Digitalisasi Aksara-aksara Nusantara
Merdeka.com - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) punya kegiatan melakukan digitalisasi aksara-aksara nusantara untuk melestarikan bahasa-bahasa daerah. Program ini dibalut dengan nama Merajut Nusantara melalui Digitalisasi Aksara.
Pada Juni lalu, PANDI berhasil mendaftar domain aksara Jawa (hanacaraka) ke Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN). Aksara Sunda, Bali, Rejang, Batak, Bugis, dan Makassar segera didaftarkan juga, karena aksara-aksara daerah itu sudah memiliki standar di Unicode.
Namun, bagaimana sebenarnya upaya digitalisasi aksara-aksara nusantara itu dimulai, berikut ini pandangan Andi Mallarangeng, Wakil Dewan Pembina Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara,yang peduli pada pelestarian aksara Lontara yang biasa digunakan oleh Bugis dan Makassar. Berikut paparan lengkapnya:
-
Kapan Hari Aksara Internasional dirayakan? Hari Aksara Internasional, yang diperingati setiap 8 September, merupakan momen penting untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya literasi dan pendidikan.
-
Kapan nama Jawa mulai banyak dipakai? Namun dalam era modern, nama keluarga biasanya tak lagi dipakai.
-
Siapa yang menetapkan Hari Aksara Internasional? Ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1965, hari ini dirayakan untuk mengenali dan menghargai pencapaian dalam upaya mengurangi buta huruf di seluruh dunia.
-
Dimana Aksara Batak pertama berkembang? Awalnya Aksara Batak berkembang di daerah Angkola hingga Mandailing yang tidak jauh dari perbatasan Sumatera Barat.
-
Bagaimana Aksara Batak menyebar? Kemudian, aksara ini menyebar hingga ke bagian utara hingga membentuk aksara purba Toba-Timur-Simalungun.
-
Bagaimana struktur nama Jawa? Nama Jawa umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu nama depan dan nama belakang. Nama depan biasanya dipilih berdasarkan preferensi orang tua atau keluarga, sementara nama belakang seringkali merupakan nama keluarga atau disebut dengan 'krama' dalam tradisi Jawa.
Dalam era digital, kalau suatu aksara tidak hadir dalam bentuk digital, aksara itu dianggap tidak ada. Kalau pun ada, ia dianggap aksara yang tidak lagi hidup, tidak ada lagi pendukung aktifnya, atau dengan kata lain, aksara mati. Persis seperti aksara Mesir kuno, hierogliph.
Sebenarnya, aksara nusantara tidak ketinggalan dalam memasuki era digital. Ketika saya menciptakan BugisA true type font 25 tahun lalu di Northern Illinois University, dalam proses pergantian DOS ke Windows sebagai sistem operasi komputer, saat itu kita hanya terlambat beberapa bulan dari aksara Thailand tetapi lebih duluan daripada aksara Burma. Bahkan, aksara lontaraq dan belakangan aksara Jawa pun telah terdaftar di Unicode.
Sayangnya, kehadiran aksara nusantara dalam dunia digital tampaknya hanya sampai di situ. Berbagai aksara nusantara lain pun telah dibuat font-nya sehingga bisa digunakan untuk menulis di komputer. Kebanyakan digunakan untuk menulis kutipan-kutipan bahasa daerah dalam tulisan-tulisan ilmiah atau tesis yang berbahasa Indonesia.
Di koran atau media lainnya, artikel berbahasa daerah tetap saja menggunakan aksara Latin.
Untuk aksara Lontaraq dan aksara Jawa yang sudah terdaftar di Unicode, sedikit lebih baik nasibnya, karena sudah embedded dalam smartphone yang kita miliki. Karena itu, kita sudah bisa menyetel settingan smartphone kita untuk opsi aksara lontaraq dan Jawa, guna menulis pesan di berbagai platform, seperti WhatsApp, Line, Messenger, Telegram, dan sebagainya.
Tapi semua itu masih sporadis sifatnya. Belum ada platform digital tersendiri yang menggunakan aksara nusantara sebagai basisnya. Dan karena itu, dalam kaca mata dunia digital, aksara nusantara masih seperti hierogliph, aksara Mesir kuno; ada, bisa dipelajari dan dituliskan, tapi pada dasarnya sudah mati.
Karena itu, inisiatif PANDI sebagai pengelola nama domain internet di Indonesia untuk "merajut Indonesia" dalam bentuk penetapan nama domain tersendiri untuk aksara-aksara nusantara patut disambut gembira. Dua jempol.
Dengan begitu, seiring dengan .id sebagai nama domain bahasa kebangsaan kita, bahasa Indonesia, akan hadir juga nama domain yang mewakili aksara-aksara nusantara sebagaimana yang bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Untuk aksara Lontaraq, misalnya, akan ada domain name .ᨕᨗᨊ (bacanya .INA, sebagaimana singkatan untuk negara kita dalam dunia internasional).
Tentu saja setiap nama domainitu tetap harus didaftarkan ke ICANN, sebagai pengelola nama domain internet dunia. Dan ICANN baru menyetujui jika dia yakin bahwa aksara itu benar-benar hidup dan punya pendukung budaya yang aktif.
Untuk itu, ICANN perlu melihat ada website yang berbasis aksara-aksara nusantara yang hidup, karena dihidupkan oleh pendukung budayanya secara aktif.
Lomba Bikin Website Beraksara Daerah
©2020 Merdeka.com
Salah satu cara yang efektif dan relatif cepat adalah mengadakan sayembara pembuatan website untuk masing-masing aksara. Sayembara ini juga berfungsi untuk menguji apakah benar ada pendukung budaya yang aktif bagi masing-masing aksara tersebut.
Sejauh ini, PANDI telah bekerja sama dengan Kraton Yogyakarta untuk aksara Jawa, Universitas Udayana untuk aksara Bali, Universitas Padjajaran untuk aksara Sunda, dan PB NU untuk aksara Arab Pegon yang digunakan di pesantren.
Yang terbaru dengan Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara untuk aksara Lontaraq.
Bagi saya, ini kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa kita ada, budaya kita ada, aksara kita ada, alive and kicking. Caranya, ayo ikuti sayembara pembuatan website berbasis aksara nusantara, yang sedang atau segera akan diluncurkan.
Komunitas-komunitas berbasis adat, daerah, kampus, kampung, kelompok, minat, dan sebagainya, ayo tunjukkan jati dirimu. Ikuti sayembara ini, dengan menggalang anak-anak muda kreatif dan kearifan lokal budaya kita masing-masing.
Khusus untuk saudara-saudaraku, salessurengku, siribattangku, pendukung budaya aksara Lontaraq, yang ada di Sulawesi, atau di manapun berada, ayo, jangan kita ketinggalan. Mari kita bikin website berbasis aksara Lontaraq yang tampilannya menarik, berguna, dan menginspirasi. ᨕᨙᨓᨀᨚ , ᨑᨙᨓᨀᨚ ! (mdk/sya)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari angka 1 juta itu, terdapat 5 domain yang menjadi favorit masyarakat.
Baca SelengkapnyaPANDI berkomitmen bekerja sama dengan pengelola domain internet negara di Asia Pasifik di APTLD 84 Seoul, Korea Selatan.
Baca SelengkapnyaDomain .com kali ini harus mengakui kekalahannya dengan .ID. Domain asli milik Indonesia ini jumlah melejit menyalip pangsa pasar .com.
Baca SelengkapnyaKemenkominfo RI sedang menyiapkan beberapa rencana bagi aksara nusantara yang mendapat pengesahan SNI bersama para pegiat aksara.
Baca SelengkapnyaAksara kuno rupanya tak hanya dikenal di Suku Jawa saja, melainkan Suku Batak juga memiliki aksaranya sendiri.
Baca SelengkapnyaBertujuan demi memperkuat ekosistem internet di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPANDI dan Kadin Indonesia bekerja sama dalam pemanfaatan domain .id di lingkungan dunia usaha.
Baca SelengkapnyaPengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) sebagai registri nama domain tingkat tinggi Indonesia (.id), berikan harga spesial domain .id pada akhir tahun.
Baca SelengkapnyaPengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) gelar DomainFest .id 2023. Festival digelar hingga hari ini, Sabtu (2/9).
Baca SelengkapnyaKeberadaan naskah itu membuktikan bahwa dulu di lereng Merapi-Merbabu terdapat komunitas sastrawan yang besar
Baca SelengkapnyaBahasa Indonesia menjadi bahasa ke-10 yang diakui sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO.
Baca SelengkapnyaPANDI siapkan aplikasi untuk tangkal konten judi online di domain .id.
Baca Selengkapnya