Profil
Pri Agung Rakhmanto
Pri Agung Rakhmanto adalah pengamat sekaligus ahli ekonomi energi jebolan ITB, Colorado School of Mines di AS, dan Universiteit Twente Belanda. Pri sering diundang dalam forum-forum diskusi mengenai sumber daya energi dan segala masalah yang mengekor dibelakangnya. Tahun 2010, ia pernah diwawancara oleh tokoh ternama Indonesia, Wimar Witoelar terkait kenaikan harga minyak dunia, dampak terhadap Indonesia, dan solusinya.
Dalam beberapa kesempatan, Pri menyampaikan pendapatnya tentang kenaikan harga BBM yang baru-baru ini menggegerkan masyarakat Indonesia. Ia bersama pengamat perminyakan dari Center for Petroleum Economics Studies (CPES), Kurtubi sepakat bahwa menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan langkah yang tepat. Namun, Pri mengusulkan supaya ada diferensiasi harga yang artinya harga BBM disesuaikan dengan siapa dan apa kepentingan pembelinya. Ia mencontohkan pemerintah mematok harga BBM Rp 4500,00 untuk sepeda motor dan angkutan umum sedangkan untuk kendaraan roda empat lainnya seharga Rp 6000,00.
Terkait dengan isu kenaikan harga BBM yang disinyalir karena perusahaan minyak Indonesia ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute ini mengatakan kemungkinan ada mafia di dalam tubuh perusahaan tersebut. Pasalnya, jika pembelian minyak minyak di pasar internasional dilakukan oleh makelar yang berjiwa mafia maka hal tersebut akan menambah biaya yang dikeluarkan perusahaan terkait. Walaupun tidak berimbas langsung pada kondisi negara, namun kenaikan jumlah pengeluaran akan memicu kenaikan harga penjualan karena perusahaan tentu ingin mendapatkan keuntungan yang lebih demi menutupi ongkos pembelian bahan baku lewat makelar.
Pri mengiyakan jika kenaikan harga BBM pasti memberikan dampak bagi perekonomian negara, misalnya inflasi. Ia menampilkan sebuah dilema bahwa inflasi tidak mungkin dihindari karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Tetapi menaikkan harga BBM juga tak bisa dihindari karena beban subsidi membuat negara sulit melakukan investasi bidang lain untuk mendorong tumbuhnya ekonomi. Namun, fenomena inflasi ini sebenarnya bukan masalah besar karena menurut perhitungannya kenaikan inflasi tersebut diimbangi oleh pengurangan subsidi sebesar Rp 57 triliun sehingga nilai inflasi tidak akan bergeser terlalu tinggi dari target yang dipatok pemerintah sebesar 5,3%.