Profil Abu Bakar Ba'asyir, Pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki yang Dukung Anies-Muhaimin di Pilpres
Keputusan mendukung Anies-Muhaimin merupakan hasil renungan Ba'asyir dari informasi didapatkannya selama ini.
Keputusan mendukung Anies-Muhaimin merupakan hasil renungan Ba'asyir dari apa yang didapatkan informasi selama ini.
Profil Abu Bakar Ba'asyir, Pimpinan Ponpes Al-Mukmin Ngruki yang Dukung Anies-Muhaimin di Pilpres
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Abu Bakar Ba'asyir mendukung pasangan calon presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) di Pilpres 2024. Dukungan abu Bakar Ba'asyir itu disampaikan dalam rekaman video beredar di akun TikTok @aniesvisioner.
Dalam video tersebut Ba'asyir menyebutkan bahwa pilpres bukanlah ideologi, melainkan sebagai alat. Sehingga menurut Ba'asyir apabila tujuan mengikuti pilpres untuk membela Islam itu diperbolehkan.
Ba'asyir mengatakan bahwa pasangan calon yang paham Islam adalah paslon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Penjelasan Keluarga
Putra Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rohim membenarkan bahwa video suara rekaman yang beredar di medsos adalah suara sang ayah. Iim, sapaan akrabnya juga membenarkan jika ayahnya mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Menurut Iim, dukungan untuk pasangan Anies-Muhaimin atas nama pribadi. Ba'asyir menilai Anies-Muhaimin merupakan sosok yang layak untuk didukung pada Pilpres 2024.
Iim mengatakan, keputusan untuk mendukung Anies-Muhaimin merupakan hasil renungan Ba'asyir dari apa yang didapatkan informasi selama ini.
"Beliau memang terus memantau perkembangan informasi yang ada," kata Iim saat dihubungi wartawan, Selasa (16/1).
Iim menjelaskan, video suara tersebut sebenarnya menjawab pertanyaan dari salah satu jamaah. Kemudian dari yang bersangkutan menyebar.
Iim menambahkan, keluarga tidak mempermasalahkan dukungan tersebut. Apalagi ayahnya juga mempunyai hak pilih. Artinya saat Ba'asyir punya sikap dan ada jamaah yang menanyakan lalu dijawab dengan sikap seperti yang ada di video.
Sosok Ba'asyir
Nama Abu Bakar Ba'asyir tentu tak asing bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia Islam, politik, dan hukum. Ba'asyir dikenal pemimpin Jemaah Islamiyah (JI), kelompok yang dicap sebagai teroris.
Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur 1938 ini pernah ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar oleh pemerintah karena asas tunggal Pancasila dan melarang santrinya hormat bendera merah putih karena dianggapnya termasuk perbuatan syirik. Keduanya pun divonis 9 tahun penjara.
Pada tahun 1985, kedua tokoh itu melarikan diri ke Malaysia saat mereka dikenai tahanan rumah. Di Malaysia, pada tahun 1985 sampai 1999 aktivitas Ba'asyir hanya berdakwah menurut ajaran Alquran dan Hadits setiap sebulan sekali dalam sebuah forum tanpa organisasi.
Pemerintah Amerika Serikat kemudian memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena keterkaitannya dengan jaringan Al-Qaeda.
Sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung aktif di Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru bertujuan menegakkan Syariah Islam di Indonesia.
Pada bulan Februari 2002, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew menyatakan bahwa Indonesia, terutama kota Solo sebagai sarang teroris dengan salah satu pemimpinnya adalah Abu Bakar Ba'asyir.
Pada tanggal 19 April 2002, Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana 9 tahun dalam kasus menolak Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1982. Penolakan itu karena Ba'asyir menganggap Amerika Serikat mendalangi eksekusi yang sudah kadaluwarsa itu.
Kemudian pada bulan April 2002, Ba'asyir meminta perlindungan hukum kepada pemerintah atas dasar putusan kasasi MA tahun 1985, sebab dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yaitu UU Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi sudah tidak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik dari masa itu.
8 Mei 2002, Kejaksaan Agung membatalkan rencana eksekusi terhadap Ba'asyir. Sebaliknya, Kejagung menyarankan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk meminta amnesti bagi Ba'asyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
8 Agustus 2002, Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk struktur kepemimpinan. Ba'asyir dipilih sebagai ketua Mujahidin sementara.
Setelah sekian lama, pada akhir tahun 2002 akhirnya Ba'asyir kembali ke pesantren Ngruki untuk mengajar.
18 Oktober 2002, Polri menetapkan Ba'asyir sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali. Kemudian tanggal 3 Maret 2005 Ba'asyir dinyatakan bersalah dan dihukum 2,5 tahun penjara atas konspirasi serangan bom Bali 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003.
17 Agustus 2005, masa tahanannya dikurangi 4 bulan 15 hari hingga akhirnya bebas pada 14 Juni 2006.
Pada tanggal 9 Agustus 2010 Ba'asyir kembali ditahan Polri di Banjar Patroman atas tuduhan membentuk satu cabang Al-Qaeda di Aceh.
Ba'asyir akhirnya dijatuhi hukuman penjara 15 tahun pada 16 Juni 2011 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Ba'asyir kini mengisi waktu di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo.
Ba'asyir saat ini sudah kembali ke pangkuan ibu pertiwi setelah menggelar upacara pengibaran bendera merah putih, dalam perayaan Hari Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia, Kamis (17/8/2023). Ini menjadi sejarah kedua kalinya pesantren ini ikut terus menyemarakkan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.