Deretan Riset Ilmiah Indonesia Dapat Pengakuan Dunia, Termasuk Ubah Air Jadi Bahan Bakar
Temuan dan hasil inovasi sejumlah warga negara Indonesia ini mendapatkan pengakuan ilmiah di kancah internasional.
4 Penemuan Masyarakat Indonesia Ini Dapat Pengakuan Dunia
Nama Aryanto Misel menjadi pembahasan publik karena hasil temuan Niku Banyu (Nikuba) yang diklaim dapat menggantikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Aryanto bahkan sempat terbang ke Italia untuk mempresentasikan temuannya di hadapan pejabat perusahaan Ferrari dan Lamborghini.
Pria asal Cirebon itu bahkan menyampaikan pernyataan skeptis bahwa pemerintah enggan mengakomodir temuannya tersebut, sehingga dia akan lebih memilih menjual inovasinya ke pihak luar negeri. Meski begitu, temuan Arya masih banyak diragukan para akademis dan periset.
Jauh sebelum kontroversial Arya atas temuan Nikuba-nya, temuan dan hasil inovasi sejumlah warga negara Indonesia ini mendapatkan pengakuan ilmiah di kancah internasional. Berikut daftarnya;
Ekstrak Batang Pepaya Menjadi Sabun
Pada tahun 2014, Jocelyne Livia Kusuma (16), berhasil meneliti ekstrak batang pepaya dan memproduksinya menjadi sabun untuk membersihkan jamur pada kentang.
Siswi yang berasal dari SMA Santa Laurensia Tangerang, berhasil meraih medali emas dalam International Conference of Young Scientists ke-21 di Belgrade, Serbia. Riset terhadap ekstrak batang pepaya sudah dia teliti selama satu tahun. Dia melakukan penelitian ini karena banyak kualitas kentang menurun akibat tumbuhnya jamur. Penemuannya ini dapat memanfaatkan limbah batang pepaya menjadi sesuatu yang lebih berguna, daripada sekedar dibuang. Dalam akun LinkedIn Jocelyn, dia sudah menamatkan pendidikannya sebagai master sains di bidang Biomolecular di Universitas Limerick, Irlandia.Pengharum dari Kotoran Sapi
Pada tahun 2013, dua siswi SMA Muhammadiyah Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Dwi Nailul Izzah dan Rintya Aprianti Miki, membuat terobosan pengharum ruangan dari kotoran sapi.
Mereka mengumpulkan limbah kotoran dari peternakan sapi di lingkungannya, dan melakukan proses fermentasi selama tiga hari. Kotoran sapi yang telah di fermentasi tersebut lalu diekstraksi dan dicampur dengan air kelapa, untuk kemudian disuling guna menghilangkan kotorannya. Setelah itu, maka jadilah produk akhir dari kotoran sapi terfermentasi itu berupa udara cair dengan aroma alami dari tumbuh-tumbuhan.Meskipun terbuat dari kotoran hewan, tapi ternyata pengharum ruangan ini memiliki aroma segar dan baik untuk kesehatan manusia karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya (aerosol) seperti produk lain di pasaran. Berkat penemuan mereka itu, keduanya berhasil memenangkan hadiah pertama di Olimpiade Sains Project. Keduanya kemudian melanjutkan kompetisi sains di Turki.
Mobil Bertenaga Kapur
Lima mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, membuat mobil dengan tenaga kapur yang direaksikan dengan larutan asam. Atas penemuan tersebut, mereka berhasil meraih juara 2 dalam kompetisi Chem E-Car di Perth, Australia.
Kelima mahasiswa Fakultas Teknik yang mewakili Indonesia itu adalah Dobita A Feliciana, Rizka Dwi Octaria, Dwi C Pujayanti, Afida Khofsoh, dan Sidiq Darmawan. Ketua tim Universitas Brawijaya, Dobita A Feleciana mengatakan, mobil karya mereka yang dipamerkan dan diperagakan dalam kompetisi purwarupa (prototype) itu, merupakan mobil dengan bahan bakar terbarukan yang diikuti sejumlah perguruan tinggi di Asia dan Australia.Dobita mengemukakan, prinsip kerja mobil tersebut memanfaatkan reaksi antara batu kapur dengan Hcl. Reaksi ini akan menghasilkan reaksi eksotermis, yang kemudian diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan susunan bahan semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semi konduktor itu disusun sedemikian rupa dan energi listrik inilah yang digunakan untuk menggerakkan motor DC dan akan ditransmisikan ke roda mobil.
Vaksin Penghambat Virus Flu Burung
Pada tahun 2011, mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Artina Prastiwi terpilih menjadi juara pertama dalam kompetisi Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) Paper Challenge (MPC) 2011.
Dalam kompetisi tersebut, Artina menampilkan sebuah inovasi memanfaatkan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) untuk menghambat virus flu burung/Avian Influensa (AI) H5N1.
Artina mengaku gelisah dengan fenomena penyebaran virus AI di Indonesia yang telah memakan cukup banyak korban. Dia memahami betul orang yang bersinggungan langsung dengan unggas akan rentan terserang virus ini.
Dia cemas terhadap nasib para peternak yang tidak saja mengalami kerugian materi akibat serangan virus mematikan ini, tetapi juga keselamatan jiwa mereka yang terancam. Meskipun peternak mengetahui risiko yang timbul, mereka jarang memvaksin untuk menangkal virus AI kepada unggasnya. "Banyak peternak yang tidak memvaksin unggasnya karena harga vaksin kimia AI di pasaran cukup mahal. Harganya dipatok 200 ribu rupiah untuk 100 dosis,” ujar Artina dalam sebuah wawancara yang dipublikasi pada situs UGM.