Profil
Sapto Nugroho
Sapto Nugroho adalah Direktur Yayasan Talenta Surakarta. Sosok laki-laki dengan kondisi difabel ini lahir di Solo, Jawa Tengah tepatnya pada tanggal 12 April 1964. Terlahir dari kondisi sehat, kemudian mengalami kecacatan akibat dari suntikan yang diberikan dokter menjadikan Sapto Nugroho cacat hingga sekarang.Latar belakang pendidikan Sapto Nugroho adalah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta.Sapto Nugroho Menikah dengan Pamikastsih dan dikaruniai dua orang anak.
Saat ini Sapto Nugroho menjadi Direktur Yayasan Talenta Surakarta. Kenekatan Sapto Nugroho dalam menerjuni dan peduli terhadap masyarakat difabel karena Sapto Nugroho memandang ada jarak antara komunitas difabel dan nondifabel yang akhirnya muncul ketakutan masing-masing untuk berinteraksi satu sama lain.
Sebelumnya Sapto Nugroho pernah bekerja sebagai staf administrasi dan dokumen pendampingan waduk kedung ombo Desa Pendem Sragen juga pernah menjadi relawan pengelola TK Alternatif bagi anak-anak miskin di kampung bibis wetan solo.
Adapun kegiatan Yayasan Talenta Surakarta tersebut di antaranya mensosialisasikan terminotologi baru mengenai kecacatan, advokasi dan pemberdayaan difabel, kampanye problem-problem difabel dan membangun kemitraan dengan pemangku kebijakan. Dari semua perjuangan Sapto Nugroho dalam membela hak-hak kaum difabel tidak sia-sia, tepatnya akhir 2008, DPRD kota Solo menetapkan Perda tentang Kesetaraan Difabel yang mengatur hak dan kewajiban difabel di Solo. Halangan dan rintanganpun ditemui Sapto Nugroho dalam perjuangannya, di antaranya penolakan atas kehadiran dirinya di berbagai tempat, dikira peminta minta dan lain lain.
Sapto Nugroho sangat menyayangkan saat ini masih saja ada diskriminasi terhadap kaum difabel walaupun secara kuantitatif dan kualitatif pemerintah sudah memberikan perhatian terhadap masalah difabel. Dia menginginkan ada pengelompokan antara difabel yang mampu didik dan yang mampu latih serta mampu rawat dan kesemuanya tidak diharuskan masuk sebuah panti.
Riset dan analisa oleh Eko Setiawan