Rinto Daeng, penjual bakso keliling yang berpenampilan necis

Merdeka.com - Padu padan setelan kemeja, dasi dilengkapi jas, dan celana kain yang serba mulus karena jilatan permukaan setrika diperkuat sepatu kulit mengkilat pasti membuat orang pangling. Mereka bakal tidak menyangka, kalau sosok yang berpenampilan necis bak pegawai kantoran ini adalah seorang tukang bakso keliling.
Dialah Rinto Daeng Sitaba (32), warga asli asal Kabupaten Takalar, Sulsel yang berdomisili di Jalan Tanggul Patompo No 22, Kecamatan Tamalate, Makassar. Tepatnya di rumah keluarga kakak sepupunya, Nawir Daeng Lau (57) yang ditumpanginya sejak kecil.
Sudah 18 tahun Rinto berjualan bakso keliling membantu usaha kakak sepupu, Nawir Daeng Lau yang memiliki tujuh gerobak bakso. Satu dibawa keliling oleh Rinto Daeng Sitaba dan enam gerobak lagi dibawa oleh pekerja lain.
"Berpakaian rapi seperti ini sudah tujuh tahun lamanya. Kalau berpakaian ala koboi baru tiga tahun. Biar jualan baksonya laku," tutur Rinto Daeng Sitaba saat ditemui merdeka.com di kediamannya, Rabu (7/3).
Sungguh trik marketing yang cukup jitu karena dari sekian banyak penjual bakso keliling di sekitarnya, baksonya yang paling laris manis. Dikarenakan penampilan Rinto yang menarik perhatian warga.
"Sering ada calon pembeli mendekati di gerobak bakso bingung cari penjual baksonya. Mereka tidak percaya kalau saya penjualnya. Itu bagi calon pembeli yang baru, atau yang sekadar melintas dan minat beli bakso. Kalau sudah langganan tentu tidak bertanya lagi," ujar Rinto sembari tertawa.
Bukan hanya penampilan rapi, Rinto juga memperhatikan kebersihan. Tisu selalu tersedia di gerobaknya, baik untuk membersihkan ujung botol-botol sambelnya, untuk lap tangannya ataukah untuk mengusap keringat.
Saat pembeli sepi, Rinto biasanya merapikan rambutnya dengan sisir, membersihkan sepatunya dengan lap kain agar kilat tetap awet.
"Dulu saya suka nonton film James Bond yang selalu rapi. Saya mau seperti dia, selalu rapi dan terlihat gagah," tutur Rinto seraya menambahkan, untuk membeli busana dari tabungan celengan.
Kebiasaan rapi dan bersih, kata penjual bakso yang sudah ditinggal ibunya sejak dia masih duduk di kelas III SD ini adalah warisan dari almarhum. Sejak kecil selalu diajarkan hidup bersih sehingga meski masih belia, sudah bisa mencuci pakaian dan cuci piring sendiri.
Manakala muncul pembeli, dia pun menyapa, "Silakan cantik" kalau pembelinya perempuan muda. Sapaan "Oke bosku" kalau pembelinya laki-laki. Sigap dia beri pelayanan sambil bersiul kidung India atau lagu "Wind of Change" milik band legendaris dari Jerman, Scorpions.
Rinto selalu berusaha ramah kepada para pembeli. Bahkan saat asyik meracik bakso, dia tetap sempatkan menyahut atau melambaikan tangan membalas sapaan orang yang melintas.
Soal harga baksonya? Meski sudah bisa digolongkan rasa bakso resto, Rinto tidak saklek pasang harga. Tergantung pembeli mau beli porsi harga berapa. Untuk porsi komplet dia hargai Rp 10 ribu per mangkuk.
Yang membuat rasanya beda adalah empat varian rasa bakso yakni bakso berisi cabai yang dipotong kecil, bakso berisi ati ayam, bakso berisi potongan telur dan bakso original ditambah sambel kacang tanah yang dilarutkan ke kuah saat diracik di atas mangkuk.
"Kakak sepupu sudah percayakan semua usaha baksonya ke saya mulai dari produksi bakso hingga jualnya. Saya sendiri yang ke pasar beli bahan. Hasilnya kita bagi rata. Kerja mulai pagi pukul 05.00 WITA mempersiapkan semuanya lalu menjual hingga pukul 21.00 sampai 22.00 WITA," tutur Rinto.
Soal cita-cita, Rinto mengaku tidak pernah bercita-cita tinggi karena berasal dari keluarga miskin. Bapaknya, Daeng Nuntung adalah seorang tukang becak. Sejak ibunya meninggal dunia, semangat sekolahnya pun luntur.
"Tapi saya ingat waktu kecil dulu, mama suka usap-usap kepalaku. Katanya kalau besar saya jadi tentara," pungkas Rinto Daeng Sitaba, pemuda yang masih bujang ini mengenang masa kecilnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya