Profil
Soedjatmoko
Soedjatmoko adalah mantan duta besar dan intelektual Indonesia yang menjadi rektor kedua di United Nations (PBB) University di Tokyo , Jepang pada September 1980. Dia ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam konsultasinya dengan Direktur Jenderal UNESCO untuk menggantikan rektor pertama, Dr James M. Hester.
Soedjatmoko lahir dengan nama Soedjatmoko Mangoendiningrat. Sekitar tahun 1946an, dia mulai tidak menggunakan nama Mangoendiningrat, sebab nama ayahnya itu membuat ia teringat akan aspek feodalisme dalam budaya Indonesia. Seoedjatmoko memang berasal dari keluarga bangsawan di Sawahlunto, Sumatra Barat.
Pada tahun 1943, ketika dia menempuh pendidikan kedokteran di Jakarta, dia dikeluarkan dari sekolah karena keterlibatannya dalam protes terhadap pendudukan Jepang dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Sutan Sjahrir.
Kemudian ia pun pindah ke Surakarta dan membuka praktik pengobatan bersama ayahnya. Pada tahun 1947, setelah kemerdekaan Indonesia, Soedjatmoko dan dua pemuda lain dikirim untuk mewakili Indonesia di United Nations (PBB) di Lake Success, New York, Amerika Serikat.
Pada tahun 1952 beliau kembali ke Indonesia dan bergabung dengan pers sosialis dan Partai Sosialis Indonesia. Soedjatmoko terpilih sebagai anggota Konstituante (1955-1959).
Seiring berjalannya waktu, pemerintahan Presiden Soekarno menjadi semakin otoriter, Soedjatmoko mulai mengkritik pemerintah. Untuk menghindari penyensoran, Soedjatmoko bekerja sebagai dosen tamu di Cornell University di Ithaca, New York, selama dua tahun.
Soedjatmoko baru kembali bekerja ke Indonesia setelah kegagalan Gerakan 30 September dan lengsernya Soekarno digantikan Soeharto menjadi presiden Indonesia.
Beliau sebagai salah satu wakil Indonesia di PBB (1966), kemudian menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat (1968) , dan pada waktu yang sama dia mendapatkan beberapa gelar doktor honoris.
Pria yang akrab disapa dengan panggilan Bung Koko ini pernah menjadi penasehat untuk Menteri Luar Negeri Adam Malik. Dia juga sempat menjadi anggota beberapa wadah pemikir di tahun 1970an. Setelah peristiwa Malari pada Januari 1974, Soedjatmoko ditangkap dan diinterogasi karena diduga menjadi perencana tindak protes tersebut. Beliau akhirnya dibebaskan dengan catatan tidak dapat keluar negeri selama dua setengah tahun lamanya.
Pada tahun 1978 Soedjatmoko menerima Penghargaan Ramon Masaysay untuk Hubungan Internasional, dan pada tahun 1980 dia diangkat sebagai rektor United Nations University di Tokyo, Jepang.
Riset dan analisis oleh: Meidita Kusuma Wardhani