25 Tahun Tragedi Trisakti
Lembar kelam pelanggaran HAM yang tak kunjung menemukan titik cerah. Begini ceritanya!

Lembar kelam pelanggaran HAM yang tak kunjung menemukan titik cerah

25 Tahun Tragedi Trisakti

Krisis moneter yang melanda seluruh dunia pada pertengahan 1997 turut berimbas kepada Indonesia. Saat itu harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat berkurang, nilai tukar Rupiah juga terus melemah.
Kondisi ini menjadi momentum semakin masifnya gerakan menuntut Soeharto mundur dari kursi presiden.
Sejak Maret 1998, rentetan aksi unjuk rasa digelar. Mahasiswa dan berbagai elemen pro-demokrasi turun ke jalan. Mereka menuntut segera dilakukannya reformasi.


Aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 menjadi salah satu gerakan yang masih diingat sampai saat ini.
Pasalnya, sejumlah mahasiswa tewas dalam unjuk rasa tersebut. Mereka terbunuh oleh tembakan aparat polisi yang berjaga.
Keempat mahasiswa yang meninggal dunia adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royadin, dan Hendrawan Sie.

Empat Mahasiswa Terbunuh

Sudah 25 tahun tragedi Trisakti 1998 berlalu. Namun, keadilan bagi korban tak kunjung menemukan titik terang. Aktor intelektual di balik kasus itu belum juga terungkap.
Pengadilan Militer Kecewakan Keluarga Korban
Pengadilan militer selama ini menimbulkan kekecewaan bagi keluarga korban, karena hanya mengadili perwira bawahan dan tidak membawa pelaku penanggung jawab utama ke pengadilan.

Presiden Jokowi Didesak Tuntaskan Tragedi Trisakti
Amnesty International Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi segera menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
"Tragedi penembakan mahasiswa Universitas Trisakti tidak boleh diabaikan,
apalagi kasus ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia berat yang sudah diakui negara."
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, sebagaiman dilansir Liputan6.com pada Jumat (12/5/2023).
Sampai detik ini para keluarga, utamanya orang tua korban Tragedi Trisakti, terus berjuang mencari keadilan.

Terus Berjuang Mencari Keadilan
Sejak 18 Januari 2007, mereka melakukan aksi diam di depan Istana Merdeka. Bergabung bersama aktivis HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM lain, seperti Tragedi Semanggi I dan II,
Atribut serba hitam dikenakannya sebagai tanda duka.
