Fintech Ini Catat Rasio Kredit Macet 1 Persen di Februari 2019

Merdeka.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman fintech peer to peer lending hingga Februari 2019 tumbuh pesat. Namun, OJK juga mencatat non performing loan (NPL/rasio pinjaman bermasalah) dari 99 fintech lending terdaftar sudah berada di kisaran 3 persen.
Pada Februari 2019 rasio pinjaman macet lebih dari 90 hari sebesar 3,18 persen. Sedangkan untuk rasio pinjaman kurang lancar dari 30 hari hingga 90 hari di 3,17 persen.
Salah perusahaan fintech peer to peer lending, Amartha menyatakan bahwa tidak semua perusahaan fintech di Indonesia terbelit dengan masalah kredit macet seperti yang diungkapkan oleh OJK.
Sebagai fintech peer-to-peer lending yang fokus membantu perempuan pengusaha mikro di pedesaan, Amartha secara konsisten berhasil menjaga tingkat kredit macetnya di kisaran satu persen, jauh dibawah rata-rata industri fintech di angka 3,18 persen. Saat ini angka NPL Amartha saat ini berada di kisaran 1 persen.
Menurut Vice President Amartha, Aria Widyanto, sangat serius dalam menjaga agar tingkat kredit macetnya tetap berada di level yang rendah.
"Kami sangat serius soal kredit macet, karena kami tidak mau memberi solusi masalah dengan membuat masalah baru," kata Aria, dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/3).
Salah satu langkah yang dilakukan untuk menekan NPL adalah lewat pendampingan kepada ratusan ribu mitranya di pedesaan yang disebut dengan tanggung renteng.
Amartha membentuk kelompok berisi 15-20 orang berisi para mitra usaha, yang bertemu seminggu sekali untuk diberi pelatihan dan saling berbagi perkembangan usaha masing-masing. Setiap anggota kelompok akan bergotong-royong saling mengingatkan sebelum jatuh tempo pembayaran.
"Makanya kami turunkan ribuan anggota tim di lapangan untuk mendampingi dan mengedukasi ibu-ibu mitra Amartha seminggu sekali, agar mereka bisa mengelola pinjaman dengan baik dan membantu supaya usahanya berkembang," ujar Aria.
Pada industri fintech peer-to-peer lending, yang dikategorikan kredit bermasalah (NPL) adalah ketika peminjam tidak bisa membayar kembali pinjaman dalam waktu 90 hari setelah jatuh tempo.
Sementara persentase pembayaran pinjaman tepat waktu (on time repayment) di Amartha sangat tinggi, mencapai 97,5 persen per akhir Maret 2019.
Resep sukses Amartha berikutnya dalam menekan kredit macet adalah teknologi machine learning yang berfungsi memberi skor kredit kepada calon mitra Amartha. Berbeda dari skor kredit perbankan yang melihat riwayat pembayaran cicilan, Amartha mengembangkan sendiri skor kredit dengan melakukan analisis risiko melalui pendekatan psikologis dan kepribadian.
Performa baik ini dicapai ditengah melonjaknya jumlah perempuan mitra Amartha per akhir Maret 2019 yang sudah mencapai 212.888 orang, bertambah nyaris seratus persen dari total jumlah mitra tahun 2018.
Pada 2018, lebih dari 167.000 perempuan pelaku usaha mikro di pelosok Indonesia telah menjadi mitra Amartha, meningkat 117 persen dari tahun 2017 sebanyak lebih dari 70.000 mitra.
Sedangkan untuk total dana yang disalurkan pada 2018 sekitar Rp 700 miliar, meningkat lebih dari 200 persen dari tahun 2017 sebesar Rp 200 miliar. Sejak 2010, fintech ini telah menyalurkan Rp 951 miliar dari 50,000 lebih investor dan kini telah memiliki mitra yang tersebar di 3,500 desa seluruh pulau Jawa.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya