Profil
Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syarifuddin
Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syarifuddin atau yang dikenal dengan Sultan Syarif Kasim II merupakan sultan yang terakhir atau sultan yang ke-12 Kerajaan Siak.
Dia memimpin selama 30 tahun, yakni dari tahun 1915 sampai 1945. Syarif merupakan anak dari Sultan Syarif Hasyim I yang merupakan sultan ke 11 Kerajaan Siak hasil pernikahan dengan permaisuri Tengku Yuk.
Untuk mengenang jasa jasanya, Pemerintah Provinsi Riau mengabadikan namanya pada Bandara Internasional di Pekanbaru dengan nama Sultan Syarif Kasim II yang semula bernama Bandar Udara Simpang Tiga.
Bandara Simpang tiga ini pertama kali sultan Syarif Kasim melakukan pendaratan perdana dan meresmikannya pada tahun 1943 bersama dengan Permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah dan pembesar pemerintah Belanda.
Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak pada tanggal 1 Desember 1893. Setelah ayahnya, Sultan Assyaidin Hasyim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat pada 1908, Syarif Kasim II dinobatkan sebagai sultan ketika usianya masih 16 tahun.
Namun, karena belum cukup umur dan tengah menempuh pendidikan di Batavia, Syarif Kasim II dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Siak Indrapura pada 13 Maret 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.
Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II, Siak menjadi ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda. Soalnya, dia secara terang-terangan menunjukkan penentangannya terhadap penjajahan.
Dengan lantangnya, Syarif Kasim II menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi para raja di kepulauan Nusantara, termasuk Siak.
Sultan yang amat menyadari pentingnya pendidikan sebagai tonggak bagi perubahan suatu kaum, mencoba mencerdaskan rakyatnya dengan mendirikan sekolah-sekolah di Siak. Putra-putri Siak yang cerdas dan berprestasi, mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan ke Medan dan Batavia.
Sultan Syarif Kasim II dihormati orang tidak hanya karena kedudukan sebagai raja, tetapi karena satunya kata dengan perbuatan. Beliau tidak hanya mendukung NKRI dengan maklumat dan pernyataan politik saja, tetapi juga dengan menyumbangkan harta miliknya dalam jumlah sangat besar kepada negara.
Dia tidak hanya menyayangi rakyatnya dengan kata dan ungkapan, tetapi juga dengan mencerdaskannya lewat penyediaan sekolah. Syarif mendukung perjuangan lewat seruan di istana, tapi juga hadir dalam kancah perjuangan dengan bantuan yang konkrit.
Pada saat peringatan hari kematiannya atau Haul ke 119, Sultan Syarif Kasim II mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Penetapannya tanggal 6 November 1998, melalui keputusan presiden nomor 109/TK/1998, yang di tanda tangani presiden BJ Habibie, Sultan Syarif Kasim II juga mendapat tanda kehormatan bintang Mahaptra Adipradana
Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic