Abaikan Hak Paten, Bangladesh Segera Produksi Obat Covid-19 Remdesivir
Merdeka.com - Salah satu produsen obat terbesar di Bangladesh, Beximco Pharmaceuticals, akan memulai produksi remdesivir, obat virus corona. Seorang eksekutif senior perusahaan itu mengatakan produksi akan dimulai bulan ini.
Remdesivir, obat yang dikembangkan oleh Gilead Sciences, telah menarik perhatian sebagai salah satu perawatan yang paling menjanjikan untuk Covid-19.
FDA Amerika Serikat telah memberikan otorisasi penggunaan darurat pekan lalu, membuka jalan untuk penggunaannya yang lebih luas di rumah sakit, setelah Gilead memberikan data yang menunjukkan obat itu telah membantu Covid-19 pasien.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Siapa yang mengembangkan obat ini? Ahli biologi molekuler dan dokter gigi, Takahashi Katsu, telah mengembangkan obat sejenis ini untuk pertama kalinya setelah bekerja dalam bidang regenarasi gigi selama 20 tahun.
-
Mengapa obat ini dikembangkan? Kehilangan gigi sering kali menjadi masalah bagi orang-orang yang mengidap kondisi ini, mulai dari masalah penampilan hingga masalah fungsional, seperti berkurangnya kemampuan menggigit.
-
Di mana obat buatan luar angkasa tersebut diproduksi? Proses produksi obat ini dilakukan di satelit W-Series 1 yang terpasang pada Rocket Lab's orbital Photon platform setelah diluncurkan dengan roket SpaceX Falcon 9 pada bulan Juni di tahun yang sama.
-
Apa tujuan produksi vaksin dalam negeri? Kemandirian dalam produksi vaksin merupakan salah satu kebijakan utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meningkatkan ketahanan kesehatan nasional.
-
Mengapa Amerika Serikat mulai memproduksi penisilin secara massal? Ilmuwan Skotlandia Alexander Fleming menemukan penisilin pada tahun 1928, namun baru pada Perang Dunia II Amerika Serikat mulai memproduksinya secara massal sebagai pengobatan medis.Pembuatan penisilin untuk tentara merupakan prioritas utama Departemen Perang AS, yang dalam salah satu posternya menyebut upaya tersebut sebagai 'perlombaan melawan kematian'.
Perusahaan berencana menetapkan harga obat, yang diberikan melalui infus intravena, di antara 5.000-6.000 Takas per botol atau setara USD59 - USD71 per botol, kata Chief Operating Officer Beximco, Rabbur Reza kepada Reuters seperti dikutip Rabu (6/5).
Diperkirakan, setiap pasien yang menjalani perawatan membutuhkan 5 hingga 11 botol. "Kami hanya akan tahu persis berapa yang dibutuhkan pasien setelah studi selesai. Kami berharap pemerintah Bangladesh akan mencoba untuk menutupi sebagian dari harga obat itu," kata Reza.
Dengan kebutuhan 5-11 botol per pasien, harga remdesivir yang diproduksi Beximco ini menunjukkan, paket pengobatan remdesivir dapat berharga antara USD295 dan USD781 per pasien, tergantung pada tingkat keparahan penyakit.
Sementara itu, Gilead Sciences telah menyumbangkan produksi batch awal 1,5 juta botol untuk membantu pasien di Amerika Serikat, tetapi belum mengumumkan harganya.
Institute for Clinical and Economic Review (ICER), yang menilai keefektifan obat untuk menentukan harga yang sesuai, menetapkan biaya untuk memproduksi remdesivir selama 10 hari pada USD10, tetapi menyarankan harga bisa naik menjadi USD4.500 berdasarkan manfaat yang ditunjukkan oleh pasien dalam uji klinis.
Tidak Melanggar Paten
Rencana Beximco Pharmaceuticals memproduksi remdesivir ini mendapat pengecualian dalam hak paten. Secara teori, paten Gilead tentang remdesivir berarti ia memiliki hak eksklusif untuk membuatnya.
Tetapi aturan perdagangan internasional memungkinkan negara-negara yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai negara-negara berkembang, termasuk Bangladesh, untuk mengabaikan paten semacam itu dan membuat obat-obatan lebih terjangkau di pasar-pasar tersebut.
Bangladesh akan diizinkan untuk mengekspor obat ke negara-negara berkembang lainnya. Beberapa negara Eropa juga telah menulis surat kepada Beximco yang ingin mendapatkan obat itu. Namun Reza enggan menyebutkan nama negara-negara tersebut.
"Kita bisa meminta persetujuan dari pemerintah untuk mengekspornya untuk keadaan darurat. Tapi kita harus bisa memasok ke warga Bangladesh terlebih dahulu, itu nomor satu untuk kita," tegasnya.
Bangladesh sejauh ini melaporkan 10.929 kasus dan 183 kematian akibat penyakit itu, meskipun beberapa ahli mengatakan jumlah kasus bisa jauh lebih tinggi mengingat tes terbatas di negara itu.
Ampuhkah Remdesivir?
Remdesivir sebelumnya dikembangkan untuk mengobati virus Ebola dan tidak berhasil. Potensinya untuk membantu pasien Covid-19 didasarkan pada kemampuan untuk menonaktifkan mekanisme yang digunakan virus tertentu, termasuk virus corona, menggandakan diri dan berpotensi membanjiri sistem kekebalan inang mereka.
Data dari percobaan oleh National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat menunjukkan remdesivir mengurangi rawat inap hingga 31% dibandingkan dengan pengobatan plasebo, tetapi tidak secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup.
Beximco mengharapkan untuk menerima persetujuan pemasaran untuk remdesivir dari otoritas Bangladesh pada pertengahan Mei, setelah itu mereka berencana untuk meluncurkan jumlah komersial untuk didistribusikan melalui pemerintah, Reza mengatakan kepada Reuters.
"Kami akan memproduksi obat ini tergantung pada seberapa banyak yang dibutuhkan pemerintah Bangladesh," katanya, seraya menambahkan para pejabat memeriksa jumlah yang dibutuhkan oleh rumah sakit domestik.
Reza mengatakan sebuah perusahaan Cina menyediakan bahan-bahan farmasi aktif yang diperlukan untuk membuat obat. Kesepakatan pasokan itu akan memungkinkan untuk membuat hingga 100.000 unit obat, katanya.
Berbasis di Dhaka, Beximco Pharma mengekspor obat generik ke sekitar 50 negara dari Amerika Serikat ke Afrika Selatan dan membuat semuanya dari obat generik biasa hingga molekul kompleks.
Tujuh perusahaan farmasi Bangladesh lainnya termasuk Square Pharmaceuticals dan Beacon Pharmaceutical telah menerima persetujuan pemerintah untuk mengembangkan obat itu, kata pejabat regulasi obat Bangladesh Mohammad Salahuddin.
"Untuk saat ini, kami tidak akan mengizinkan perusahaan untuk mengekspor remdesivir. Pertama, mereka harus memenuhi permintaan lokal, maka kita dapat mempertimbangkannya," katanya kepada Reuters.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemanfaatan BMN ini digunakan untuk usaha yang lebih produktif.
Baca SelengkapnyaProduksi vaksin dalam negeri dianggap akan mampu mendorong ketahanan kesehatan nasional.
Baca SelengkapnyaBiofarma mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun 2025 sebesar Rp2,21 triliun.
Baca SelengkapnyaSepanjang 2023, Etana berhasil kembangkan produk bioteknologi dan vaksin.
Baca SelengkapnyaUU Kesehatan diyakini bakal mendorong investasi dan pengembangan obat termasuk untuk hepatitis.
Baca SelengkapnyaIni merupakan kali pertama sebuah perusahaan sukses membuat obat di ruang hampa udara.
Baca SelengkapnyaPenyiapan tempat karantina ini untuk mencegah penularan TBC di Indonesia.
Baca SelengkapnyaObat-obat tersebut diproduksi di sebuah kontrakan, Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar. Dalam sebulan, ada 4.800 botol yang dijual.
Baca SelengkapnyaSejumlah penemuan penting terkait medis dilaksanakan pada tahun 2023 ini dan bisa berdampak pada semakin banyak penyakit yang diatasi.
Baca SelengkapnyaHal tersebut sesuai dengan arahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengunjungi fasilitas produksi PT Etana Biotechnologies Indonesia.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca Selengkapnya"Kita berencana menambah produsen komponen BBO yang berasal dari industri dalam negeri, karena saat ini kita masih bergantung pada import," kata Anies
Baca Selengkapnya