Nilai-Nilai Tradisi Mando’a Pusaro, Ziarah ke Makam Tuanku Madinah oleh Masyarakat Padang Pariaman
Tradisi Mando’a Pusaro merupakan tradisi ziarah ke makam Tuanku Madinah yang dilakukan oleh masyarakat Padang Pariaman.
Tradisi Mando’a Pusaro merupakan tradisi ziarah ke makam Tuanku Madinah yang dilakukan oleh masyarakat Padang Pariaman.
Nilai-Nilai Tradisi Mando’a Pusaro, Ziarah ke Makam Tuanku Madinah oleh Masyarakat Padang Pariaman
Tradisi Mando'a Pusaro
Umumnya, kebudayaan berupa tradisi yang berkembang di Minangkabau atau wilayah provinsi Sumatra Barat, selalu dikaitkan dengan ritual keagamaan.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap tradisi diyakini masyarakat mengenai kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya.
Tradisi Mando’a Pusaro merupakan tradisi ziarah ke makam Syekh Burhanuddin atau Tuanku Madinah yang dilakukan oleh masyarakat Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat.
-
Kenapa orang Padang Pariaman ikut Batagak Kudo-Kudo? Bagi masyarakat sekitar, tradisi ini hukumnya wajib. Bukan berarti wajib dalam aturannya, melainkan berangkat diri mereka sendiri. Apabila tidak hadir dalam tradisi Batagak Kudo-Kudo ini, mereka akan merasa malu.
-
Dimana tradisi Maapam dilaksanakan? Pelaksanaan Maapam bisa dilakukan di rumah masing-masing, atau di masjid, musala yang ada di setiap kampung.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
-
Kenapa situs Gunung Padang dianggap sakral? Terletak di Karyamukti, Cianjur, situs ini memiliki serangkaian teras buatan yang dibangun dari batu-batu besar dan dianggap sakral oleh masyarakat Sunda sebagai tempat Prabu Siliwangi berusaha membangun istana dalam semalam.
-
Kenapa tradisi Bajapuik di Padang Pariaman dilakukan? Tradisi Bajapuik menjadi simbol atau bentuk ketulusan hati dalam menerima pasangan, maka dari itu pihak laki-laki dijemput oleh keluarga perempuan secara adat.
-
Apa makna Sumando di Tapanuli Tengah? Sumando dimaknai oleh masyarakat Tapanuli Tengah sebagai sebuah kesatuan, yakni pertambahan atau percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lainnya yang diikat dengan tali pernikahan.
Tradisi ini dilakukan untuk menghormati Syekh Burhanuddin atas jasa beliau dalam menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Minangkabau dan nilai-nilai sakralitas lainnya yang melekat pada beliau.
Makam Tuanku Madinah berada di Korong Toboh Karambia, Nagari Lareh Nan Panjang Barat, Kecamatan VII Koto, Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman.
Nilai-Nilai Tradisi Mando'a Pusaro
Mengutip jurnal Kearifan Lokal Tradisi Mando’a Pusaro di Kecamatan Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat yang dirilis oleh Johan Septian Putra dan Nia Ardianti Putri, tradisi Mando’a Pusaro atau ziarah dalam konteks ini bergantung pada niat dan tujuan dari masing-masing orang yang melakukannya.
Umumnya, tradisi akan dimulai dengan berdoa bersama, kemudian masing-masing peziarah dipersilakan untuk berdoa sesuai keinginannya.
Ada yang berziarah dengan tujuan mencari peningkatan kehidupan batiniah serta mendoakan dan mengenang jasa-jasa Tuanku Madinah yang telah ikut andil dalam mengembangkan Islam di Minangkabau.
(Foto : istockphoto)
Ada pula yang berniat sembari melepaskan nazar yang telah dilakukan.
Ada juga yang meletakkan jeruk nipis (limau dan bahan lainnya) di atas tanah kuburan makam dengan maksud untuk mendapatkan berkat dari Tuanku Madinah.
(Foto : istockphoto)
Ada yang menggunakan air keran di makam tersebut lalu mengusapkan ke kepala, telapak tangan, wajah, kaki atau ke bagian tubuh yang sakit.
Menurut peziarah, berkah adalah limpahan pahala dari Tuanku Madinah sehingga dapat mengantarkan pada keselamatan dunia dan akhirat.
Selain itu, peziarah berasumsi bahwa air tersebut dapat menjadi media pengobatan bagi penyakit yang sedang mereka alami.
Peziarah memercayai bahwa Tuanku Madinah adalah seorang wali yang dianggap memiliki kelebihan serta kemampuan untuk berhubungan langsung dengan Allah SWT.
Oleh karena itu, peziarah melakukan tradisi dan menjadikan beliau sebagai perantara atas doa-doa yang mereka panjatkan.