Adakah Hubungan antara Tingginya Kasus Skizofrenia di Indonesia dengan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hantu?
Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hantu bisa menjadi salah satu petunjuk terkait hubungan tingginya tingkat skizofrenia.
Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hantu bisa menjadi salah satu petunjuk terkait hubungan tingginya tingkat skizofrenia.
Adakah Hubungan antara Tingginya Kasus Skizofrenia di Indonesia dengan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hantu?
Di Indonesia, banyak orang percaya akan keberadaan makhluk halus atau hantu yang hidup di sekitar kita, meskipun tidak semua orang dapat melihat atau merasakannya. Beberapa individu mengklaim memiliki kemampuan khusus atau indra keenam untuk berkomunikasi dengan hantu, baik secara sadar maupun tidak.
-
Kenapa orang percaya hantu? Dalam masa-masa penuh ketidakpastian banyak orang cenderung beralih pada agama, dan penelitian menunjukkan bahwa hal ini juga berlaku untuk kepercayaan paranormal. Alasannya sederhana, ketika kita merasa stres, otak kita akan mencari cara untuk memaknai dunia dan menenangkan diri. Dan jika benar, maka lonjakan konsumsi konten tentang hantu selama pandemi Covid bukanlah hal yang mengejutkan.
-
Siapa yang percaya hantu? Sebagian besar orang-orang percaya hantu.
-
Apa yang ditemukan peneliti tentang orang yang percaya hantu? Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan adanya perbedaan gaya berpikir antara orang yang memercayai supranatural yaitu kuatnya firasat dalam diri mereka. Sedangkan orang-orang yang skeptis terhadap hantu cenderung berpikir analitis.
-
Bagaimana hantu mempengaruhi pikiran manusia? Harga yang harus dibayar untuk melihat pola-pola yang ada adalah bahwa terkadang kita menjadi berlebihan dan melihat pola-pola yang tidak ada,' ungkap Wiseman.
-
Siapa yang paling percaya hantu? Mengutip iflscience, Sabtu (26/10), Survei YouGov tahun 2020 telah menemukan 6 persen orang Amerika percaya pada hantu, sementara di tahun 2021, ditemukan 20 persen mengaku bahwa mereka telah bertemu langsung dengan roh. Bahkan di tahun 2014, telah ditemukan juga bahwa satu dari tiga orang Inggris (34 persen) percaya pada hantu.
Di sisi lain, ada juga orang yang mengalami halusinasi atau gangguan persepsi yang membuat mereka melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada, seperti suara, bayangan, atau sosok hantu. Halusinasi ini sering menjadi salah satu gejala dari skizofrenia, yaitu gangguan mental yang ditandai dengan hilangnya kontak dengan kenyataan.
Lalu, bagaimana hubungan antara skizofrenia dengan kemampuan melihat hantu? Apakah orang yang bisa melihat hantu pasti menderita skizofrenia, atau sebaliknya?
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lebih dari 19 juta penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sementara lebih dari 12 juta penduduk mengalami depresi. Selain itu, prevalensi orang dengan gangguan jiwa di Indonesia adalah sekitar 1 dari 5 penduduk, atau sekitar 20 persen dari populasi.
Skizofrenia adalah salah satu gangguan mental kronis yang paling parah dan menyerang sekitar 20 juta orang di seluruh dunia menurut WHO (2019). Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 400.000 orang atau 1,7 per 1.000 penduduk di Indonesia yang menderita skizofrenia.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Orang dengan skizofrenia sering mengalami gejala positif, negatif, dan kognitif.
Gejala positif mencakup halusinasi, delusi, dan pikiran atau bicara yang kacau. Gejala negatif mencakup kurangnya motivasi, emosi, atau minat. Gejala kognitif mencakup gangguan pada fungsi mental seperti memori, perhatian, atau penalaran.
Halusinasi adalah salah satu gejala positif yang paling umum dialami oleh penderita skizofrenia. Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksternal yang sesuai, seperti melihat bayangan, cahaya, atau sosok hantu, mendengar suara atau bisikan, dan merasakan sensasi yang tidak ada.
Penyebab halusinasi pada skizofrenia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori yang mencoba menjelaskannya. Salah satu teori adalah teori dopamin, yang menyatakan bahwa halusinasi disebabkan oleh kelebihan dopamin, yaitu neurotransmiter yang berperan dalam mengatur mood, motivasi, dan persepsi.
Kelebihan dopamin dapat menyebabkan otak menginterpretasikan rangsang internal atau eksternal secara salah, sehingga menimbulkan halusinasi. Teori lain adalah teori disfungsi korteks, yang menyatakan bahwa halusinasi disebabkan oleh gangguan pada korteks serebral, yaitu bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif seperti memori, bahasa, dan kesadaran. Gangguan pada korteks serebral dapat menyebabkan otak tidak dapat membedakan antara informasi yang berasal dari dalam atau luar diri, sehingga menimbulkan halusinasi.
Kemampuan melihat hantu adalah fenomena yang sulit untuk dijelaskan secara ilmiah, karena tidak ada bukti yang kuat dan konsisten yang dapat membuktikan keberadaan atau ketidakberadaan hantu. Penyebab kemampuan melihat hantu atau indra keenam juga belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori yang mencoba menjelaskannya.
Salah satu teori adalah teori pineal gland, yang menyatakan bahwa kemampuan melihat hantu atau indra keenam berasal dari kelenjar pineal, yaitu kelenjar endokrin yang terletak di tengah otak. Kelenjar pineal diyakini dapat menghasilkan zat kimia yang dapat mempengaruhi kesadaran, seperti melatonin, serotonin, atau dimetiltriptamin (DMT).
Zat-zat kimia ini dapat menyebabkan pengalaman mistis, spiritual, atau halusinogenik yang dapat diinterpretasikan sebagai kemampuan melihat hantu atau indra keenam. Teori lain adalah teori gelombang otak, yang menyatakan bahwa kemampuan melihat hantu atau indra keenam berasal dari gelombang otak, yaitu pola aktivitas listrik yang terjadi di dalam otak. Gelombang otak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti emosi, stres, relaksasi, meditasi, atau hipnosis.
Hubungan Skizofrenia dengan Kepercayaan Melihat Hantu
Penelitian dari Pietkiewicz dkk (2021) menjelaskan ada hubungan antara kepercayaan terhadap hal-hal supranatural, termasuk hantu, dengan gejala skizofrenia.
Studi ini mengeksplorasi bagaimana pasien skizofrenia sampai pada kesimpulan bahwa mereka 'dirasuki', dan bagaimana hal ini mempengaruhi pencarian bantuan. Ditemukan bahwa dalam beberapa kasus, mengaitkan masalah dengan 'kerasukan' didukung oleh lingkungan setempat dan media, yang mengarah pada pencarian bantuan spiritual dan menunda penilaian diagnostik serta pengobatan.
Sebelumnya, penelitian dari Dagnall dkk (2016) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara pengalaman tidak biasa (UnExp) yang merupakan subskala dari skizotipi, dengan kepercayaan terhadap paranormal. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat skizotipi yang lebih tinggi cenderung memiliki kepercayaan yang lebih kuat terhadap paranormal, yang dapat mencakup kepercayaan terhadap hantu.
Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepercayaan terhadap hal-hal supranatural dan gejala skizofrenia, namun hubungan ini kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk budaya dan lingkungan sosial.
Skizofrenia dan kemampuan melihat hantu memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan antara skizofrenia dan kemampuan melihat hantu adalah keduanya melibatkan pengalaman sensorik yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat, mendengar, atau merasakan hantu.
Keduanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan otak seperti neurotransmiter, kelenjar, atau gelombang otak. Keduanya sulit untuk dibuktikan secara ilmiah karena tidak ada metode yang dapat mengukur atau mengobservasi hantu secara objektif.
Namun, ada perbedaan mendasar antara skizofrenia dan kemampuan melihat hantu. Skizofrenia adalah gangguan mental yang menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif, emosional, dan sosial, sedangkan kemampuan melihat hantu adalah fenomena paranormal yang tidak selalu menyebabkan gangguan pada fungsi tersebut.
Skizofrenia dapat didiagnosis oleh spesialis kesehatan mental dengan menggunakan kriteria diagnostik yang baku, sedangkan kemampuan melihat hantu tidak dapat didiagnosis oleh siapa pun dengan menggunakan kriteria diagnostik yang baku.