CEK FAKTA: Benarkah Covid-19 Takut dengan Cuaca Panas di Laut?
Merdeka.com - Informasi virus Covid-19 takut dengan cuaca panas dan air laut beredar di media sosial. Unggahan tersebut berupa tangkapan layar status WhatsApp, yang memperlihatkan foto sejumlah orang sedang di pantai, disertai dengan tulisan sebagai berikut "Asyiknya kebersamaan satgas covid kab Banyumas".
Unggahan tersebut juga memperlihatkan tangkapan layar percakapan, pada percakapan tersebut ditanyai terkait protokol kesehatan sebagai petugas Covid-19.
"Masih menujukan sebagai manusia yg serba salah.
-
Kenapa cuaca panas bahaya untuk kesehatan? Cuaca panas yang ekstrem dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kesehatan manusia. Paparan sinar matahari yang berlebihan dan suhu udara yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
-
Virus apa saja yang ada di laut? Dikatakan, bahwa laut mengandung lebih dari 200.000 virus yang berbeda, dengan berbagai jenis yang ada di dalamnya. Jumlah ini sangat besar dan menunjukkan betapa beragamnya kehidupan mikroba yang ada di lautan.
-
Kenapa cuaca panas dan lembap bahaya buat kesehatan? Ketika cuaca panas dan kelembapan tinggi bertemu, tubuh manusia menjadi rentan terhadap berbagai masalah kesehatan.
-
Bagaimana ketakutan iklim berdampak pada mental? Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan beragam emosi negatif pada kelompok usia ini, yang dikenal sebagai 'ketakutan iklim.'
-
Dimana cuaca panas ekstrem mengancam karang? Lebih lanjut, peningkatan suhu air laut ini dapat menyebabkan pemanasan karang. Pada akhirnya, karang-karang di lautan akan memutih dan bisa mati.
-
Apa yang membuat orang takut? Melihat layar kapal viking di kejauhan saja sudah membuat orang-orang ketakutan.
15 orang petugas covid ini tidak memakai masker/memakai tapi tidak benar.
Tidak juga menjaga jarak.
Piye jal....?"
Pertanyaan tersebut pun dibalas, yang menyatakan Covid-19 takut dengan panas dan laut.
"Kita harus bisa membedakan ketika berada. Ini suatu refreshing membuag kepenatan...
ini di laut Corona takut dengan panas dan air laut"
Unggahan tersebut kemudian diberi keterangan sebagai berikut:
"Ayo dolor - dolor sg wedi kenek corona serbu pantai terdekat dari kota anda. ternyata markonah wedi karo banyu segoro lor."
©Liputan6.comPenelusuran
Penelusuran klaim Covid-19 takut dengan cuaca panas laut menggunakan Google Search dengan kata kunci 'Exposing yourself to the sun or temperatures protect covid-19'.
Dilansir dari Liputan6.com penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Mythbusters" yang dimuat situs who.int.
Situs who.int menyebutkan, menjemur tubuh di bawah sinar matahari atau suhu yang lebih tinggi dari 25°C tidak melindungi dari Covid-19.
Anda dapat tertular Covid-19, tidak peduli seberapa cerah atau panas cuacanya. Negara-negara dengan cuaca panas telah melaporkan kasus Covid-19.
Penelusuran dilanjutkan dengan menghubungi Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengungkapkan, Covid-19 akan tetap hidup di dalam tubuh meski berada di laut atau pantai. Jika Covid-19 di luar tubuh sel virus cepat berlalu.
"Selama di tubuh manusia ya bertahan," kata Pandu saat berbincang dengan Liputan6.com.
Kepala Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono menambahkan, dengan kondisi panas dan di laut yang terdapat air garam Covid-19 bisa mati lebih cepat.
"Kalau suhu 40 drajat celcius dia mampu hidup 2 hari, kalau di bawah itu 36 drajat 3 hari. Kalau di lautan karena air asin tekanan lebih tinggi dari air biasa nggak bertahan lama," jelasnya.
Namun menurut Tri hal tersebut baru sebatas teori saja, belum ada literatur ilmiah yang menyebutkan Covid-19 takut dengan cuaca panas laut.
"Bisa matinya lebih singkat, tapi belum ada liratur tentang ini," tuturnya.
Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Unhas dr Arif Santoso SpP (K) PhD mengungkapkan, Covid-19 masih bisa menular meski cuaca panas di pantai, jika pengaturan jarak dan tidak menggunakan masker.
"Tetap terjadi penularan," ucapnya.
Menurutnya, Covid-19 tidak bisa lansung mati saat berada dicuaca panas, virus tersebut pun akan tetap hidup jika sudah terhirup dan masuk ke dalam tubuh.
"Kalau sempat terhirup dan masuk ke pernapasan, mau panas di luar kan tetap nyaman di dalam," tandasnya.
Kesimpulan
Klaim virus Covid-19 takut dengan cuaca panas di laut belum terbukti. Kepala Departemen Epidemiologi, FKM UI , Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, dengan kondisi panas dan di laut yang terdapat air garam Covid-19 bisa mati lebih cepat. Namun hal tersebut baru sebatas teori saja, belum ada literatur ilmiah yang menyebutkan Covid-19 takut dengan cuaca panas laut.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan, pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggapan bahwa air hujan dapat menyebabkan penyakit sebenarnya hanyalah sebuah mitos. Sejauh ini, belum ada penelitian yang membuktikan hujan bisa bikin sakit.
Baca SelengkapnyaPetir yang menyambar air lebih memengaruhi permukaan daripada kedalaman. Jadi kesimpulannya?
Baca SelengkapnyaKepercayaan ini sudah lama beredar di masyarakat. Hal ini membuat banyak orang enggan mandi malam karena takut terkena penyakit.
Baca SelengkapnyaMitos hujan panas sering kali dihubungkan dengan pertanda-pertanda mistis atau perubahan cuaca yang signifikan.
Baca SelengkapnyaCuaca Panas Bikin Suhu Udara Terasa Makin Gerah, BMKG Ungkap Penyebab Utamanya
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaSuhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu 37,8°C pada 23 April lalu.
Baca SelengkapnyaBMKG menyebutkan Siklon Tropis Yagi yang terpantau 24 jam terakhir berada di Laut Cina
Baca SelengkapnyaBeredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun
Baca SelengkapnyaMenurut Budi, masyarakat tak perlu khawatir karena virus tersebut berbeda dengan Covid-19.
Baca Selengkapnya