Profil
Sjafrie Sjamsoeddin
Sjafrie Sjamsoeddin merupakan Wakil Menteri Pertahanan Indonesia sejak tahun 2010. ia juga dipercaya menduduki posisi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Indonesia sejak tahun 2005 hingga sekarang. Ketika ia ditunjuk sebagai Sekjen, ia diminta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maupun Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono untuk mengubah citra Dephan (kini berubah menjadi Kemhan) sebagai departemen yang dikenal tak efisien dalam menggunakan anggarannya.
Ketika menjabat sebagai Sekjen Kementerian Pertahanan, Sjafrie mencoba melakukan pembenahan dari dalam, terutama dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Selama ini, sistem yang ada membuat begitu banyak pihak dan kepentingan-kepentingan bebas bermain di dalamnya, termasuk berbagai pihak yang ikut menikmati keuntungan dari pengadaan alutsista bagi Tentara Nasional Indonesia itu.
Tentu saja para pemain tersebut tidak hanya berasal dari kalangan intern Dephan atau TNI, tetapi juga melibatkan pihak luar, termasuk kalangan swasta, baik itu yang benar-benar swasta maupun yang tergolong "setengah" swasta. Oleh karena itu, langkah pertama yang ia lakukan adalah membentuk sebuah tim di dalam departemen di mana keputusan pengadaan alutsista dibahas oleh Dealing Center Management.
Pada bulan Maret 2011, dua surat kabar di Australia, The Age dan Sydney Morning Herald, melaporkan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden SBY berdasarkan bocoran eksklusif dari Wikileaks. Kedua harian Australia tersebut melansir berita mengenai masuknya Sjafrie dalam “daftar hitam” pemberian Visa oleh Amerika Serikat karena dugaan keterlibatannya dalam kejahatan perang di Timor Leste yang terjadi pada tahun 1991 dan 1999.
Namun Kedutaan Besar AS masih mendesak agar dia diizinkan masuk karena sebagai penasihat utama Presiden Indonesia, perjalanan Sjafrie ke Amerika Serikat akan memperkuat hubungan AS-Indonesia. Menurut data dari Wikileaks tersebut, pria kelahiran 30 Oktober 1952 ini dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan massal di Santa Cruz yang merenggut nyawa lebih dari 250 demonstran pro-kemerdekaan pada 12 November 1991. Ia juga dianggap bertanggung jawab atas merebaknya kekerasan oleh tentara Indonesia di Dili setelah referendum kemerdekaan pada 30 Agustus 1999.
Kedua harian tersebut menulis Sjafrie telah mengeluarkan pernyataan pada Kedubes AS untuk membantah tuduhan tersebut. Ia juga mengklaim bahwa dirinya telah dinyatakan bersih oleh Komnas HAM Indonesia terkait tuduhan keterlibatannya dalam kasus kekerasan di Dilli pada September 1999.
Riset dan analisis oleh: Meidita Kusuma Wardhani