Mengenal Tari Sining, Kesenian Tradisional Asli Gayo yang Hampir Punah
Tari Sining, seni tradisional asal Gayo yang saat ini sudah hampir punah termakan oleh zaman.
Sudah ada sejak abad 18, Tari Sining menjadi salah satu kesenian tradisional daerah yang sudah hampir punah dan sudah lama tidak dipentaskan di tengah masyarakat Gayo.
Mengenal Tari Sining, Kesenian Tradisional Asli Gayo yang Hampir Punah
Latar Belakang Tari Sining
Mengutip kebudayaan.kemdikbud.go.id, Tari Sining sudah ada dan sempat eksis pada abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Secara visual, tarian ini dibawakan dengan unsur-unsur agama yang kuat di setiap penampilannya.
-
Kenapa Tari Gegerit terancam punah? Tari Gegerit memang sudah dipentaskan dalam waktu yang cukup lama. Namun, kini keberadaannya sudah semakin terbatas karena sudah tidak banyak masyarakat yang menampilkannya sehingga terancam punah.
-
Apa itu Tari Piriang Suluah? Tari Piriang Suluah ini bukanlah tarian biasa. Kesenian ini menggambarkan kehidupan para petani dan juga gerakannya terinsipirasi dari aktivitas ketika bercocok tanam.
-
Apa itu Tari Sintung? Kesenian ini diperkirakan setua pesantren di kampung Parongpong, Kecamatan Rubaru. Pesantren yang didirikan sekitar abad XVIII. Para santri di pesantren Parongpong, Kecamatan Rubaru ini diajarkan kesenian Sintung.
-
Bagaimana Tari Sintung diekspresikan? Sintung merupakan refleksi jiwa, ungkapan kegembiraan yang diekspresikan dengan cara mengangkat kaki, maupun bergembira ria sambil melompat-lompat disertai pembacaan selawat dan barzanji.
-
Apa itu tari tradisional? Tari tradisional adalah tarian yang berkembang dan dilestarikan secara turun temurun di suatu daerah tertentu. Tari tradisional merupakan bagian dari kebudayaan suatu daerah.
-
Dari mana asal Tari Sintung? Sejarah Mengutip situs resmi Pemkab Sumenep, Tari Sintung ini berasal dari Asia Tengah, yaitu semenanjung Arabia.
Adaptasi dari Alam
Meski terancam punah, Tari Sining sangat mengandung unsur agama dan juga diadaptasi dari kekayaan alam. Mengutip disdikbud.acehtengahkab.go.id, kesenian ini tergolong kategori tarian klasik yang masih terkait dengan prosesi pembangunan tempat tinggal masyarakat Gayo.
Terdapat satu penggalan kalimat adat yaitu "kepur nunguk tari ni uwo" artinya kibasan burung unguk dan tariannya burung wo. Memang, pada setiap gerakan Tari Sining sangat indah, lincah dan energik. Kedua hewan yang disebutkan tadi menjadi perumpamaannya. Burung Unguk berasal dari dataran tinggi Gayo yang kibasan sayapnya saat terbang begitu indah dan khas. Sementara Wo adalah hewan sejenis ayam yang di waktu tertentu melakukan gerakan-gerakan layaknya sedang menari.
Proses Pelaksanaan
Tari Sining lazim dibawakan saat proses-proses sakral adat masyarakat Gayo, seperti prosesi mendirikan rumah baru, dan bagian dari prosesi upacara memandikan dan penobatan raja atau dikenal dengan istilah mukni reje.
Saat prosesi mendirikan rumah, Tari Sining dibawakan di atas kayu yang melintang di antara dua pondasi dengan ketinggian mencapai 8 hingga 12 meter. Tari ini sering dibawakan di atas dulang dalam pada posisi merapat ke tanah. Kemudian, pada proses penobatan raja, tarian ini lazimnya ditampilkan di tempat terbuka dan dilaksanakan setiap tahun kepada raja sebagai simbol pembersihan diri sebagai seorang pemimpin.
Lama Menghilang
Sayangnya, seiring berjalan zaman yang semakin modern, Tari Sining sudah semakin menghilang dan memudar keberadaannya. Bahkan, terakhir kali Tari Sining ditampilkan sekitar tahun 1946. Saat ini, salah satu kesenian tradisional asli Gayo ini kabarnya akan kembali direkonstruksi dan dapat dikenalkan kepada masyarakat luas.