Mengenal Ruwahan Tradisi Orang Betawi Jelang Ramadan, Sambut Kedatangan Roh Leluhur ke Rumah
Bulan ramadan menjadi momen yang sangat dinantikan. Setiap tahunnya dilangsungkan berbagai tradisi penyambutan salah satunya Ruwahan oleh masyarakat Betawi.
Ruwahan jadi tradisi sambut Ramadan yang berbeda dari kebanyakan daerah karena diisi dengan kegiatan berbagai sembako.
Tradisi ini masih dilestarikan oleh warga di Jakarta, Bekasi, Depok dan sekitarnya.
Sebenarnya, terdapat rangkaian acara sebelum pelaksanaan pembagian sembako karena ruwahan secara spesial untuk menyambut kedatangan roh nenek moyang dan orang tua yang dipercaya warga Betawi akan datang menengok keluarga yang ditinggalkan.
Menyambut Kedatangan Roh Orang Tua
Mengutip laman majalah online Jakita oleh Pemprov DKI Jakarta, ruwahan masih rutin diadakan oleh warga Betawi setiap tahunnya.
Tradisi ini dimulai dengan sejumlah rangkaian kegiatan seperti berdoa dan makan bersama untuk menyambut roh nenek moyang.
Warga Betawi memiliki keyakinan bahwa orang yang sudah meninggal akan datang kembali ke rumah mereka, demi menengok anak dan cucunya yang masih hidup.
Menurut Budayawan Betawi, Yahya Andi, ruwahan sendiri berangkat dari kata arwah pendahulu dari keluarga Betawi.
berita untuk kamu.
Diawali dengan Pembacaan Yasin dan Tahlil
Adapun langkah awal melaksanakan ruwah adalah dengan melakukan syukuran sekaligus pengajian. Biasanya keluarga Betawi akan mengundang ustaz atau pemuka agama untuk memimpin doa.
Mula-mula tetangga dan keluarga besar diundang ke rumah warga Betawi yang melaksanakan ruwahan. Kemudian mereka melaksanakan pengajian berupa pembacaan tahlil, yasin dan doa bersama.
Ini jadi salah satu cara untuk menyambut kehadiran roh nenek moyang, sekaligus mendoakan agar amal ibadahnya bisa diterima oleh Allah SWT.
“Ini bisa membuat kita ingat akan kematian, dengan terus berbuat kebaikan,” katanya, dikutip Merdeka, Kamis (29/2).
Dilanjutkan dengan Bersih Desa dan Mandi Arang Padi
Setelah pelaksanaan doa, terdapat rangkaian lainnya seperti ziarah kubur ke anggota keluarga yang sudah meninggal, lalu kendurian, bersih-bersih desa dan terakhir mandi air yang diberi arang padi.
Seluruh rangkaian acara sudah bisa dilakukan di awal bulan syaban, sampai mandi merang yang merupakan air arang batang padi di akhir bulan dan beberapa hari menuju salat tarawih pertama.
Acara ruwahan ini diadakan secara ramai oleh anggota keluarga Betawi, karena melibatkan banyak orang. Tak jarang di sini juga diadakan acara makan-makan sebagai upaya merekatkan tali silaturahmi.
Menu menu yang dihadirkan adalah sajian khas Betawi seperti ketupat sayur, semur, asinan serta kue basah.
Membagikan Sembako ke Tetangga
Sisi menarik lainnya dari acara ruwahan adalah tradisi membagikan sembako kepada para tetangga, termasuk masyarakat yang membutuhkan.
Mengutip laman dinaskebudayaan.jakarta.go.id, sembako yang dibagikan juga tidak perlu mewah dan banyak, alias semampunya dari keluarga yang ingin berbagi.
Jika dimaknai lebih lanjut, sembako-sembako ini akan sangat berguna bagi masyarakat yang membutuhkan karena bisa membantu memenuhi kebutuhan selama bulan Ramadan.
Secara umum, ruwahan sebenarnya memiliki makna untuk mengucap rasa syukur atas rezeki yang didapatkan selama ini. Keberlimpahannya pun akan menjadi berkah, jika terdapat warga yang ikut merasakannya.
- Nurul Diva Kautsar
Dalam menyambut bulan Ramadan, setiap daerah memiliki tradisinya masing-masing yang unik dan penuh makna.
Baca SelengkapnyaBedanya memasak rendang untuk sambut Ramadan adalah masakannya akan disajikan untuk santap sahur pertama.
Baca SelengkapnyaRitual jemaah penganut Tarekat Naqsyabandiah di Ranah Minang ini menghabiskan waktu di Bulan Ramadan dengan berzikir dan berdoa kepada Allah.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Masyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaTradisi Nyepuh jadi cara warga di Ciamis untuk menyambut bulan Ramadan.
Baca SelengkapnyaBodho Kupat sendiri merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan masyarakat Lumajang ketika memasuki hari ketujuh Lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaDi Provinsi Sumatra Utara, masyarakat menyambut bulan suci ini dengan ragam tradisi yang berbeda-beda dan tentunya penuh makna.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah ada sejak tahun 1743 dan diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaSaat dzikir, mereka mematikan lampu masjid agar prosesi ibadah itu berjalan lebih khusyuk
Baca Selengkapnya