Meski Sudah Ditolak PN Jaksel, Kubu Hasto Mau Ajukan Praperadilan Lagi
Tim kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menegaskan, pihaknya tak patah arang.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto berencana mengajukan lagi gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku.
Tim kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menegaskan, pihaknya tak patah arang. Meskipun, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) sudah menolak praperadilan Hasto.
"Itu salah satu di antaranya yang kami pertimbangkan (ajukan praperadilan lagi)," kata Maqdir di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2).
Maqdir memastikan, pihaknya bakal mencari bukti tambahan untuk memperkuat dalil praperadilan berikutnya. Namun demikian, Maqdir mengaku masih harus berdiskusi terlebih dahulu dan meminta saran dari Hasto.
"Tapi ini juga tergantung dengan Mas Hasto. Apakah juga mungkin ada tindakan-tindakan hukum yang lain tentu juga akan kita pertimbangkan," ucap Maqdir.
PN Jaksel Tolak Praperadilan Hasto
PN Jaksel menolak gugatan praperadilan Hasto atas penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus suap dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku. Dengan begitu, status tersangka Hasto dinyatakan tetap sah.
"Menyatakan permohonan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima, membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah nihil," ucap hakim tunggal Djuyamto saat membacakan amar putusannya, Kamis (13/2).
Ada sejumlah pertimbangan yang disampaikan Djuyamto atas putusan tersebut. Menurut Djuyamto, pihak Hasto seharusnya mengajukan dua gugatan praperadilan penetapan tersangka secara terpisah, yakni terkait kasus suap dan perintangan penyidikan.
“Hakim berpendapat permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan, bukan dalam satu permohonan,” tutur Djuyamto.
Pasalnya, KPK sendiri menggunakan dua sprindik berbeda untuk penetapan tersangka Hasto Kristiyanto. Kondisi tersebut pun tidak dapat dianulir dengan satu permohonan praperadilan saja, lantaran penggunaan alat bukti yang berbeda.
“Lazimnya pembuktian terhadap dugaan dua tindak pidana yang berbeda tentu menggunakan alat bukti yang berbeda pula, maka konsekuensinya tidak menutup kemungkinan terhadap alat bukti yang digunakan pada masing-masing dugaan tindak pidana berbeda,” jelas dia.
Penilaian hakim pun tentu berdasarkan atas keabsahan alat bukti permulaan yang digunakan untuk penetapan status tersangka seseorang. Sehingga dengan hanya satu gugatan praperadilan saja, maka tidak dapat mencukupi syarat formil.
“Yang bisa saja pada satu penetapan tersangka pada satu dugaan tindak pidana dinyatakan sah, sedangkan pada penetapan tersangka pada dugaan tindak pidana lainnya dinyatakan tidak sah oleh hakim,” Djuyamto menandaskan.