Pemerintah Prabowo Gunakan AI Atasi Stunting di NTT
Program ini juga melibatkan pelatihan teknologi modern, pendampingan teknis, dan penguatan jaringan pemasaran.
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, menginisiasi program kolaboratif lintas Kementerian dan Lembaga untuk menurunkan prevalensi kemiskinan ekstrem dan resiko stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal ini menindaklanjuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 mengatur tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan stunting di Indonesia
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga/Kepala BKKBN) Wihaji mengatakan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dipilih karena masih dihadapkan pada persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting.
Berdasarkan perhitungan BPS, persentase kemiskinan Provinsi NTT pada Maret 2024 adalah sebesar 19,48 persen, termasuk dalam tiga Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Sementara dalam konteks prevalensi stunting, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga menjadi provinsi dengan kasus stunting tertinggi kedua di Indonesia dengan angka 37 persen dari jumlah penduduk.
"Persoalan ini memerlukan solusi komprehensif untuk mengatasinya," kata Wihaji dalam konferensi pers di Kantor Pusat BKKBN, Jakarta, Senin (13/1).
5 Solusi untuk Pengentasan Stunting NTT
Pada rapat kolaborasi lintas sektor yang menjadi disepakati percepatan 5 solusi untuk yaitu Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan (Gate), Lansia Berdaya, dan aplikasi Super Apps berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligent—AI).
Dalam konteks peningkatan kesejahteraan keluarga, dengan dukungan K/L lain dan universitas, program juga mencakup penanaman benih jagung Nusa Timore di lahan 10.000 hektare setiap tahun, pengembangan beras analog berbasis jagung dan sorgum, serta pembentukan klaster UMKM olahan pangan lokal.
Program ini juga melibatkan pelatihan teknologi modern, pendampingan teknis, dan penguatan jaringan pemasaran untuk memastikan keberlanjutan.
Selain itu, untuk penanggulangan stunting NTT akan menggunakan pendekatan berbasis data riil per keluarga yang cukup komprehensif. Implementasinya akan dibangun ketahanan pangan lokal yang tidak hanya berfokus pada peningkatan konsumsi pangan bergizi, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan.
“Diversifikasi pangan lokal, seperti kelor, jagung dan sorgum, serta pemberdayaan UMKM berbasis komunitas akan mendorong kemandirian ekonomi. Program ini menjadi bagian dari komitmen kita untuk mewujudkan tema No Poverty, No Hungry,” tegasnya.
Melalui kolaborasi ini, pemerintah berharap dapat menciptakan perubahan nyata bagi masyarakat NTT. Dengan memaksimalkan data demografi dan optimalisasi potensi pangan lokal dan pemberdayaan UMKM.
"Langkah ini diharapkan tidak hanya dan stunting, tetapi juga memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang," tandasnya.