Konsekuensi KPK jika Kasus 2 Politikus PDIP Tidak Kunjung Tuntas
KPK tidak bisa terus menerus tegas dalam berucap tanpa adanya tindakan yang jelas.

'Drama' panjang mewarnai penanganan kasus korupsi yang menyerat dua politikus PDIP, Sekjen Hasto Kristiyanto dan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto yang ditetapkan menjadi tersangka suap Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku, sudah kalah pada gugatan praperadilan melawan KPK. Kini dia kembali mengajukan praperadilan lagi di PN Jakarta Selatan.
Begitu juga dengan Mbak Ita sapaan akrab Wali Kota Semarang itu. Gugatannya kandas setelah ditetapkan menjadi tersangka korupsi di Pemkot Semarang. Namun dalam panggilan pemeriksaan, dia mangkir dengan alasan sakit.
Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara Hery Firmansyah menilai, KPK harus bersikap tegas.
"Ya tentu bola panas di KPK untuk bersikap apa lagi jika sudah diuji di pengadilan, jangan sampai hal semacam ini jadi bahan goreng menggoreng di publik," kata Hery Firmansyah kepada merdeka.com, Selasa (18/2).
Kedua elite partai berlambang banteng moncong putih itu pun seolah memanfaatkan celah di kala penyidik KPK belum menunjukkan tanda-tanda akan segera menahan mereka. Seperti Hasto yang kembali menggugat KPK dengan dua perkara sekaligus.
Atau Mbak Ita yang sudah empat kali mangkir panggilan dari penyidik KPK karena sakit dan harus dirawat, justru terlihat segar bugar ketika menghadiri acara pernikahan.
"Harusnya KPK belajar dari perkara lain yang lambat penanganan dan sikap, mengakibatkan persoalan hukum lain ketika akan dilakukan penegakan hukum berikutnya," ucap Hery.
Menurut Hery, KPK tidak bisa terus menerus tegas dalam berucap tanpa adanya tindakan yang jelas. Sebab dengan tidak adanya langkah tegas dari KPK, maka bakal berimbas pada citra KPK di masyarakat.
"Demi kepastian hukum dan juga demi kepentingan hukum yang sudah dimulai proses hukumnya juga perlu jadi bahan pertimbangan, agar proses tersebut jelas ujungnya apa dengan memperhatikan ketentuan pasal 25 UU Tipikor," tutur Hery.