Harvey Moeis Jadi Penampung Hasil Korupsi Timah, Modusnya Ditransfer Pakai Mata Uang Asing
Hal terungkap dalam dakwaan Harvey yang dibacakan oleh JPU di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan Harvey Moeis jadi penampung untuk pembayaran sewa peralatan timah oleh lima perusahaan tambang. Dalam modusnya Harvey meminta agar uang yang ditransfer ke dirinya dengan menggunakan mata uang asing.
Hal terungkap dalam dakwaan Harvey yang dibacakan oleh JPU di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Mulanya Jaksa mengungkapkan adanya penggelembungan harga dalam penyewaan peralatan processing penglogaman timah yang mencapai Rp2,2 Triliun dari Rp738 miliar. Penyepakatan harga itu juga salah satunya diikuti oleh Harvey.
Atas kesepakatan tersebut, sebanyak 5 perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Timah Tbk, mendapatkan crude tin 63 juta Kilogram bijih timah ilegal. Pun biji timah yang didapatkan tersebut berasal dari kolektor ilegal yang pada akhirnya dibeli lagi oleh PT Timah Tbk.
Kelima perusahaan tersebut yakni PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, dan PT Sariwiguna Binasentosa.
"Dari perusahaan-perusahaan boneka milik 5 smelter yang mendapat SPK dari PT Timah, Tbk untuk melakukan pembelian dari penambang-penambang ilegal (perorangan) dalam wilayah IUP PT Timah, Tbk. selanjutnya crude tin sebanyak 63.160.827,42 Kg dibeli oleh PT Timah, Tbk sebesar Rp11.128.036.025.519,00," ungkap Jaksa dalam nota dakwaannya yang dibacakan, Rabu (14/8).
Setelah kerja sama penyewaan alat penglogaman timah ditandatangani, pemilik CV Venus Inti Perkasa Tamron; Suwito Gunawan pemilik PT Stanindo Inti Perkasa; Robert Indarto selaku pemilik PT Sariwiguna Binasentosa; dan Fandi Lie (Fandi Lingga) selaku perwakilan dari PT Tinindo Inter Nusa.
Serahkan Uang ke Harvey Dalam Bentuk Mata Uang Asing
Mereka kemudian menyerahkan uang kepada Harvey dalam bentuk mata uang asing.
"Harvey Moeis meminta kepada Tamron alias Aon, Suwito Gunawan alias AWI, Robert Indarto, Fandi Lingga alias Fandi Lim yaitu uang sebesar USD 500 sampai dengan USD 750/ Mton dengan alasan adanya biaya pengamanan kemudian disepakati oleh keempat orang tersebut," beber Jaksa.
Untuk menyamarkan hasil transaksinya, Harvey meminta kepada kelima orang tersebut untuk untuk menyerahkan uang berkedok biaya Corporate Social Responsibility (CSR) secara tunai ataupun ditransfer dengan mata uang asing.
"Mekanisme pengumpulan dana pengamanan yang seolah-seolah biaya Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut ada yang diserahkan secara langsung kepada HARVEY MOEIS dan ada yang ditransfer melalui Rekening Money Changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya yang seolah-olah uang yang ditransfer tersebut merupakan transaksi penukaran mata uang asing," ungkap Jaksa.