Ini penyebab sistem keuangan syariah tak populer di Indonesia

Merdeka.com - Penasihat Senior Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Edy Setiadi, mengatakan sistem keuangan syariah Indonesia telah menjadi salah satu sistem terlengkap yang diakui secara internasional. Namun, sistem keuangan ini justru tidak populer di Tanah Air.
"Namun kita menyadari bahwa hingga saat ini masih terdapat tantangan berat untuk terus meningkatkan dan menumbuhkembangkan keuangan syariah di Indonesia," kata Edy, dalam sebuah acara di Wisma Antara, Jakarta, Jumat (24/11).
Edy mengungkapkan, berdasarkan data OJK, diketahui pangsa pasar keuangan syariah pada September 2017 masih di bawah 10 persen. Padahal, total aset keuangan syariah di Indonesia mencapai Rp 1.075,96 triliun.
"Tantangan lain yang dihadapi industri keuangan syariah Indonesia bisa dianalogikan ibarat kondisi jalan raya di Jakarta, transportasi umum, kendaraan atau bis yang tersedia sudah banyak dan mencukupi. Namun yang mau naik masih belum banyak. Akhirnya bis saling berebut penumpang yang jumlahnya masih terbatas, sehingga penumpang yang kualitasnya kurang baik juga ada yang terangkut. Sehingga membuat lembaga keuangan syariah menjadi rentan terhadap external shocks," ujarnya.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, lanjutnya, maka jumlah penumpang (nasabah) yang berkualitas harus ditambah. Salah satu caranya dengan memperbesar basis nasabah melalui pemberdayaan dan edukasi literasi keuangan syariah dari lembaga keuangan syariah.
Hal tersebut juga dinilai bisa menciptakan demand (permintaan) yang lebih besar lagi di sektor keuangan syariah. "Hal tersebut perlu menjadi perhatian seluruh pelaku sektor jasa keuangan syariah, mengingat adanya peningkatan jumlah penduduk middle class income Indonesia (pendapatan kelas menengah ke bawah) yang terutama didominasi penduduk Muslim."
Edy menegaskan, hal tersebut dapat menciptakan permintaan potensial terhadap produk dan jasa keuangan syariah pada sektor halal, terlebih lagi jaminan produk halal merupakan tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan pasal 5 ayat (1) UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Oleh karenanya, kita perlu terobosan dan inovasi baru dalam menjaring minat masyarakat untuk mengakses industri jasa keuangan syariah secara lebih luas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangun model bisnis yang mengolaborasikan potensi sektor keuangan, sektor riil, serta sektor relijius atau sosial secara timbal balik saling mendukung."
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya