisi Lewotobi Laki-laki kembali pulih. Sehingga mereka bisa beraktivitas normal untuk kehidupan selanjutnya. Mereka juga bersedia jika harus direlokasi pemerintah ke lokasi pemukiman yang baru.
"Itu malam kami lari itu tengah malam jam 12 malam, jadi kami lari juga dengan kerikil dan batu. Kami tidak bisa lihat gunung karena gelap dan hari ini yang paling tinggi daripada kemarin," jelas Antonius Nubapukai warga Hokeng Jaya, yang mengungsi di Desa Bokang.
Menurutnya, bantuan pangan sudah sangat cukup. Namun yang menjadi kendala adalah tempat tidur. Mereka hanya tidur beralaskan terpal di dalam tenda, jika turun hujan maka akan tergenang.