Kronologi Kericuhan di Tengah Prosesi Tabuh Gamelan Sekaten Keraton Surakarta
Seseorang berambut panjang yang mengenakan kaos hitam juga memukul pesilat Pagar Nusa yang mengawal rombongan Rizki.
Kericuhan mewarnai prosesi adat Ngungelaken Gangsa (membunyikan/tabuh untuk pertama kali gamelan) Sekaten di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Senin (9/9). Kericuhan melibatkan menantu raja SISKS Paku Buwana XIII Hangabehi, KRA Rizki Baruna Aji Diningrat dengan sejumlah orang tak dikenal.
Mereka sempat mendorong dan mencekik Rizki. Bahkan seseorang berambut panjang yang mengenakan kaos hitam juga memukul pesilat Pagar Nusa yang mengawal rombongan Rizki.
Informasi yang dihimpun merdeka.com menyebutkan, kericuhan diawali seusai prosesi tabuh gamelan Sekaten untuk pertama kalinya sekitar pukul 13.50 WIB. Prosesi tabuh gangsa diinisiasi oleh kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin oleh GKR Wandansari atau biasa disapa Gusti Moeng.
Untuk diketahui, LDA sendiri hingga kini masih menyisakan konflik dengan pihak SISKS Paku Buwana XIII Hangabehi.
Tak lama kemudian, Rizki bersama sejumlah orang mengenakan beskap putih dikawal serombongan pesilat Pagar Nusa mendatangi Bangsal Sekati, tempat Gamelan Kyai Guntur Madu dibunyikan.
Ia langsung mendorong salah satu abdi dalem pengrawit, KRT Rawang yang berada tepat di depan pintu masuk Bangsal Sekati. Rizki mempermasalahkan Gamelan yang ditabuh sebelum ia tiba di Bangsal Sekati.
Kedatangan Rizki memicu emosi sejumlah abdi dalem dan kerabat yang berada di lokasi. Mereka mendorong hingga mencekik Rizki hingga keluar dari area Bangsal Sekati.
“Panjenengan ngowahi adat (Anda mengubah adat). Katanya harus sesuai paugeran (aturan adat)? Paugerannya kan harus sesuai dhawuh (perintah) Sinuhun,” ucap Rizki.
Rizki kemudian menunjukkan surat dari raja, yang isinya bahwa dirinya mendapat perintah untuk memimpin prosesi membunyikan gamelan Sekaten.
“Ini keputusan Sinuhun PB XIII. Saya yang didhawuhi (diperintah) sinuhun. Saya KRA Rizky Baruno Aji Diningrat yang didhawuhkan untuk memerintahkan ngungelke gangsa,” ungkap Rizki sambil menunjukkan surat perintah dari Sinuhun PB XIII.
Rizki lalu meninggalkan kawasan Masjid Agung Surakarta setelah sejumlah kerabat dan anggota TNI berusaha menenangkannya. Namun kericuhan kembali terjadi setelah beberapa orang berseragam Pagar Nusa mendekati Bangsal Sekati.
Sejumlah orang yang mengenakan kaos warna hitam langsung mengusir mereka. Namun para pesilat itu masih berusaha mendekat hingga salah seorang dengan kaos hitam berambut panjang melayangkan pukulan ke wajah salah satu pesilat.
Para pesilat itu akihrnya meninggalkan lokasi setelah mendapat penolakan yang sangat kuat.
Pengageng Parentah Keraton, KGPH Dipokusumo enggan berkomentar mengenai insiden tersebut.
“Saya menjelaskan SOP saja. SOP dari Sinuhun, yang diperintah untuk ngungelaken gangsa (membunyika gamelan) adalah mantu dalem (menantu raja), KRA Rizki,” katanya.
Dipokusumo juga enggan menjawab saat ditanya mengenai gamelan Sekaten yang sudah berbunyi sebelum Rizki datang.
“Memang terjadi begitu. Tapi semua kan berdasarkan dhawuh dalem (perintah raja). Intinya nanti kita lihat nut jaman kelakone wae (ke depan akan seperti apa),” ungkap Dipokusumo yang juga adik PB XIII.
Terpisah, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum LDA, KP Eddy Wirabhumi mengemukakan, kericuhan tersebut terjadi hanya karena kesalahpahaman. Ia mengaku mendengar perintah untuk membunyikan Gamelan Sekaten diamanatkan kepada salah satu abdi dalem bernama Kanjeng Sinawung.
“Saya dengar dengan sangat keras dari speaker Masjid Agung itu yang diminta untuk mendhawuhke ngungelke gangsa (memerintahkan membunyikan gamelan) itu adalah Kanjeng Sinawung,” jelas Eddy Wirabhumi.
Mendengar instruksi dari pengeras suara Masjid Agung Surakarta, Kanjeng Sinawung pun memerintahkan para pengrawit untuk mulai menabuh gamelan sekaten.
“Setelah didawuhke (diperintahkan), ada yang datang yang namanya Kanjeng Rizki itu. Dia mengatakan bahwa dia yang diperintah untuk mendhawuhkan itu sehingga terjadi silang pendapat,” kata adik ipar PB XIII.
Insiden tersebut merupakan buntut dari konflik menahun di antara PB XIII Hangabehi dengan adik-adik kandungnya yang tergabung dalam LDA Keraton Surakarta.
Konflik keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diawali pada tahun 2017. Saat itu PB XIII membentuk bebadan baru tanpa melibatkan seorang pun dari LDA.
Langkah tersebut ditanggapi LDA dengan melayangkan gugatan kepada PB XIII hingga menghasilkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas Perkara Nomor: 13/PEN. PDT/EKS/2023/PN Skt jo Nomor: 87/ Pdt.G/2019/ PN. Skt Jo Nomor: 545/Pdt/2020/ PT. Smg Jo Nomor: 1950 K/Pdt/ 2022.
Dalam amar putusan tersebut, MA menyatakan jika PB XIII telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan SK Kemendagri Nomor 430-2933 tahun 2017 tanggal 21 April 2017 tentang Penetapan Status dan Pengelolaan Keraton Surakarta.
Penyalahgunaan tersebut di antaranya membentuk Bebadan (struktur kepengurusan) Keraton Surakarta oleh SISKS Pakubuwana XIII untuk kepentingan dan keuntungan sendiri. Ia juga disebut melakukan penggembokan Kori Kamandungan sehingga menghambat kegiatan penelitian, studi kebudayaan, dan pariwisata di Keraton Surakarta.
Eddy Wirabhumi menyayangkan terjadinya insiden tersebut. Ia menyinggung soal Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Bebadan (Struktur Organisasi) Keraton Surakarta yang dibentuk PB XIII tahun 2017 tidak sah.
“Logika hukumnya, kalau yang 2017 itu tidak sah, maka yang sah adalah Bebadan Sinuhun yang 2004. Tapi kita ini orang Jawa kan mencoba mencari harmoni. Ya sudah, tidak apa-apa (Bebadan Keraton Surakarta 2017) , ngonora popo, yang penting di lapangan bisa berjalan dengan baik. meskipun pada akhirnya masih terjadi miskomunikasi itu,” pungkas Eddy Wirabhumi.