Nasib Dampak Dana Desa Setelah Pemangkasan Anggaran
Anggaran dana transfer ke daerah (TKD) mengalami pengurangan sebesar Rp50,59 triliun.

Anggaran dana transfer ke daerah (TKD) mengalami pengurangan sebesar Rp50,59 triliun. Keputusan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menurut laporan dari Antara pada Kamis (6/2), kebijakan ini berisi penyesuaian terhadap pencadangan transfer ke daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, sesuai dengan arahan efisiensi anggaran yang tercantum dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Luky Alfirman, mengonfirmasi bahwa pencadangan ini mencakup pemangkasan anggaran untuk berbagai instrumen belanja transfer ke daerah.
Pemangkasan tersebut meliputi enam instrumen, antara lain kurang bayar dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), serta alokasi khusus (DAK) fisik, dana otonomi khusus (otsus), dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan dana desa.
Untuk kurang bayar dana bagi hasil, pemangkasan mencapai Rp13,90 triliun dari pagu awal Rp27,81 triliun, sedangkan alokasi DAU mengalami pengurangan sebesar Rp15,68 triliun dari pagu Rp446,63 triliun, sehingga nilai yang akan ditransfer menjadi Rp430,96 triliun.
DAK fisik yang sebelumnya dianggarkan sebesar Rp36,95 triliun juga mengalami pemangkasan sebesar Rp18,31 triliun, sehingga alokasinya kini menjadi Rp18,65 triliun.
Pemangkasan ini mencakup DAK fisik untuk bidang konektivitas sebesar Rp14,6 triliun, bidang irigasi Rp1,72 triliun, bidang pangan pertanian Rp675,33 miliar, dan bidang pangan akuatik Rp1,31 triliun.
Dana otonomi khusus (otsus) dipangkas sebesar Rp509,46 miliar dari pagu awal Rp14,52 triliun, sehingga menjadi Rp14,01 triliun, dengan rincian dana otsus Papua sebesar Rp9,7 triliun dan otsus Aceh Rp4,31 triliun.
Selain itu, dana keistimewaan untuk DIY juga dipangkas sebesar Rp200 miliar dari pagu awal Rp1,2 triliun, menjadikan total alokasinya Rp1 triliun.
Anggaran dana desa juga mengalami pemangkasan sebesar Rp2 triliun dari pagu Rp71 triliun, sehingga alokasi dana desa kini menjadi Rp69 triliun.
Diktum kedelapan dalam KMK tersebut menyatakan bahwa pemangkasan anggaran yang disebut sebagai cadangan ini akan digunakan untuk mendanai kebutuhan prioritas pemerintah. KMK ini berlaku sejak tanggal ditetapkan pada 3 Februari 2025.
Pemerintah memotong anggaran sebesar Rp 306,6 triliun
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 yang mengharuskan pemangkasan anggaran pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp306,69 triliun.
Rincian dari pemangkasan tersebut mencakup efisiensi anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.
Dalam pernyataan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginisiasi langkah-langkah efisiensi anggaran.
Langkah ini diharapkan dapat memanfaatkan kas negara untuk program-program yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
Dia mencontohkan beberapa program yang dimaksud, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, serta perbaikan sektor kesehatan.

Menghadapi pemotongan anggaran, Menpan RB mengandalkan transformasi digital
Efek dari pemangkasan anggaran, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah melakukan penyesuaian pada pos belanja serta mengevaluasi program dan kegiatan setelah mengalami efisiensi yang berupa pemangkasan anggaran.
Menurut Rini Widyantini, Menteri PANRB, pihaknya tengah melakukan perhitungan efisiensi dengan sangat teliti.
Program-program dan kegiatan yang ada dievaluasi untuk memastikan bahwa penggunaan anggaran tetap dilakukan secara optimal. Dalam situasi ini, optimalisasi transformasi digital pemerintah dianggap mampu menjawab tantangan yang ada.
Diharapkan, penerapan teknologi dapat mengurangi biaya operasional dan mempercepat kinerja pegawai.
"Sebagai bagian dari strategi efisiensi, kami mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam sistem kerja, menghemat penggunaan sarana dan prasarana kantor, serta memperkuat kolaborasi antar-unit kerja melalui pendekatan share outcome, share output, dan share activities," jelasnya pada Kamis (6/2).
Penyesuaian Pos Belanja
Menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 1/2025 mengenai Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, Kementerian PANRB melakukan penyesuaian pada beberapa pos belanja operasional maupun non-operasional.
Penyesuaian ini mengacu pada ketentuan yang telah diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Beberapa hal yang mengalami penyesuaian meliputi perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor, kegiatan rapat, seminar, sosialisasi, serta kegiatan seremonial lainnya.
"Namun kami tetap memperhatikan program dan kegiatan penting Kementerian PANRB agar kualitas pelayanan publik dan reformasi birokrasi tetap dapat ditingkatkan," ujar Rini.
Anggaran IKN tidak jadi dikurangi
Berbeda dengan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono menegaskan bahwa anggaran untuk pembangunan IKN Tahap II masih sesuai dengan keputusan yang diambil dalam Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo meminta Otorita IKN untuk mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan agar anggaran pembangunan IKN dapat disesuaikan.
"Kalau tentang anggaran kami sampaikan kepada beliau (Presiden Prabowo), dijawab agar itu segera disesuaikan. Karena Instruksi Presiden Tahun 2025 Nomor 1 dibuat sebelum Ratas kemarin," ungkap Basuki beberapa waktu lalu.
Kirim Surat ke Sri Mulyani
Basuki menjelaskan bahwa Instruksi Presiden Tahun 2025 Nomor 1 mengenai Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 telah dibuat sebelum Ratas mengenai Ibu Kota Nusantara berlangsung, sehingga perlu dilakukan penyesuaian. Anggaran Otorita IKN yang sebesar Rp 6,3 triliun merupakan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) awal.
Untuk memulai pembangunan kawasan yudikatif, legislatif, serta berbagai ekosistem pendukung lainnya, diperlukan tambahan anggaran sebesar Rp 8,1 triliun.
"Kami diminta untuk berkirim surat kepada Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) untuk menyesuaikan anggaran sesuai yang disetujui oleh Bapak Presiden, yaitu Rp 6,3 triliun ditambah Rp 8,1 triliun," tambah Basuki.