Risiko Besar di Balik Pembentukan Danantara: Ancaman Korupsi hingga Kehilangan Kepercayaan Publik
Pembentukan Danantara menyimpan risiko besar, dari korupsi, lemahnya tata kelola, hingga potensi memperburuk utang negara dan kehilangan kepercayaan publik.

Pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro (Danantara) yang mengelola aset negara senilai Rp14,670 triliun menyimpan potensi risiko signifikan.
Pertanyaan besar muncul: apakah pembentukan Danantara terlalu beresiko? Siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan aset sebesar itu? Di mana letak potensi masalahnya? Kapan risiko tersebut dapat muncul? Mengapa risiko ini perlu diperhatikan? Dan bagaimana cara meminimalisirnya?
Beberapa ahli telah menyuarakan kekhawatiran terkait potensi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan mengingat besarnya aset yang dikelola. Minimnya detail mekanisme pengelolaan dan pengawasan yang transparan meningkatkan kerentanan terhadap mismanajemen. Ketidakpastian iklim investasi global juga memperparah risiko ekonomi makro yang mungkin ditimbulkan.
Selain itu, terdapat kekhawatiran akan inefisiensi operasional BUMN akibat penambahan lapisan hierarki manajemen. Potensi mobilisasi dana untuk kepentingan politik juga menjadi sorotan, mengingat Danantara berada langsung di bawah presiden. Ketidakpercayaan publik, terbukti dari penarikan dana massal dari bank BUMN, semakin memperkuat urgensi transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menekankan pentingnya menjaga transparansi untuk meningkatkan daya saing Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Tantangan utama yang harus dihadapi adalah potensi benturan kepentingan, intervensi politik, dan moral hazard dalam pengelolaan.
"Tanpa transparansi, Danantara bisa berubah menjadi beban negara, bukan solusi," ujarnya dilansir Antara.
"Tanpa transparansi, Danantara bisa justru menjadi alat monopoli atau rent-seeking yang akan merugikan BUMN baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang."
Risiko Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Dengan aset negara yang sangat besar, Danantara rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pengalaman negara lain, seperti skandal 1MDB di Malaysia, menjadi contoh nyata bagaimana lembaga investasi negara dapat disalahgunakan. Minimnya *check and balances* dan kekuasaan yang terpusat meningkatkan risiko ini.
Transparansi dan akuntabilitas yang lemah dapat menyebabkan mismanajemen dan ketidakpastian pasar. Perbandingan dengan Temasek Holdings (Singapura) dan Khazanah Nasional (Malaysia) menunjukkan pentingnya tata kelola yang kuat dan independen, meskipun model tersebut pun tidak sepenuhnya bebas risiko.
Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menuturkan, Pengelolaan Danantara juga harus bebas dari potensi korupsi yang masih marak di Indonesia.
Good Corporate Governance (GCG) yang baik harus diterapkan untuk meningkatkan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, agar tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.Samirin menekankan pentingnya tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel dalam menghadapi tantangan ekosistem usaha yang sulit di Indonesia.
"Membangun GCG terbaik adalah satu-satunya jalan untuk mengantisipasi ekosistem berusaha yang sangat buruk dan menghindari perilaku abusive tersebut. Mekanisme GCG eksternal dan internal harus dimaksimalkan," tegasnya.
Risiko Ekonomi Makro dan Inefisiensi
Pembentukan Danantara berpotensi memperburuk rasio utang Indonesia terhadap PDB jika tidak dikelola dengan hati-hati. Penambahan utang BUMN yang sebelumnya tidak dihitung dalam rasio tersebut dapat memberikan gambaran yang menyesatkan tentang kesehatan ekonomi negara.
Meskipun bertujuan meningkatkan efisiensi, penambahan lapisan hierarki berpotensi menurunkan efisiensi operasional BUMN. Hal ini perlu dikaji secara cermat untuk menghindari dampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
Risiko Politik dan Kehilangan Kepercayaan Publik
Posisi Danantara yang langsung berada di bawah presiden menimbulkan kekhawatiran akan potensi mobilisasi dana untuk kepentingan politik. Hal ini dapat mengaburkan tujuan utama Danantara sebagai lembaga investasi.
Ketidakpercayaan publik terhadap Danantara, terlihat dari penarikan dana massal dari bank BUMN, menunjukkan pentingnya membangun kepercayaan melalui transparansi dan akuntabilitas tinggi. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mengatasi hal ini.
Dalam acara peluncuran Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (24/2), Presiden Prabowo mengakui adanya keraguan sebagian pihak mengenai kesuksesan inisiatif ini.
"Saya memahami bahwa banyak pertanyaan tentang dan antara Indonesia. Ada yang ragu-ragu apakah ini bisa berhasil atau tidak," ucapnya.
Dia menekankan bahwa keraguan tersebut merupakan hal yang wajar, mengingat pembentukan lembaga pengelola investasi sebesar ini adalah yang pertama kalinya dilakukan di Indonesia."Hal ini adalah wajar karena inisiatif ini belum pernah ada sebelumnya," tegasnya.
Pembentukan Danantara menawarkan potensi manfaat, namun risiko yang menyertainya sangat besar. Keberhasilannya bergantung pada komitmen pemerintah untuk menerapkan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan bebas intervensi politik.
Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam mitigasi risiko dan mengakhiri praktik buruk di Kementerian BUMN sangat krusial untuk mencegah dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.