Profil
Slamet Effendi Yusuf
Drs. H. Slamet Effendy Yusuf, M.Si. Lahir di Purwokerto Jawa Tengah pada 12 Januari 1948. Ia adalah putra pertama dari 4 bersaudara dari pasangan KH Yusuf Azhari dan Hj. Umi Kulsum. Slamet Effendy Yusuf merupakan anggota Dewan Juri yang mana perwakilan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan sekaligus menjadi Ketua Dewan Juri dalam kegiatan “Frans Seda Award”.
Ia dibesarkan dalam lingkungan santri, yang bisa menjadikannya sebagai pemimpin muda islam. Seperti saat ia menjalankan pendidikan di Madrasah Mualimin Al-Hidayah, ia aktif dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan saat duduk di bangku kuliah, ia aktif dalam PMII dan Dewan Mahasiswa IAIN Jogjakarta. Sampai setamatnya dari bangku kuliah, ia aktif di Gerakan Pemuda Ansor, Organisasi Pemuda Nahdlatul Ulama.
Setamatnya dari Madrasah Mualimin, ia sempat melanjutkan di Fakultas Tarbiyah di kotanya purwokerto, namun hanya selama dua bulan. Kemudian ia pindah ke Jogja (1968) masuk Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga. Ketika kuliah, selain menjadi Ketua Dewan Mahasiswa (1973-1975), waktunya banyak digunakan untuk aktivitas di PMII dan Gerakan Pemuda Ansor, organisasi pemuda Nahdlatul Ulama.
Pada 1972, Ia dipilih menjadi Ketua Cabang PMII Jogja. Di mana ia yang menjadi motor perubahan yang memperjuangkan agar PMII, sebagai gerakan mahasiswa, menjadi organisasi yang independen dari struktur Partai NU sebagaimana dirumuskannya dalam Deklarasi Murnajati.
Sejak di bangku SR sampai di bangku kuliah, selain aktif dalam organisasi, ia juga aktif dalam kepenulisan. Ia memulai bakat menulisnya tersebut dengan mendirikan sebuah majalah pelajar yaitu "Nur Al_Hidayah". Kemudian bakatnya tersebut ia teruskan sampai ia duduk di bangku kuliah. Ia aktif menulis di beberapa surat kabar yang terbit di Jogjakarta maupun di Jakarta, selain itu ia juga semat menjadi Penyiar radio Mahasiswa IAIN pada 1970.
Bakat menulisnya tidak hanya berhenti sampai bangku kuiah saja. Bakatnya tersebut ia lanjutkan sampai setamatnya dari S1 Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia menjadi wartawan di Harian Pelita. Pilihannya untuk menjadi wartawan sesuai dengan bakat yang dimilikinya sejak duduk di bangku SR. Selama menjadi wartawa, ia gemar sekali meliput kegiatan mahasiswa, pendidikan dan politik. Sehingga hal itu membuatnya akrab dengan tokoh-tokoh dewan mahasiswa maupun kemahasiswaan atau kepemudaan dan politik.
Pada 1988, Slamet memutuskan untuk berhenti menjadi wartawan. Ia sempat menjadi wakil Pemimpin Redaksi atu Wakil Pemimpin Umum. Kemudian pada 1989, ia bersama Suhardibroto, Panda Nababan, Sutradara Gintings, dan Lukman Umar, melahirkan majalah Forum Keadilan yang mengulas tentang hukum dan keadilan. Di sana ia sempat menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Wakil Pemimpin Umum.
Dari tangannya juga ia mendirikan dan menjadi Pemimpin Redaksi Warta NU, sebuah media untuk kalangan Nahdlatul Ulama dan sempat menjadi redaktur majalah Risalah Islamiyah, Risalah NU, Jurnal Kebudayaan dan Jurnal Pendidikan.
Karena pengalamannya berorganisasi, membuatnya juga terjun ke dunia politik. Di partai Golkar ia memulai karirnya di bidang politik. Slamet pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Pemuda DPP Golkar periode 1988-1993, yang mengantarkannya menjadi anggota MPR-RI pada periode 1988-1993 serta sebagai anggota DPR-RI pada periode 1992-2009. Setelah reformasi bergulir, dalam paradigma baru Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung dia menjadi Ketua DPP Partai Golkar dan Ketua Pelaksana Harian Panitia Konvensi Partai Golkar. Saat ini ia menjadi Ketua PBNU (2010-2015) serta Ketua MUI (2009-2014).
Riset dan Analisa oleh Nur Laila