Profil
Zulkarnaen Djabar
Saat menjadi anggota DPR RI komisi VIII (Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) sepanjang tahun 2004-2009, nama Zulkarnaen Djabar mungkin tak banyak dikenal publik. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini mengawali karir politiknya bersama Partai Golongan Karya sejak tahun 1984. Sayangnya, karir Zulkarnaen tak berakhir manis, setelah dirinya tersangkut kasus korupsi dalam proyek pengadaan Al Quran.
Ayah dua anak ini sebenarnya bukan nama baru di kancah politik dan pemerintahan. Dirinya sempat menjadi anggota MPR/DPR RI di masa jabatan 1997-1999. Selain itu, lulusan IAIN Jakarta ini juga pernah menjadi Penatar Nasional BP7 Pusat mulai tahun 1982 hingga 1999. Karirnya yang cemerlang tak lepas dari kiprahnya bersama Partai Golongan Karya. Dalam partai berlambang pohon beringin ini, Zulkarnaen sempat berperan aktif sebagai sekretaris DPD Golkar, Ketua KNPI DKI Jakarta, Pokja OKK DPP Golkar, Sekjen DPP Ormas MKGR dan ketua DPP MIDI hingga saat ini.
Jabatan-jabatan inilah yang membawa pria yang pernah menekuni bidang ekonomi Islam ini ke Senayan. Dengan perolehan suara sebesar 43.496 dari daerah pemilihan Jawa Barat 5, Zulkarnaen resmi menjadi pembawa aspirasi masyarakat di gedung DPR. Di awal masa jabatannya, suami Elzarita ini sempat menyatakan visinya sebagai anggota dewan. Beberapa di antaranya adalah niatnya menjadi anggota legislatif yang tanggap terhadap kepentingan rakyat. Selain itu Zulkarnaen juga berjanji akan melayani kepentingan masyarakat demi terciptanya demokrasi Pancasila.
Sayangnya, janji-janji ini terbukti mengecewakan. Di tengah masa jabatannya, namanya menjadi sorotan publik. Pria Minang yang sempat menjabat sebagai Direktur Presiden Taksi selama satu dekade ini ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi proyek pengadaan Al Quran bersama dengan Dirut PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI). Yang mengejutkan, belakangan diketahui bahwa partner Zulkarnaen tersebut tak lain adalah putranya sendiri, Dendy Prasetya.
Dari penyelidikan, pasangan bapak dan anak ini dipastikan tersangkut tiga kasus sekaligus, yakni kasus dugaan suap proses pengadaan Al Quran tahun 2011 di Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas) Kemenag, dugaan suap pengadaan komputer untuk MTS di Ditjen Islam Kemenag di tahun yang sama, serta kasus dugaan suap pengadaan Al Quran setahun setelahnya, 2012.
Anggota DPR ini dinilai membantu kemenangan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan PT KSAI dalam tender pengadaan Al Quran dengan nilai suap hingga miliaran rupiah. Hal yang sama juga dilakukan Ketua Mikrolet se-DKI Jakarta ini dalam proyek pengadaan laboratorium sistem komputer untuk MTS. Dengan dua macam tindakan penyuapan yang dilakukan berturut-turut, aktivis Golkar ini diancam hukuman untuk pelanggaran Pasal 5 Ayat 2, Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 juncto Pasal 55 dan Pasal 65 KUHP.
Riset dan analisis: Ellyana Mayasari