Indonesia Negara ke-8 Ekonomi Terbesar Dunia tapi Pungli Merajalela, Cerminan Masyarakat Tak Sejahtera
PDB yang besar tidak serta-merta mencerminkan kesejahteraan masyarakat jika dilihat dari sisi PDB per kapita.

Indonesia mencatat pencapaian ekonomi luar biasa pada tahun 2024 dengan menempati peringkat ke-8 sebagai ekonomi terbesar dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP). Data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa Indonesia berhasil mengungguli Prancis dan Inggris dalam peringkat ini.
Namun, di balik prestasi tersebut, tantangan besar masih membayangi. Salah satunya adalah maraknya pungutan liar (pungli) dan korupsi yang menghambat efisiensi ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengingatkan PDB yang besar tidak serta-merta mencerminkan kesejahteraan masyarakat jika dilihat dari sisi PDB per kapita.
Dia menyebut Prancis memiliki PDB per kapita sebesar 44.460 USD, sementara Indonesia hanya 4.940 USD. Artinya, ekonomi Indonesia sebenarnya masih 9 kali lebih kecil dibandingkan Prancis jika dilihat dari pendapatan per individu.
"Ukuran ekonomi suatu negara tidak sama jika hanya melihat dari sisi PDB melainkan harus dibagi jumlah penduduk menjadi PDB per kapita. Prancis punya PDB per kapita sebesar USD 44.460, sementara Indonesia USD 4.940 artinya ekonomi Indonesia sebenarnya lebih kecil 9 kali lipat dibanding Prancis," kata Bhima kepada merdeka.com, Jumat (31/1).
Menurutnya, salah satu penyebab ketertinggalan ekonomi Indonesia adalah masih maraknya pungli di berbagai sektor ekonomi. Mulai dari perizinan usaha hingga logistik, biaya siluman akibat pungli membuat beban usaha semakin berat.
"Penyebab ekonomi masih tertinggal salah satunya karena masih marak pungli dan korupsi disemua lini aktivitas ekonomi. Mulai dari perizinan berusaha, dan logistik dari pabrik ke pelabuhan pungli nya banyak sekali. Pengusaha baik skala besar maupun umkm pusing karena biaya siluman nya tinggi," tambahnya.
Pungli Sebabkan Rendahnya Efisiensi Investasi
Bhima menjelaskan korupsi dan pungli juga menjadi faktor utama rendahnya efisiensi investasi di Indonesia. Indikator Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia berada di level 6,4 jauh lebih boros dibandingkan Vietnam yang hanya 4,6. Semakin tinggi ICOR, semakin besar investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang sama, menunjukkan ketidakefisienan ekonomi.
"Masalah korupsi dan pungli merupakan masalah no satu daya saing Indonesia menurut survei bank dunia. Makin tinggi ICOR maka dibutuhkan input investasi lebih boros untuk hasilkan output yang sama," terang Bhima.
Tak hanya berdampak pada dunia usaha, pungli juga membebani masyarakat.
"Penegakan hukum tidak berjalan. Akibatnya biaya pungli diteruskan ke harga barang, yang menanggung konsumen akhir," imbuhnya.
Lebih parahnya, ketidaktegasan dalam memberantas pungli bisa berdampak besar pada daya saing Indonesia dalam ekonomi global. Di tengah ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China, banyak perusahaan melakukan relokasi industri ke negara-negara dengan iklim bisnis yang lebih bersih.
Jika masalah pungli tidak segera diberantas, Indonesia bisa kehilangan peluang emas untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja baru.
"Jika Indonesia tidak berani berantas pungli khawatir di era perang dagang maka banyak relokasi industri dari China maupun AS tidak masuk ke Indonesia. Kita kehilangan potensi ekonomi dan kalah saing," tegasnya.
Pungli Bagian dari Sistem
Menurut Bhima, praktik pungli terus terjadi karena sudah menjadi bagian dari sistem. Oleh karena itu, akar permasalahannya harus dibereskan, termasuk dengan memperkuat peran KPK serta menelusuri aliran dana gelap yang mengalir dari pungli ke partai politik dan institusi pemerintah.
"Pungli ini hidup karena dipelihara sistem. Jadi akarnya harus diselesaikan termasuk penguatan peran KPK, dan penyidikan aliran dana gelap dari pungli ke partai dan institusi pemerintah," ungkapnya.
Kendati begitu, pembarantasn pungli bisa dilakukan, asalkan Presiden Prabowo memiliki komitmen kuat untuk memberantas pungli. Da juga menambahkan bahwa selama ada keseriusan dalam penegakan hukum, peluang untuk menghapus pungli masih terbuka.
"Bisa kalau Prabowo punya komitmen berantas pungli. (Ada kemungkinan) bisa kalau serius," Bhima mengakhiri.