Polemik Sukatani Band, Ternyata Deretan Musisi ini Juga Pernah Dicekal Akibat Lirik Lagu Berisi Kritik
Band punk asal Purbalingga, Sukatani, mendadak viral setelah meminta maaf kepada Polri terkait lagu 'Bayar Bayar Bayar' yang dianggap menyinggung.

Band punk new wave Sukatani, yang beranggotakan Novi Citra Indriyati (Twister Angel) sebagai vokalis dan Muhammad Syifa Al Luthfi (Alectroguy) sebagai gitaris dan produser mendadak viral usai memberikan klarifikasi usai dianggap menyinggung Polri.
Padahal karakter mereka dikenal karena lirik lagu-lagu mereka yang kritis terhadap isu sosial, khususnya permasalahan agraria dan petani, seringkali dipadukan dengan dialek Banyumas.
Saat popularitas mereka memuncak, band ini justru dianggap kontroversi setelah pada 20 Februari 2025 mereka meminta maaf secara publik kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan menarik lagu "Bayar Bayar Bayar" dari berbagai platform musik daring.
Lagu "Bayar Bayar Bayar" dianggap menyinggung institusi Polri, meskipun Sukatani mengklaim lirik tersebut hanya ditujukan kepada oknum polisi yang melanggar hukum.
Permintaan maaf disampaikan melalui video di akun Instagram resmi mereka. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang batas kebebasan berekspresi dalam bermusik dan kritik sosial di Indonesia.
Peristiwa ini juga menyoroti bagaimana sebuah karya seni, dalam hal ini lagu, dapat memicu reaksi yang signifikan dari pihak berwenang dan publik.
Lagu "Bayar Bayar Bayar" dan Reaksi Polri
Lagu "Bayar Bayar Bayar" menjadi pusat kontroversi. Meskipun Sukatani menegaskan bahwa lirik lagu tersebut tidak ditujukan kepada seluruh institusi Polri, melainkan hanya oknum yang korup, persepsi publik dan reaksi dari pihak berwenang tetap menimbulkan dampak besar bagi band ini.
Permintaan maaf yang disampaikan melalui video di media sosial menunjukkan usaha band untuk meredakan situasi dan menghindari eskalasi konflik.
Polda Jawa Tengah sendiri telah mengeluarkan pernyataan yang membantah adanya represi atau larangan resmi terhadap lagu tersebut.
Namun, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana karya seni, khususnya yang bertemakan kritik sosial, dapat diinterpretasikan dan diterima oleh berbagai pihak.
Kebebasan berekspresi dan hak untuk mengkritik merupakan hal yang penting dalam demokrasi, tetapi juga perlu diimbangi dengan tanggung jawab dan pemahaman akan konsekuensi dari pernyataan tersebut.
Peristiwa ini juga mengingatkan kita pada kasus-kasus serupa di masa lalu, di mana band atau musisi menghadapi tantangan dan bahkan penindasan karena karya-karya mereka yang dianggap kritis terhadap pemerintah atau pihak berwenang.
Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk kebebasan berekspresi di Indonesia masih terus berlanjut. Kejadian ini bukan kali pertama terjadi.
Tercatat ada beberapa band dan musisi yang sempat terlibat kontroversi usai lirik lagu mereka dianggap menyindir atau mengkritik pemerintah dan instansi tertentu.
Band dan Musisi yang Dicekal Akibat Lirik Lagu Kritik
Beberapa band dan musisi di Indonesia pernah mengalami pencekalan atau masalah dengan pihak berwenang karena lirik lagu mereka yang dianggap kritis atau kontroversial. Berikut adalah beberapa contoh:
- Koes Bersaudara/Koes Plus:
- Pada era Orde Lama, band ini pernah dipenjara karena lagu-lagu mereka dianggap kebarat-baratan dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
- Bimbo:
- Band ini juga pernah mengalami pencekalan, salah satunya karena lagu "Tante Sun" yang dianggap menyinggung pemerintah pada era 70-an.
- Iwan Fals:
- Lagu-lagu Iwan Fals yang banyak mengkritik kondisi sosial dan politik membuatnya sering berurusan dengan pihak berwenang pada masa Orde Baru.
- Slank:
- Pada tahun 2008, Slank sempat digugat oleh DPR karena lagu "Gosip Jalanan" yang dianggap menghina lembaga negara. Lagu itu berisi kritikan terhadap para pejabat yang melakukan tindakan korupsi.
- Elpamas:
- Band ini juga mengalami masalah dengan pemerintah, dikarenakan lagu lagu mereka yang mengkritik pemerintah.
- Superman Is Dead (SID):
- Pada tahun 2019, SID tersandung kasus UU ITE, dikarenakan postingan di sosial media yang dianggap menghina TNI.
Disorot PKB: Kritik dalam Seni itu Wajar
Wakil Ketua Pengurus Harian DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhammad Aji Pratama menyoroti polemik yang terjadi dan menganggap kritik dalam seni merupakan hal yang wajar.
Dikutip dari ANTARA, Jumat (21/2), Aji menyampaikan tanggapan terkait penghapusan lagu Bayar Bayar Bayar milik band Sukatani di sejumlah aplikasi musik.
"Kalau ada yang tidak setuju harusnya dibantah dengan argumen, bukan dihapus begitu saja. Jangan sampai masyarakat melihat ini sebagai bentuk pembungkaman karena justru itu yang akan memperburuk kepercayaan publik terhadap kebebasan berekspresi di negeri ini," kata Aji dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/2) kemarin.
Menurut Aji, musisi dan seniman memiliki peran penting dalam menyuarakan kegelisahan publik, sehingga tidak seharusnya mereka menghadapi intimidasi atau tekanan dalam bentuk apa pun.
Jika ada pihak yang keberatan terhadap sebuah karya seni, maka cara yang paling sehat adalah melalui dialog, bukan dengan langkah-langkah yang justru mempersempit kebebasan berkarya.
"Kita harus pastikan bahwa seniman tidak hidup dalam ketakutan saat berkarya. Kalau kritik mulai dianggap sebagai ancaman, berarti ada sesuatu yang salah dalam cara kita bernegara.'
"Seni adalah cerminan realitas. Kalau cerminnya dipecahkan, bukan berarti masalahnya hilang. Justru yang perlu kita lakukan adalah bercermin lebih baik," katanya,