Profil
Sri Sultan Hamengkubuwono X
Sri Sultan Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM.
Penobatan Hamengkubuwono X sebagai raja dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1989 dengan gelar resmi Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa.
Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan di antaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY. Pada 2010, bersama dengan Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X mencetuskan pendirian Nasional Demokrat.
Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 beliau ditetapkan lagi sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini beliau didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.
Dukungan rakyat terlihat nyata ketika muncul keraguan pemerintah untuk melantik HB X sebagai gubernur Yogyakarta, meski calon gubernur Yogyakarta saat itu hanya satu, Sultan HB X. Pemerintah berpegang pada undang-undang tahun 1974, gubernur diusulkan oleh DPR tingkat I dan usul itu belum masuk ke pemerintah. Sekitar enam juta penduduk Yogyakarta pada tanggal 26 Agustus 1998, turun ke jalan. Mereka menyelenggarakan Mimbar Maklumat Rakyat. Hasilnya, mendaulat Sultan HB X sebagai gubernur pilihan rakyat, 3 Oktober 1998.
Meski tidak memiliki “legitimasi” sebagai pemimpin pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta seperti ayahnya (HB IX berjasa besar dalam mempertahankan pemerintahan republik, mencetuskan serangan 1 Maret di masa revolusi), aktivitas perhatian dan sosial-politik HB X tidak bisa diabaikan. Dia salah satu dari empat tokoh yang di awal masa reformasi mencetuskan Deklarasi Ciganjur.
Sejak terpilih sebagai Gubernur DIY pada 3 Oktober 1998, Sri Sultan memang dikenal sebagai sosok yang netral di antara berbagai kepentingan partai politk dan pemerintah. Karenanya, Sultan banyak diundang dalam seminar-seminar untuk membeberkan wawasan kebangsaannya.
Dalam suatu kesempatan, Sultan pernah mengatakan, wawasan kebangsaan masa depan seharusnya merupakan pandangan proaktif untuk membangun bangsa menuju perwujudan cita-cita bersama sebagai suatu bangsa yang mandiri dan mampu mengembangkan inovasi iptek bangsa sendiri, agar memiliki keunggulan daya saing yang tangguh di dunia global.
Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic