Mengulas Taktik Patrick Kluivert saat Indonesia Dibantai Australia
Timnas Indonesia mengalami kekalahan saat bertanding melawan Australia di matchday ke-7 Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Timnas Indonesia mengalami kekalahan saat bertemu Australia pada matchday ke-7 Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026, yang berlangsung pada Kamis (20/3) sore WIB. Pertandingan yang dihelat di Stadion Sidney berakhir dengan skor 1-5 untuk keunggulan Australia. Indonesia memulai pertandingan dengan baik, namun kegagalan Kevin Diks dalam mengeksekusi penalti menjadi momen krusial yang mengubah arah permainan.
babak pertama, Indonesia tertinggal 0-3 setelah gol-gol yang dicetak oleh Martin Boyle, Nishan Velupillay, dan Jackson Irvine. Pada babak kedua, Australia menambah dua gol lagi melalui Lewis Miller dan Jackson Irvine, yang keduanya berasal dari situasi sepak sudut. Sementara itu, Indonesia hanya mampu mencetak satu gol hiburan lewat Ole Romeny.
Hasil akhir menunjukkan bahwa Skuad Garuda kalah 1-5 dari Socceroos, yang juga menjadi laga debut Patrick Kluivert sebagai pelatih. Pertanyaan yang muncul adalah, taktik apa yang diterapkan Kluivert dalam pertandingan ini dan bagaimana perbedaannya dengan strategi yang digunakan oleh Shin Tae-yong? Simak ulasan lebih lengkapnya di bawah ini ya Bolaneters.
Penyusunan dan Pemilihan Pemain

Kluivert memulai pertandingan dengan menggunakan formasi 3-4-2-1, yang juga merupakan formasi favorit Shin Tae-yong. Sepertinya, Kluivert tidak berencana melakukan perubahan signifikan pada formasi yang dipilihnya.
Dalam susunan pemain, Calvin Verdonk ditempatkan sebagai bek tengah kiri, posisi yang sebelumnya juga pernah diemban oleh Shin Tae-yong kepada pemain berusia 27 tahun itu. Di sisi lain, posisi wingback kiri dipercayakan kepada Dean James untuk menguatkan lini pertahanan.
Di lini tengah, Nathan Tjoe-A-On diturunkan sejak awal pertandingan dan berduet dengan Thom Haye untuk mengatur permainan. Sementara itu, di sektor penyerangan, Ole Romeny ditunjuk sebagai penyerang tengah. Ia mendapatkan dukungan dari dua pemain, yaitu Marselino Ferdinan dan Rafael Struick, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal dalam mencetak gol.
Permainan yang bersifat agresif

Pada masa kepelatihan Shin Tae-yong, Timnas Indonesia sering kali memulai pertandingan dengan gaya bermain yang cenderung pasif. Mereka lebih memilih untuk menunggu lawan melakukan serangan dan berusaha mencari peluang melalui serangan balik.
Namun, Kluivert mengambil pendekatan yang berbeda dengan menginstruksikan Timnas Indonesia untuk bermain lebih agresif. Indonesia langsung melancarkan serangan dan menciptakan peluang pada menit ke-4 melalui sundulan Jay Idzes.
Serangan bertubi-tubi dari Indonesia akhirnya berujung pada hadiah penalti setelah Rafael Struick dijatuhkan oleh Kye Rowles. Meskipun Indonesia mendapatkan kesempatan emas melalui penalti, sayangnya sepakan yang dilakukan oleh Kevin Diks tidak berhasil menjadi gol.
Garis Pertahanan

Strategi Indonesia yang memilih untuk bermain dengan pendekatan terbuka ternyata membawa konsekuensi berat bagi Kluivert. Dengan menerapkan garis pertahanan yang tinggi, Indonesia memberikan banyak ruang di lini belakang yang dimanfaatkan oleh tim Australia.
Jay Idzes sering kali maju untuk membantu dalam penguasaan bola, sehingga Indonesia hanya menyisakan dua bek, yaitu Calvin Verdonk dan Mees Hilgers, yang posisinya melebar. Australia dengan cermat memanfaatkan situasi tersebut, yang terlihat jelas saat gol kedua mereka dicetak oleh Nishan Velupillay. Jarak antara Verdonk dan Mees sangatlah lebar, menciptakan peluang bagi lawan. Hal ini mengingatkan kita pada kekalahan Skuad Garuda sebelumnya ketika berhadapan dengan China.
Kekosongan di bagian tengah

Kluivert memutuskan untuk menurunkan Nathan Tjoe-A-On sejak awal pertandingan, berpasangan dengan Thom Haye. Keputusan ini bisa dipertanyakan, mengingat waktu bermain Nathan di Swansea City sangat terbatas. Pada beberapa kesempatan, Nathan tampak kurang tampil optimal, yang berdampak negatif bagi tim Indonesia. Ia melakukan pelanggaran yang berujung pada penalti dan tidak berkontribusi maksimal saat proses gol Jackson Irvine.
Meski duet Nathan dan Haye terlihat cukup baik saat Indonesia menguasai bola, mereka kurang menunjukkan kreativitas saat menyerang. Ketika bertahan, keduanya terkesan saling bergantung satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka perlu meningkatkan kerjasama dan komunikasi di lapangan agar bisa lebih efektif dalam permainan.
Lini depan

Kluivert menempatkan Rafael Struick, Ole Romeny, dan Marselino Ferdinan sebagai trio penyerang. Dalam hal ini, Ole Romeny berperan sebagai penyerang tengah, sementara dua pemain lainnya banyak beroperasi di belakangnya. Pergerakan ketiga pemain tersebut terlihat cukup dinamis dan efektif.
Romeny beberapa kali terlihat turun dan melebar untuk mendapatkan bola. Bahkan, dia berhasil mencetak gol untuk Skuad Garuda. Namun, struktur penyerangan yang jelas masih belum terlihat. Kluivert tampak lebih mengandalkan kemampuan individu dari ketiga pemain tersebut. Situasi mulai membaik pada babak kedua ketika Diks dan James lebih aktif dalam membantu serangan.
Tindakan Mengantisipasi Situasi Bola Mati yang Kurang Baik

Indra Sjafri menerima kritik tajam setelah tim Indonesia mengalami kegagalan di Piala Asia U-20 2025. Banyak yang menilai bahwa ia tidak mampu merancang strategi yang tepat untuk menghadapi situasi bertahan, khususnya saat menghadapi bola mati.
Di sisi lain, Kluivert seharusnya juga mendapatkan kritik yang sama. Dalam laga debutnya, tim Indonesia tampak kesulitan saat berhadapan dengan situasi bola mati, terutama dalam aspek pertahanan. Dua dari lima gol yang dicetak oleh Australia berasal dari tendangan sudut. Selain itu, proses penalti yang didapat oleh Australia juga berawal dari tendangan sudut. Dengan demikian, masalah ini bukan hanya terletak pada kesalahan individu pemain, tetapi juga menunjukkan bahwa ada sistem permainan yang perlu diperbaiki.