CEK FAKTA: Hoaks Covid-19 Tak Punya Kemampuan Membunuh, Ini Faktanya
Merdeka.com - Beredar informasi di media sosial bahwa virus corona Covid-19 tidak membunuh. Klaim tersebut merupakan video yang diunggah akun Facebook Ach Hanif pada 14 Mei 2020.
Berikut keterangannya:
DENGARKAN DAN SIMAK BAIK BAIK PENJELASAN AHLI VIRUSTENTANG COVID 19*BAHWA CORONA TIDAK MEMBUNUH*"
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
-
Kenapa flu bisa mematikan? Meskipun bagi banyak orang, influenza adalah penyakit ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya, influenza dapat mematikan, terutama bagi populasi yang rentan seperti orang tua, anak kecil, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Pada kasus yang parah, flu dapat menyebabkan pneumonia atau komplikasi lain yang dapat berakibat fatal.
-
Bagaimana mencegah penularan flu? Menghindari kontak fisik dengan orang yang sedang sakit flu, seperti bersalaman, berpelukan, atau berciuman. Jika ada anggota keluarga yang terkena flu, usahakan untuk menjaga jarak dan tidak berbagi barang pribadi.
-
Bagaimana cara agar terhindar dari Covid-19? 'Pemerintah mengimbau lebih rajin bermasker terutama jika sakit dan di keramaian, lebih rajin cuci tangan, lengkapi vaksinasi segera sebanyak 4x GRATIS, jaga ventilasi udara indoor, hindari asap rokok,' ujar Ngabila.
-
Kenapa virus dianggap lebih berbahaya daripada bakteri? Apalagi karena proses penyembuhan dan pemulihan sendiri masih terbilang lebih sulit untuk tubuh yang terserang virus daripada bakteri.
-
Virus itu apa? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
Video yang diunggah tersebut berisi wawancara dengan Indro Cahyono, lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
Berikut isinya:
"Covid-19 ini adalah corona virus dan sudah ada sejak zaman dahulu, sejak 200 sebelum masehi sudaha ada dan jenisnya banyak sekali dan Covid-19 di antaranya. Virus ini terdiri dari selubung protein kemudian ada lapisan glingko protein di spike permukaanya, karena mengandung protein maka akan hacur dengan pelarut lemak, dengan sabun hancur, pembersih lantai mati, dengan pemutih pakaian bisa hancur juga dengan disinfectan apalagi, virus ini sangat rentan dengan banyak pelarut lemak.
Kelebihanya adalah virus ini gampang nyebar, karena di ujung rahasianya adalah di ujung protein s spike nya itu namnaya reseptor bending domain sangat mudah menempel yang ada di saluran perpasan dan organ dalam manusia lainnya.
Apa yang harus kita lakukan virus di dua tempat di dalam tubuh kita dan luar tubuh, kita sedikit bermain dengan analisa resikio ini. Semakin banyak virus semakin kita rentan tertular, semakin sendikit virus semakin kecil kita tertular. Jumlah virus paling kecil saat diluar ada matahari saat ada panas saat ada ultraviolet, sehingga virus ini tidak akan bisa tahan dalam lingkungan yang terang ada sinar matahari yang panas dan kering dia sensitif kekeringan, saat ini loading virus paling rendah ada di luar, risiko tinggi jumlah virus paling banyak di ruangan tertutup di ruangan sirkulasinya berputan di situ. Panduan di badan kesehatan china di wuhan menyebutkan transmisi tersebsar terjadi di ruangan tertutup pertama, kedua adanya eksposure virus dilakukan terus menerus ketiga eksposure dalam jumlah yang sangat besar.
Dari sini kita belajar, tempat mana yang paling cocok dengan deskripsi itu? ruangan tertutup ada semburan virus berkali-kali semburan virus terjadi dalam jumlah banyak, dimana? betul rumah sakit.
Influenza karena virus influenza, radang tenggorokan karena bakteri, infeksi mungkindeman atau flu seperti itu karena covid-19, kita tidak bisa membedakan kecuali uji lab. Kita harus paham juga wabah seperti sekarang yang kita derita tidak ada salahnya kita perlu waspad, oh jangan-jangan ini Covid-19.
Permaslahan utama di sini Covid-19 adalah tidak membunuh, itu yang jadi. Karena semua sumber kehebohan ini karena takut Covid-19 akan membunuh kita, hari ini kena besok meninggal kita lihat ambulans mondar mandir seolah menunggu giliran kapan saya mati ya kan begitu kan.
Sekarang kita harus buat skenario di luar banyak virus, kalau kita punya punya sodara kelompok rentan atau riskio tinggi kalau di luar bahaya ya jangan keluar, rumahnya sering dibersihkan. Ornag tua dalam kelompok rentan gimana naikan sistem imunya dengan vitamin c dan E. Misalnya tidak mau minum obat pakai buah buahan.
Jika kita sudah melakukan semua pencegahan itu dan ternyata tetap saja ada penyakit yang masuk begitu mereka sudah merasa sakit demam itu bisa menghubungi dokter atau ke rumah sakit. Tapi saran saya dihubungi dokter dulu supaya bisa ditangani. Jika masih bisa merawat di dalam rumah itu resikonya lebih dikit karena paparan virusnya lebih banyak di rumah sakit, tapi jika harus mendapat pertolongan lebih lanjut harus dibawa ke sana.
©2020 Merdeka.com/Facebook Ach Hanif
Penelusuran
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim virus corona tidak membunuh, menggunakan Google Search dengan kata kunci 'virus corona mematikan'.
Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "WHO Sebut Corona Covid-19 10 Kali Lebih Mematikan daripada Flu Babi" yang dimuat situs liputan6.com, pada 15 April 2020.
Dalam artikel tersebut, World Health Organization (WHO) meminta seluruh negara di dunia terus memerangi virus corona COVID-19, sebab virus ini 10 kali lebih mematikan daripada flu babi yang jadi pandemi global tahun 2009.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah pertemuan daring di Jenewa pada hari Senin pekan ini, waktu setempat.
Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Termasuk Corona, Ada 12 Virus Mematikan di Bumi" yang dimuat situs liputan6.com, pada 2 April 2020.
Artikel tersebut menyatakan, SARS-CoV-2 termasuk dalam keluarga besar virus yang sama dengan SARS-CoV, yang dikenal sebagai coronavirus, dan pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di kota Wuhan di Cina.
Sejak kemunculannya, virus ini telah menginfeksi puluhan ribu orang di Cina dan ribuan lainnya di seluruh dunia. Wabah penyakit yang disebut Covid-19 ini mendorong karantina besar-besaran di Wuhan dan kota-kota terdekat, pembatasan perjalanan ke dan dari negara-negara yang terkena dampak, dan upaya di seluruh dunia untuk mengembangkan diagnostik, perawatan dan vaksin.
Tingkat kematian Covid-19 sekitar 2,3% dan kasusnya kebanyakan terjadi pada orang yang lebih tua atau memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya, menjadikan mereka yang paling rentang dan berisiko mengalami penyakit parah dan komplikasi. Gejalanya tergolong umum, seperti demam, batuk kering dan sesak napas, dan penyakit ini dapat berkembang menjadi pneumonia pada kasus yang parah.
Artikel berjudul "Ketahui Cara Virus Corona Membajak Sel Tubuh Manusia" yang dimuat situs merdeka.com menjelaskan sebagian besar infeksi Covid-19 menyebabkan demam ketika sistem kekebalan tubuh berjuang untuk membersihkan virus. Dalam kasus yang gejalanya parah, sistem kekebalan tubuh dapat bereaksi berlebihan dan mulai menyerang sel-sel paru-paru.
Paru-paru menjadi tidak bekerja optimal oleh cairan dan sel-sel yang sekarat, membuatnya sulit bernapas. Sejumlah kecil infeksi bisa menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut, dan mungkin kematian.
Sementara, dalam artikel berjudul How does coronavirus kill? Clinicians trace a ferocious rampage through the body, from brain to toes yang dimuat situs sains www.sciencemag.org pada 17 April 2020, para ilmuwan menjelaskan bagaimana para dokter dan ahli patologi terus berjuang memahami kerusakan yang ditimbulkan oleh virus corona pemicu COVID-19 terhadap tubuh manusia.
Para ilmuwan menemukan, meski paru-paru menjadi ground zero atau titik nol, jangkauan virus corona baru ini bisa meluas ke banyak organ termasuk jantung dan pembuluh darah, ginjal, usus, dan otak.
"Penyakit tersebut dapat menyerang hampir semua hal di tubuh dengan konsekuensi yang menghancurkan," kata ahli jantung Harlan Krumholz dari Yale University and Yale-New Haven Hospital, yang memimpin berbagai upaya untuk mengumpulkan data klinis tentang COVID-19.
Dalam data yang publikasikan COVID-19 Dashboard by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University yang dimuat dalam situs gisanddata.maps.arcgis.com, mencatat hingga 22 Mei 2020 pukul 13.00 WIB 332.925 orang meninggal dunia akibat Covid-19.
Kesimpulan
Klaim Covid-19 tidak membunuh tidak benar. Faktanya WHO meminta seluruh negara di dunia terus memerangi virus corona COVID-19, sebab virus ini 10 kali lebih mematikan daripada flu babi yang jadi pandemi global tahun 2009.
Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan, pastikan itu berasal dari sumber terpercaya, sehingga bisa di pertanggungjawabkan kebenarannya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaNyamuk wolbachia diyakini bisa menekankan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaBanyak yang menduga, kenaikan kasus DBD ini akibat penyebaran nyamuk mengandung wolbachia.
Baca SelengkapnyaCovid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.
Baca SelengkapnyaJumlah populasi nyamuk di seluruh dunia terungkap. Angkanya begitu fantastis.
Baca SelengkapnyaBeredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun
Baca SelengkapnyaHingga saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih tercatat 88 sejak tahun 2022 dan di tahun 2023 sempat naik, kemudian turun lagi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diminta lakukan pola hidup bersih dan sehat
Baca SelengkapnyaVarian tersebut memicu ada peningkatan kasus Covid-19 di Singapura.
Baca SelengkapnyaNyamuk mengandung bakteri wolbachia mulai disebar ke lima kota di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBenarkah Nyamuk Wolbachia Bisa Sebarkan Radang Otak? Ini Faktanya!
Baca Selengkapnya